Mohon tunggu...
Riska Darmelia
Riska Darmelia Mohon Tunggu... Penulis Lepas.

Saya seorang penyuka genre romansa baik dalam bentuk bacaan mau pun tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Segelas Kopi Setiap Pagi

11 September 2025   17:35 Diperbarui: 11 September 2025   17:30 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kita tunda punya anak dulu, ya,"kata Ningrum pagi ini, setelah kami melewati malam pertama dengan tidur yang canggung.

Sontak saja alisku terangkat. Perempuan ini benar-benar sulit dimengerti. Padahal dialah yang minta buru-buru dinikahi, tapi pada pagi pertama pernikahan kami dia malah mengatakan sesuatu yang bertolak belakang begini. Benar-benar tidak bisa kupahami.

"Kenapa?"tanyaku. Memang hanya sepotong tanya yang bisa kulontarkan padanya. Aku benar-benar kehilangan kata-kata karena perempuan yang bahkan belum sempat aku miliki semalam.

"Aku masih ingin minum kopi setiap pagi. Sesederhana itu,"ucapnya sebagai jawaban.

Aku tercengang. Jadi demi masalah selera ia ingin kami... Ah lupakan. Sejak mengenalnya baru kali ini aku melihat keegoisan sekental ini. Bayangkan, hanya demi meminum minuman yang beresiko membuat keguguran ia menyuruhku... Sekali lagi, lupakan.

"Demi kopi, ya?"gumamku.

"Iya. Demi kopi,"sahutnya. "Aku sulit lepas dari kopi, Tino. Aku harap kamu mengerti."

Sebagai pecinta kopi aku paham, tetapi sebagai suaminya aku keberatan. Sejujurnya aku ini amat kolot soal urusan pernikahan. Bagiku menikah adalah soal membentuk keluarga, bukan hanya tentang hubungan antara suami dan istri. Menunda punya anak sama saja artinya dengan melecehkan harga diriku bagiku. Apa pacaran selama 3 tahun tidak membuatnya paham soal itu?

"Dari ekspresi wajahmu, kelihatannya permintaanku terlalu berat, ya?"

Aku diam saja lalu menyeruput kopi yang ia buatkan untukku. Kopi hitam robusta ini seperti biasa sesuai dengan seleraku, tapi pembicaraan kami membuat kenikmatannya berkurang. Harus bagaimana menjelaskan padanya jika aku tidak setuju? Walau ia sudah menyadari itu, aku ingin membuatnya lebih memahami pentingnya kehadiran seorang anak dalam pernikahan. Aku ingin membuatnya berubah pikiran.

"Cuma untuk satu tahun, Tino. Bersabarlah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun