PENDAHULUAN
Pendidikan bukan hanya proses mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan juga upaya membentuk karakter dan kepribadian siswa. Di dalamnya, guru memiliki peran vital sebagai teladan, pembimbing, dan fasilitator dalam pertumbuhan intelektual dan emosional peserta didik. Untuk menjalankan peran tersebut secara etis dan profesional, guru diharuskan mematuhi kode etik profesi guru—sebuah panduan moral yang mengatur sikap, perilaku, dan hubungan antara guru dengan peserta didik, rekan sejawat, institusi, serta masyarakat.
Film Taare Zameen Par (2007) karya Aamir Khan menghadirkan refleksi tajam terhadap realitas pendidikan, khususnya bagaimana ketidaksadaran guru terhadap kebutuhan khusus siswa dapat berujung pada pelanggaran nilai-nilai pendidikan. Film ini juga secara kontras memperlihatkan sosok guru yang berhasil mengimplementasikan kode etik dengan baik, hingga mampu membangkitkan semangat belajar dan kepercayaan diri siswa yang sebelumnya terpuruk.Saya harap untuk semua guru bisa memiliki kode etik guru dan mengerti setiap keadaan siswa disekolah.
Melalui kajian ini , saya berusaha memberikan dukungan untuk pihak yang terkait didalam flim tersebut sekaligus memberi inspirasi sekalogus motivasi terhadap film ini karena ada film tersebut kita bisa melihat nilai nilai kode etik guru
Pelanggaran Kode Etik dalam Film Taare Zameen Par
Film ini menjadi pengingat bahwa guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga pembentuk jiwa dan karakter peserta didik. Kode etik guru bukanlah dokumen formal yang hanya dibaca saat pelatihan profesi, melainkan pedoman hidup dalam menjalankan tugas pendidikan dengan sepenuh hati dan penuh tanggung jawab.Jika kode etik dijalankan dengan baik, guru dapat menjadi cahaya yang menerangi jalan muridnya. Namun, jika diabaikan, guru justru bisa menjadi sumber luka yang membekas dalam hidup seorang anak.
Dalam film Taare Zameen Par terdapat beberapa adegan yang menggambarkan pelanggaran kode etik guru dan ada juga yang mematuhi kode etik guru . Melalui beberapa potongan film cerita tersebut kita dapat bagaimana karakter dsn sikap guru dalam menghadapi siswa nya yang memiliki kebutuhan khusus yaitu dileksia.
1. Menghina dan Mempermalukan Siswa
Menit 24-50
Dalam salah satu adegan awal, Ishaan diminta membaca di kelas oleh guru Bahasa Inggris. Namun, karena ia mengalami kesulitan dalam mengenali huruf dan kata dengan benar, ia tampak kebingungan dan tidak mampu membaca dengan lancar. Alih-alih memberikan bimbingan atau menunjukkan empati, guru tersebut malah marah secara terbuka, membentak Ishaan, dan menyebutnya sebagai “anak tidak tahu malu” di depan seluruh kelas.
pelanggaran kode etiknya :
Melanggar prinsip menghormati martabat peserta didik dan Guru seharusnya menjaga harga diri murid, terutama di ruang publik seperti kelas. Memarahi murid di depan teman-temannya bisa sangat melukai perasaan dan psikologis anak.
Tidak menunjukkan empati terhadap hambatan belajar .Guru tidak berusaha memahami bahwa kesulitan Ishaan bukan karena malas, tapi karena kondisi disleksia yang belum diketahui. Seharusnya guru bersikap suportif, bukan menyalahkan.
Menanamkan rasa takut dan rendah diri dari Sikap guru seperti ini bisa menyebabkan anak menjadi trauma, enggan berpartisipasi, dan semakin menjauh dari proses belajar. Rasa percaya diri Ishaan perlahan terkikis akibat perlakuan kasar dan tidak sensitif tersebut.