Mohon tunggu...
wowrkkkiIng
wowrkkkiIng Mohon Tunggu... pengangguran

pengangguran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Energi Desa

27 Maret 2025   22:36 Diperbarui: 27 Maret 2025   22:36 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di kaki perbukitan Desa Sukajati, terdapat sebuah dukuh kecil bernama Karangjati. Dibandingkan dengan wilayah lain di desa itu, Karangjati adalah yang paling terpencil, paling sunyi, dan paling sedikit penduduknya. Hanya ada tujuh rumah di sana, dengan jumlah warga tak lebih dari 34 orang.

Namun, di balik kesederhanaan dan keterpencilannya, ada sesuatu yang membuat Karangjati berbeda. Sesuatu yang tak pernah bisa dijelaskan dengan logika.

Sudah menjadi rahasia umum di kalangan warga desa bahwa siapa pun yang ingin menjadi Kepala Desa Sukajati, harus datang ke Karangjati untuk meminta restu. Konon, mereka yang direstui oleh warga Karangjati akan menang dalam pemilihan, entah bagaimana caranya. Kepercayaan ini sudah mengakar sejak puluhan tahun lalu, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Dan kini, menjelang pemilihan kepala desa yang baru, Karangjati kembali menjadi pusat perhatian.

Siang itu, seorang pemuda bernama Adi tiba di Karangjati. Ia seorang jurnalis yang tertarik mengungkap misteri di balik dukuh kecil ini. Berbekal catatan lama dan informasi dari warga desa, ia ingin mencari tahu, apakah benar Karangjati memiliki pengaruh dalam pemilihan kepala desa atau hanya mitos belaka?

Setibanya di sana, Adi disambut oleh seorang lelaki tua yang duduk di beranda rumahnya. Lelaki itu adalah Pak Rengga, tokoh tertua di Karangjati.

"Selamat datang, Nak. Kau pasti orang kota, bukan?" sapa Pak Rengga dengan senyum tipis.

Adi tersenyum. "Benar, Pak. Saya ingin tahu lebih banyak tentang Karangjati."

Pak Rengga menghela napas, lalu mengarahkan pandangannya ke jalan tanah yang menghubungkan Karangjati dengan desa utama. "Sudah banyak yang datang ke sini untuk bertanya-tanya. Tapi tak semua orang bisa memahami Karangjati."

Adi membuka bukunya, bersiap mencatat. "Apa yang membuat Karangjati begitu istimewa, Pak?"

Pak Rengga mengangkat tangannya, menunjuk ke arah tujuh rumah yang berdiri berjajar di sana. "Kami di sini tinggal di rumah-rumah yang disebut Omah Pitu. Lihat atap-atap itu? Semua tersambung satu sama lain, menandakan kami masih satu keluarga besar. Kami tidak sekadar bertetangga, tapi bersaudara. Dan kami hidup dengan cara yang tak berubah sejak dulu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun