Mohon tunggu...
risda yani
risda yani Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswa di Universitas Halu Oleo Kendari jurusan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senyummu Mengalihkan Duniaku

3 Desember 2014   04:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:11 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lima belas menit lagi, dosen akan masuk. Saya yang baru saja keluar dari mesjid untuk menunaikan sholat ashar, semakin mempercepat langkah menuju fakultasku. Ditengah carut marutnya pikiranku, bagaikan benang kusut yang susah untuk dicari ujungnya. Saya pusing dengan tugasku yang belum kelar, ditambah lagi dengan keadaan dirumah yang begitu menyayat hati. Huft, sebenarnya saya agak malas masuk kuliah sore ini, badanku terasa pegal, capek karena seharian ini aku menjelajahi kampus, ditemani matahari yang begitu terik, dengan kondisi jalanan yang berdebu bak berada di padang pasir. Debu yang ada dijalanan membuat sepatu yang kupakai berwarna hitam bergantiwarna menjadi abu-abu.

Dengan langkah tergesa – gesa akhirnya saya tiba dan langsung memasuki ruangan. Aku mendapati mahasiswa hanya beberapa orang saja disana. “Dimana teman-teman yang lain?” Tanyaku kepada salah seorang temanku. “Dilantai atas , lagi rapat.” Jawabnya. Saya tidak bertanya lagi mereka rapat apa, saya langsung melihat buku catatan milik temanku itu yang tergeletak didepannya. Mengingat informasi dari salah seorang teman, kalau hari ini ada tugas dari dosen. Ya dosenku yang satu ini, punya cirri khas dalam proses perkuliahan yaitu menunjuk mahasiswa untuk menjelaskan tugas yang telah diberikan. Ia sering menyebutnya dengan arisan. Siapa yang disebut namanya maka ialah yang jatuh arisannya. Ah bagaimana jika saya yang jatuh arisannya sebentar, saya belum belajar, hanya sekedar membaca tulisan teman yang ada disampingku ketika proses perkuliahan sebelumnya. Duh, bagaimana ini?

“Mana yang lain?” Terdengar suara dari depan pintu. Rupanya dosenku sudah datang, maka bertambah teganglah saya. Seperti biasa beliau masuk dengan wajah yang berseri – seri dengan senyum yang selalu melekat di wajahnya. Pembawaan yang ramah di balut dengan busana muslimah, semakin anggun dan sejuk di pandang mata. Karena melihatteman-teman yang lain belum hadir, maka ibu menyuruh salah satu temanku untuk memanggil mereka yang berada diluar, sambil menulis di papan tulis tentang materi yang akan dibawakannya sore itu. Tidak lama kemudian, teman-temanku masuk.

Siapkan kertas satu lembar, tulis nama dan stambuk! Perintah ibu kepada kami.Dugaanku tepat. Ibu akan menyuruh kami untuk menuliskan apa yang telah dipelajari mengenaitugas yang telah diberikan minggu lalu. Sedangkan minggu lalu saya tidak hadir. Saya mengeluarkan kertasku. Ah ternyata saya tidak punya folpen. Ya Allah bagaimana ini? Saya menanyakan kepada teman-teman yang ada disampingku tetapi tak seorang pun yang mempunyaidua folpen. Saya memutuskan untuk lari kekantin, selagi ibu masih mengabsen. Ternyata dikantin tidak ada folpen juga, perasaanku bertambah kacau, rasanya saya ingin pulang saja. Ditengah keputus asaan, aku mencoba menanyakan folpen kepada orang – orang yang ada di sekitar itu, ternyata ada seseorang yang mau memberikanku folpennya. Saking tergesa- gesa saya tidak menanyakan namanya, mukanya juga saya tidak perhatikan. Lalu bagaimana caranya aku mengembalikannya? Ah sudahlah itu urusan nanti. Aku masuk ruangan, berharap namaku belum dipanggil.

Tepat sekali setelah saya masuk, ibu langsung memanggil namaku. “Annisa..? saya kemudian menjawab,hadir bu”. Ia memanggil namaku sambil melihatku dengan senyum manisnya dan wajahnya yang berseri-seri. Entah mengapa melihat itu, keteganganku berangsur –angsurmenurun. Melihat perlakuan ibu kepadaku, hatiku nyaman, tak ada beban. Apa yang terjadi padaku? Dengan santai saya menuliskan jawaban dari soal yang ibu berikan, saat itu pikiranku lumayan cepat padahal aku baru baca tadi di catatan temanku. Namun yang kubaca itu bisa kutuliskan dengan baik.

Waktunya habis, saatnya untuk di kumpul. Dalam kurun waktu yang begitu singkat. Kumerasakan perubahan dalam diriku. Apa yang membuatku seperti ini? Apa penyebabnya? Senyum itu, apakah karena senyum itu? Ya tidak salah lagi. Senyum begitu sederhana. Tetapi bisa meneduhkan orang yang melihatnya. Senyum itu ibadah, senyum itu sedekah. Inikah keajaiban sebuah senyuman? Senyum tulus yang lahir dari hati, yang memancarkan aura bahagia bagi siapa saja yang melihatnya.

Menakjubkan. Disore ini kumenyaksikan betapa dahsyatnya kekuatan sebuah senyuman. Oh dosenku, senyummu mengalihkan duniaku. Dunia yang tadinya tak karuan, menjadi dunia yang nyaman. Teduh. Senyum kelihatan kecil, murah tapi mengandung sebuah kebaikan. Sebuah hal kecil tetapi bisa mengubah perasaan seseorang dalam sekejap.

Disepanjang jalan pulang pun, kutak habis pikir dengan apa yang saya alami tadi. Sampai di kost peristiwa itu masih saja terlintas. Adzan maghrib mulai berkumandang, Alhamdulillah waktunya berbuka puasa. Ya allah, diujung senja hari Asyura* ini, engkau menunjukkan kasih sayang-Mu, mengajariku agar tidak meremehkan sekecil apapun karunia dari-Mu. Ya seperti senyuman itu.

“Setiap kebaikan adalah shadaqah. Dan termasuk kebaikan jika engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri… (Hadis riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi, ia berkata hadis ini Hasan Shahih dari Jabir Bin Abdillah)

*hari asyura= hari yang di sunahkan untuk berpuasa bagi agama islam yakni pada tanggal 10 muharram.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun