Pendahuluan
Â
Latar Belakang
Pertumbuhan merupakan salah satu indikator penting dalam menilai status gizi dan kesehatan anak. Masa dua tahun pertama kehidupan atau yang sering disebut sebagai golden age adalah periode kritis yang menentukan kualitas tumbuh kembang anak di masa depan. Pada fase ini, terjadi perkembangan pesat pada sistem saraf, organ tubuh, serta kemampuan kognitif dan sosial anak. Namun, periode ini juga sangat rentan apabila asupan gizi tidak terpenuhi secara optimal. (Indriyani & Putri, 2023)
Masalah gizi pada balita di Indonesia masih menjadi tantangan serius. Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya pengetahuan orang tua khususnya ibu mengenai pentingnya pemenuhan gizi anak. Praktik pemberian makanan yang tidak tepat seperti penggunaan susu kental manis untuk bayi atau kurangnya pemahaman tentang makanan pendamping ASI yang seimbang dapat menyebabkan anak mudah terserang penyakit infeksi, terganggunya pertumbuhan fisik, bahkan berisiko mengalami stunting. (Juairia et al., 2022)
Data global menunjukkan bahwa pada tahun 2024 terdapat 150,2 juta anak balita di dunia mengalami stunting, 42,8 juta mengalami wasting dan 35,5 juta mengalami kelebihan berat badan (overweight) (World Health Organization., 2024). Di Indonesia sendiri, prevalensi stunting mengalami penurunan dari 21,5% pada tahun 2023 menjadi 19,8% pada tahun 2024 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia., 2023). Meski menurun, angka tersebut masih jauh dari target ideal dan menunjukkan bahwa masalah gizi balita masih membutuhkan perhatian serius. Dampak dari stunting tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga berdampak pada produktivitas nasional, pertumbuhan ekonomi, hingga memperlebar ketimpangan sosial. Bahkan, Global Nutrition Report menyebut bahwa stunting dapat menurunkan GDP hingga 11% dan mengurangi pendapatan pekerja dewasa sebesar 20%. (Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, 2020)
Dalam menghadapi kondisi ini, perawat komunitas memegang peran sentral dalam upaya promotif dan preventif. Mereka tidak hanya bertugas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu dan kader posyandu tetapi juga terlibat langsung dalam pemantauan status gizi anak melalui kegiatan seperti penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, dan lingkar lengan secara rutin di Posyandu. Selain itu, perawat juga berperan dalam edukasi pemberian ASI, imunisasi, penyediaan makanan bergizi, dan meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan dasar. (Asatuti et al., 2021)
Namun, meskipun berbagai program telah berjalan, efektivitas pelaksanaannya masih belum optimal. Kurangnya sumber daya, rendahnya partisipasi keluarga, serta terbatasnya akses terhadap informasi kesehatan menjadi hambatan utama. Oleh karena itu, optimalisasi peran perawat komunitas menjadi hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa setiap balita mendapatkan perhatian yang cukup dalam pemenuhan gizi. Dengan peran yang lebih maksimal, diharapkan status gizi balita dapat meningkat secara signifikan dan membawa dampak positif terhadap kesehatan agregat komunitas secara menyeluruh.
Pembahasan
Permasalahan gizi pada balita merupakan salah satu isu krusial dalam dunia kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Meskipun dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia masih dihadapkan pada tingginya angka gizi buruk, khususnya stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan tinggi badan anak lebih rendah dari standar usianya. Masalah ini bukan hanya berdampak pada aspek fisik, melainkan juga mempengaruhi perkembangan kognitif, tingkat kecerdasan, dan produktivitas anak di masa mendatang. (Anggraini et al., 2025)
Keperawatan komunitas merupakan salah satu elemen penting dalam sistem pelayanan kesehatan yang memiliki peran strategis dalam penanggulangan masalah gizi. Perawat komunitas tidak hanya fokus pada pelayanan kuratif, tetapi lebih menekankan pendekatan promotif dan preventif yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat secara menyeluruh. Dalam konteks gizi balita, perawat komunitas menjadi garda terdepan yang menjembatani antara program kesehatan dan penerima manfaat, yaitu keluarga dan anak-anak balita. (Indra, 2023)
Salah satu tantangan utama dalam penanganan gizi buruk adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya gizi seimbang dan pencegahan stunting. Banyak orang tua, khususnya ibu, belum memahami konsep dasar gizi, pemberian makanan pendamping ASI yang tepat, serta dampak jangka panjang dari kekurangan gizi. Kondisi ini menjadi alasan mengapa peran edukatif perawat komunitas sangat dibutuhkan, khususnya dalam meningkatkan kesadaran dan pengetahuan keluarga mengenai pentingnya asupan gizi yang cukup dan seimbang pada masa awal kehidupan anak. Peran promotif yang dilakukan oleh perawat komunitas meliputi penyuluhan gizi, edukasi tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif dan makanan bergizi, serta pelatihan bagi kader posyandu untuk melakukan pemantauan tumbuh kembang anak secara rutin. Selain itu, perawat juga mendorong masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat yang berkaitan erat dengan status gizi anak. (Agri et al., 2024)
Di sisi lain, upaya preventif dilakukan melalui imunisasi dasar, pemberian vitamin dan suplemen seperti vitamin A serta yodium, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala di posyandu dan kunjungan rumah. Dalam rangka meningkatkan efektivitas peran tersebut, perlu dilakukan optimalisasi peran perawat komunitas melalui strategi yang terarah. Pertama, peningkatan kapasitas perawat melalui pelatihan berkelanjutan dalam bidang gizi anak dan komunikasi kesehatan. Kedua, membangun kolaborasi lintas sektor dengan puskesmas, dinas kesehatan, tokoh masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat agar intervensi yang dilakukan menjadi lebih menyeluruh dan berkelanjutan. Ketiga, pemanfaatan media digital sebagai sarana edukasi yang lebih luas dan menjangkau kalangan ibu muda yang lebih akrab dengan teknologi. Keempat, inovasi kegiatan posyandu seperti kelas ibu balita, praktik pemberian MP-ASI sehat, serta forum diskusi orang tua yang dipandu oleh tenaga kesehatan. (Fabanyo, 2022)
Apabila peran perawat komunitas dapat dioptimalkan secara efektif, maka berbagai dampak positif dapat diharapkan. Di antaranya adalah penurunan angka stunting dan wasting secara signifikan, peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai gizi anak, serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) khususnya pada pilar kesehatan dan ketahanan pangan. Selain itu, anak-anak yang tumbuh dengan status gizi baik akan memiliki peluang lebih besar untuk berkembang secara optimal, berprestasi di dunia pendidikan, dan berkontribusi positif bagi bangsa di masa depan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perawat komunitas memiliki peran kunci dalam mewujudkan kesehatan agregat balita melalui pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi. Optimalisasi peran tersebut bukan hanya menjadi tugas tenaga kesehatan semata, melainkan juga membutuhkan dukungan dari seluruh komponen masyarakat agar tujuan besar, yakni generasi Indonesia yang sehat dan unggul, dapat benar-benar terwujud.
Kesimpulan
Masalah gizi pada balita, khususnya stunting, merupakan tantangan serius yang berdampak besar terhadap kualitas sumber daya manusia di masa depan. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, prevalensi stunting di Indonesia masih cukup tinggi dan menunjukkan perlunya penanganan yang lebih komprehensif. Dalam hal ini, perawat komunitas memegang peranan penting melalui pendekatan promotif dan preventif yang terfokus pada edukasi, pemantauan tumbuh kembang, serta pemberdayaan keluarga dan masyarakat.
Optimalisasi peran perawat komunitas menjadi langkah strategis untuk meningkatkan status gizi balita, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan derajat kesehatan agregat komunitas secara keseluruhan. Dukungan pelatihan, kolaborasi lintas sektor, inovasi kegiatan posyandu, serta pemanfaatan media digital dapat memperkuat efektivitas intervensi yang dilakukan. Dengan kolaborasi yang sinergis antara tenaga kesehatan dan masyarakat, diharapkan akan lahir generasi anak Indonesia yang sehat, cerdas, dan siap bersaing di era global.
Â
Daftar Pustaka
Agri, T. A., Ramadanti, T., Adriani, W. A., Abigael, J. N., Setiawan, F. S., & Haryanto, I. (2024). Menuju pertumbuhan seimbang dalam tantangan SDGs 2 dalam penanggulangan kasus stunting di Indonesia. National Conference on Law Studies (NCOLS), 6(1), 128--144.
Anggraini, N. V., Suratmini, D., Wahyudi, C. T., & Rahmanti, S. S. (2025). Hubungan Tingkat Pengetahuan Makanan Bergizi Dan Pendidikan Ibu Dengan Sikap Dalam Upaya Pencegahan Stunting Pada Balita Di Rw. 011 Kelurahan Pejaten Timur. Jurnal Ilmiah Keperawatan IMELDA, 11(1), 79--87.
Asatuti, N. B., Sumardi, R. N., Ngardita, I. R., & Lusiana, S. A. (2021). Pemantauan status gizi dan edukasi gizi pada remaja sebagai upaya pencegahan stunting. ASMAT: Jurnal Pengabmas, 1(1), 46--56.
Fabanyo, R. A. (2022). Ilmu Keperawatan Komunitas. Penerbit NEM.
Indra, I. M. (2023). Pengantar Kesehatan Komunitas. Penerbit Tahta Media.
Indriyani, O., & Putri, N. R. (2023). Edukasi Pentingnya MP-ASI Sebagai Upaya Pencegahan Stunting Pada Masa Golden Anak. Journal of Midwifery in Community (JMC), 1(1), 22--28.
Juairia, J., Malinda, W., Hayati, Z., Ramadhanty, N., & Putri, Y. F. (2022). Kesehatan diri dan lingkungan: pentingnya gizi bagi perkembangan anak. Jurnal Multidisipliner Bharasumba, 1(03), 269--278.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Prevalensi stunting di Indonesia turun ke 21,6% dari 24,4%. Sehat Negeriku. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230125/3142280/prevalensi-stunting-di-indonesia-turun-ke-216-dari-244/%0A
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. (2020). Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting).
World Health Organization. (2024). Joint Child Malnutrition Estimates. https://www.who.int/data/gho/data/themes/topics/joint-child-malnutrition-estimates-unicef-who-wb%0A
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI