Mohon tunggu...
Rita Yuliza
Rita Yuliza Mohon Tunggu... Guru - Guru IPA SMPN 9 SUNGAI PENUH

Saya adalah seorang guru yang suka menulis dan melakukan eksperimen di laboratorium

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jerit Tangis Guru Honorer

8 November 2022   14:37 Diperbarui: 8 November 2022   14:57 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru, adalah pahlawan tanpa tanda jasa, itu yang selalu digaung-gaungkan oleh masyarakat kita. Namun benarkah demikian? Sebagian membenarkan hal itu, namun sebagian lagi malah menyalahkan, yang membenarkan merasa bahwa pernyataan itu benar adanya mencerminkan sosok guru, bekerja cerdas dan ikhlas untuk mencerdaskan anak bangsa, namun sebagian lagi menyalahkan hanya karna guru honorer yang menuntut hak-hak mereka, dan itu malah dianggap tidak ikhlas dalam mendidik. 

Sebenarnya kita harus paham dulu konsep keikhlasan itu seperti apa dan apakah menuntut hak dapat dikatakan tidak ikhlas? Lantas apakah benar guru honorer bekerja tidak ikhlas? Pantaskan kita menilai seperti itu terhadap seorang guru, yang hampir seluruh hari dan hatinya dihabiskan lebih banyak untuk siswanya dibandingkan anaknya sendiri?

Guru adalah guru, meskipun ada istilah tenaga pendidik bagi pengajar yang belum memiliki NRG, namun guru tetaplah guru, NRG hanyalah masalah profesionalitas, jika masalah hati, jangan ditanya, sudah pasti hati seorang guru tidak ada duanya dalam hal ketulusan. Bayangkan seorang guru bisa mengajar ratusan bahkan ribuan murid dengan keluasan hatinya, namun ketika murid tersebut lulus lantas meninggalkan dan melupakannya, dia tetap tersenyum dan melanjutkan profesinya, dia tidak berhenti ketika orang tua siswa justru datang menghardiknya karna salah paham terhadap penanganan yang ia lakukan, dia tidak lantas berhenti ketika gajinya bahkan tak cukup untuk menghidupi buah hatinya. 

Guru adalah guru, meskipun PNS/ASN atau HONORER, namun guru tetaplah guru, mereka punya kewajiban yang sama, memiliki tuntutan yang sama, namun beda soal "Harga". Guru PNS/ASN mungkin bisa bernafas sedikit lebih lega, karna tentunya mereka sudah memiliki gaji yang sesuai dengan beban kerja mereka, namun hal ini tentu berbeda jika yang dibincangkan adalah guru honorer, yang memiliki beban kerja yang sama dengan rekan PNS/ ASN nya, namun dengan gaji seadanya, dan itupun terkadang diberikan 3 bulan sekali dengan nominal yang tidak seberapa. Lantas apakah mereka berhenti? Tidak. Mereka masih melanjutkan profesi mereka sembari berharap suatu saat nanti pemerintah akan merubah nasib mereka, meski tidak tahu kapan, tapi mereka tidak berhenti. Mereka tetap bekerja membuka harapan anak-anak didiknya untuk mampu menggapai mimpi-mimpi mereka sembari menggantungkan mimpi dan harapan mereka sendiri.

Guru honorer dengan gaji yang tidak sebanding dengan beban kerja, bekerja tulus dan ikhlas, bahkan secara nominal gaji, bisa kita katakan mereka lebih ikhlas dari guru PNS/ASN yang gajinya sudah jelas. Namun ketika mereka meminta sedikit perhatian pemerintah, lantas suara sumbang pun terdengar bahkan dengan lantang mereka menggaungkan "katanya tanpa tanda jasa, lantas mengapa menuntut upah?" atau "kan honor gak ada yang maksa, kenapa digaji kecil sekarang malah maksa" pernahkah kita sebagai masyarakat berfikir dari sudut pandang guru honorer? Mereka hanya minta sebuah keadilan dan kelayakan, mereka juga manusia yang punya kebutuhan ekonomi, mereka punya keluarga yang harus dinafkahi, tapi apakah mereka lantas berhenti menjadi guru honorer, ketika digaji tidak sesuai beban kerjanya? Tidak, mereka memilih tetap bertahan, mungkin mereka akan membuka usaha lain untuk menghidupi keluarga, tapi "JIWA SEORANG GURU" tidak dapat mereka tinggalkan, tidak dapat mereka tolak, bahkan tidak dapat mereka pungkiri, mereka tetap melakukan tugasnya sebagai guru, meski guru honorer padahal sudah puluhan tahun dia dedikasikan pengabdiannya pada pendidikan anak bangsa.

Masyarakat dan pemerintah harus sama-sama berani mengubah maindset mereka, guru honorer yang sudah berpuluh tahun mengabdi hanya ingin sedikit diperhatikan keberadaannya, hanya ingin sedikit diakui eksistensinya, mereka bukan sedang mengemis, mereka juga tidak sedang memohon, karna mereka tau, mereka guru, tak pantas bagi mereka untuk memohon, tapi tidak ada yang salah dengan harapan, karna harapan adalah modal bagi seorang guru, bukankah tujuan seorang guru mengajar adalah harapan? 

Harapan agar anak didiknya berhasil, harapan agar anak didiknya beretika, harapan agar anak didiknya tetap punya harapan, jadi tidak salah jika guru honorer masih menggantungkan harapan mereka, untuk kehidupan yang lebih baik. Guru dengan NRG adalah guru, tenaga pendidik tanpa NRG adalah guru, guru PNS/ASN adalah guru, guru honorer adalah guru. Tidak sepantasnya kita mengkotak-kotakkan mereka hanya karna status NRG atau karna status kepegawaian. Karna jika boleh kita gambarkan, istilah jiwa korsa itu tidak hanya ada pada diri seorang prajurit, tapi juga ada pada seorang guru, apapun status guru tersebut, karna seorang guru sejati tidak pernah berhenti untuk berinovasi, dan karna seorang guru sejatinya tidak pernah menyerah dengan kondisi meski terkadang tidak diakui.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun