Mohon tunggu...
Ristia Nurul
Ristia Nurul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Bahasa Dan Sastra Indonesia

Anak bungsu, punya kakak laki-laki, penggemar idol kpop apalagi haechan, doekyeom, jeongwoo, gyuvin. Motto hidup "jangan menyerah sebelum jadi pacar idol kpop" udah sih gitu aja, bingung soalnya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gerimis dan Kesepian dalam Cerpen Ketika Gerimis Jatuh Karya Sapardi Djoko Damono

18 Desember 2023   14:00 Diperbarui: 18 Desember 2023   14:17 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Untuk sampai ke pinggir jalan yang di mana berada pohon asam itu, ia harus melewati turunan terlebih dahulu, yang sekarang telah berubah menjadi selokan dangkal, lalu menaiki beberapa anak tangga tanah yang dibuat oleh orang kampung. Rini awalnya sangat ragu-ragu untuk menyeberangi selokan dangkal tersebut, ia hanya berdiri saja di pinggirannya sambil bermonolog “Kasihan ayah, lupa bawa payung.” Ia kembali ke lapangan rumput yang basah itu, lalu memutar-mutarkan payungnya, maju mundur layaknya seorang penari payung. Lalu ia melangkah lagi secara perlahan kearah selokan. Airnya coklat. Tampaknya lumayan licin tapi ia harus melewatinya untuk menjemput sang ayah yang lupa membawa payungnya “Ayah, kenapa tadi lupa bawa payung? Mikir ibu nggak nelpon-nelpon, ya? Ayah nggak suka nelpon, sih.” Akhirnya ia berhasil menepis rasa kekhwatirannya jika ia akan terpleset; kemudian tanpa ragu ia menyeberangi selokan dangkal itu dan air pun masuk kedalam sepatu Jepangnya.

Sampai di pinggir jalan dibawah pohon asam yang umurnya sudah puluhan tahun itu ia berhenti. Menunggu. Sudah empat atau lima angkot yang melewati dan berhenti di depannya, namun ayahnya belum tampak juga. Angkot keenam menurunkan seorang perempuan muda, ternyata tetangganya yang berkerja di supermarket. Tanpa Rini sadari karena terlalu asik dalam pikirannya sendiri sambil menunggu angkot yang ditumpangi sang ayah datang, ternyata suara Adzan Maghrib berkumandang. Di rumah, beberapa kali telpon itu berdering.

Cerita ini menggambarkan perasaan Rini sebagai seorang anak yang menderita karena kehilangan ibunya dan khawatir kehilangan ayahnya. Cerita ini juga menunjukkan betapa pentingnya cinta keluarga dalam hidup manusia, serta betapa sulitnya menghadapi kematian. Cerpen ini menggambarkan perasaan kesepian, rindu, dan cinta seorang anak kepada orang tuanya. Dalam cerpen ini penulis menggunakan gambaran cuaca, yaitu gerimis dan hujan, sebagai simbol untuk menggambarkan suasana hati Rini yang muram dan sedih, juga menggunakan bayangan, pintu, dan sepatu sebagai simbol untuk menggambarkan perpisahan, penutupan, dan usaha mencari kasih sayang. Cerpen ini memiliki struktur narasi yang terdiri dari orientasi, komplikasi, resolusi, dan evaluasi. Orientasi adalah pengenalan tokoh, latar, dan waktu. Komplikasi adalah masalah yang dihadapi tokoh. Resolusi adalah penyelesaian masalah. Evaluasi adalah penilaian terhadap cerita. Cerpen ini juga menggunakan teknik alur mundur (flashback) untuk menceritakan latar belakang Rini dan keluarganya. Cerpen ini termasuk dalam genre realisme karena menggambarkan kehidupan sehari-hari yang mungkin dialami oleh banyak orang.

Dalam cerpen Ketika Gerimis Jatuh ini terdapat amanat yang tersimpan di dalamnya yang bisa diambil hikmahnya untuk kehidupan, yaitu tentang bagaimana perasaan kesepian dan tentang perpisahan yang akan dialami oleh semua manusia yang hidup di kota-kota besar dan makhluk hidup lainnya. Cerpen ini membuat para pembacanya untuk merenungkan apa arti dari makna hidup yang sesungguhnya, cinta dan kematian, serta bagaimana caranya menghargai suatu hubungan dengan orang-orang terdekat yang ada disekitar. Dalam cerpen ini juga mengkritik kehidupan kota yang penuh dengan kesibukkan, kemacetan, dan penuh dengan polusi, entah itu polusi kendaraan, pabrik, pembakaran, dan lain sebagainya. Hal itu yang dimana membuat manusia menjadi merasa terasingkan dan tidak merasa cukup bahagia untuk hidup di perkotaan yang dimana pengeluaran di kota sangat mahal dibandingkan dengan hidup di pedesaan yang lebih nyaman dengan suasana keakraban dan pengeluaran tidak terlalu banyak dan mahal dibanding di perkotaan, serta udara yang jauh dari polusi kendaraan, pabrik, dan lain sebagainya. Sifat orang-orang kota yang lebih individualis merupakan salah satu faktor merasa sering terasingkan dan sungkan apabila ingin meminta bantuan orang lain, terbalik dengan kehidupan di daerah pedesaan yang masih kental dengan kata gotong-royong saling membantu satu sama lain sesama tetangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun