Mohon tunggu...
Ris Sukarma
Ris Sukarma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pensiunan PNS

Pensiunan pegawai negeri, sekarang aktif dalam pengembangan teknologi tepat guna pengolahan air minum skala rumah tangga, membuat buku dan fotografi. Ingin berbagi dengan siapa saja dari berbagai profesi dan lintas generasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi Perihal Air Minum Bersih

31 Oktober 2020   21:56 Diperbarui: 3 November 2020   18:42 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi meminum air langsung dari keran. (sumber: thinkstock via kompas.com)

Akar permasalahan sektor air minum, khususnya di perkotaan, menurut pendapat saya, adalah jumlah pengelola air minum (BUMD Air Minum/PDAM/KPBU) yang terlalu banyak, karena mengikuti jumlah kabupaten/kota.

Tapi dengan jumlah pelanggan di masing-masing kabupaten/kota yang sedikit, di bawah ambang batas, skalanya terlalu kecil untuk dikelola secara ekonomis (economies-of-scale). Idealnya, jumlah pelanggan minimum secara ekonomis di setiap unit pengelola adalah 50 ribu ke atas. 

Saat ini, sekitar 400an kota/kabupaten memiliki unit pengelola dengan total 10 juta pelanggan. Jumlah kabupaten/kota dengan pelanggan di atas 50 ribu hanya sekitar 36, termasuk beberapa kota besar/metropolitan, dengan jumlah pelanggan di atas 200 ribu, selebihnya memiliki jumlah pelanggan antara di bawah seribu sampai 49 ribu dengan rata-rata 13 ribu pelanggan per kabupaten/kota. 

Apapun upaya yang dilakukan, berapapun tarif yang akan diberlakukan, secara ekonomis pengelolaan air minum dengan pelanggan seperti itu tidak efisien dan akan selalu merugi. 

"Jumlah pelanggan di masing-masing kabupaten/kota yang sedikit, di bawah ambang batas, skalanya terlalu kecil untuk dikelola secara ekonomis (economies-of-scale). Idealnya, jumlah pelanggan minimum secara ekonomis di setiap unit pengelola adalah 50 ribu ke atas."

Data dari Kementerian PUPR menunjukan bahwa dari 380 BUMD Air Minum yang dievaluasi kinerjanya pada 2019, yang berkinerja rendah ("sakit" dan "kurang sehat) adalah 41% dan yang "sehat" 59%, meskipun kriteria "sehat"-nya patut dipertanyakan.

Dengan logika sederhana, sebenarnya jumlah unit pengelola bisa dikurangi tanpa mengurangi kewenangan dan otonomi daerah, yaitu dengan cara penggabungan melalui kerjasama antar daerah, bisa penggabungan pada tingkat provinsi, regional, bahkan pulau atau antar pulau. 

Misalnya unit pengelola unit Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, NTB/NTT, Maluku/Maluku Utara dan Papua (Papua dan Papua Barat). 

Pola-pola kelembagaan ini sudah dilakukan pada perbankan daerah, dengan kepemilikan bersama antara provinsi dan kabupaten/kota. 

Tabel berikut memperlihatkan jumlah pelanggan di pulau-pulau tersebut (diluar kota besar/metro dengan jumlah pelanggan diatas 200 ribu) pada tahun 2012-2013, saat ini angka-angka tersebut mungkin sudah berubah:

  • Pulau Sumatera: 1,8 juta (diluar Medan dan Palembang)
  • Pulau Jawa: 3,8 juta (diluar DKI Jakarta dan Surabaya)
  • Pulau Kalimantan: 1 juta
  • Pulau Bali: 400 ribu
  • NTB dan NTT: 300 ribu
  • Maluku dan Maluku Utara: 66 ribu
  • Papua dan Papua Barat: 44 ribu (atas alasan geografis dan politis, barangkali Papua dan Papua Barat tetap memiliki satu unit pengelola, meskipun jumlah pelanggannya di bawah 50 ribu).

Pola di atas hanya salah satu dari beberapa opsi yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Penggabungan dimungkinkan dengan telah terbitnya Permendagri 22/2020 yang mengatur kerjasama daerah dengan daerah lain (KSDD).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun