Mohon tunggu...
Dwi Rini Endra Sari
Dwi Rini Endra Sari Mohon Tunggu... -

Lahir di Jakarta...smp-kuliah di Jogja kembali lagi ke Jakarta untuk mengabdi kepda negara di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketebalan Es Menyusut 5,26 M

11 November 2015   09:49 Diperbarui: 11 November 2015   12:34 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini wilayah kita sering merasakan suhu yang ekstrim kadang merasakan panas dan kadang kita pun merasakan suhu yang drop. Suhu panaspun perah dirasakan di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk wilayah Ibukota yang pernah diterjang suhu tinggi, terlebih saat musim kemarau. Tak hanya itu, pergeseran musim pun juga terjadi. Musim seolah-olah sudah tidak menentu. Kondisi ini disebabkan oleh adanya peningkatan emisi karbon dari aktivitas kita sebagai manusia. 

Bumi yang kita pinjak sudah tidak ramah dengan kita. Kondisi inilah yang seharusnya dijadikan cerminan dari apa yang telah kita berbuat terhadap alam kita.Kearifan kita terhadap alam sudah tidak ada lagi nilainya. Manusia menjadikan alam sebagai objek. keserakahan mereka.

Puncak gunung es puncak Jaya  Papua akan menjadi sebuah cerita lama,  sudah tidak ada lagi salju abadi. Kondisi ini terbukti dari kesaksian seorang pendaki gunung `seperti yang dikatakan Irawan, salah satu pendaki dari Tim 7 Summit Expedition pada 2010 sampai 2012 lalu yang dikutip pada laman merdeka.

Menurut kesaksiannya, Irwan menuturkan bahwa dirinya yang pernah mendaki Puncak Cartenz. Keprihatinan itu muncul tatkala pada pendakian 2008 Dia melihat salju abadi telah hilang sepanjang 200 meter dari lidah gletser di Puncak Cartensz bagian timur. "Sudah bergeser 200 meter dari lidah gletser,seperti yang dikutip pada laman Merdeka.

Salah satu pendaki, Dwi yang turut mendaki puncak Cartenz yang saat itu mendaki bersama Kepala Bdang Iklim dan Kualitas Udara, Dodo Gunawan mengutarakan bahwa ketebalan es di Puncak Cartenz telah mengalami penipisan.

Penipisan balutan es yang menyelimuti puncak gunung tersebut membuktikan bahwa bumi kita kian lama semakin rusak dan panas. . Mungkin kedepannya sudah tidak ada julukan lagi es abadi.

Suhu semakin lama semakin panas, kondisi ini merupakan akibat dari ulah manusia  yang sudah tak lagi ramah dengan lingkungan. Mau dan relakah kita berdiam diri membiarkan alam kita menjadi rusak?

BMKG Berangkatkan 6 Peneliti Ke Kutub Selatan & Puncak Jaya Papua

Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, M. Eng melepas 6 peneliti untuk melakukan ekspedisi ke puncak Jaya Papua dan Kutub Selatan. Pada ekspedisi ke Kutub Selatan untuk memahami pengaruh laut terhadap iklim dan cuaca, Sementara ekspedisi ke Puncak Jaya Papua untuk memahami dampak pemanasan global terutama di wilayah torpis (Khatulistiwa).

Dua peneliti yang melakukan kedua ekpedisi tersebut adalah: Wido Hanggoro dan Kadarsah yang akan melakuan ekpedis ke Stasiun Meteorologi Davis di Kutub Selatan bersama dengan Tim Ekspedisi Bureai of Meteorology (BoM)-Australian Antarctc Division (AAD). Empat nama lagi yang melakukan ekpedisi ke Puncak Jaya Papua adalah Dyah Lukita Sari, Ferdikka A. Harapak, Najib Habibie, dan Donny Kristianto.

Kepala BMKG mengutarakan bahwa kedua ekspedisi tersebut dapat dijadikan masukan yang berharga bagi rangkaian penelitian tahun 2017-2019 yang merupakan Tahun Benua Maritim (Year of Maritime Continent-YMC) dan Year of Polar Initiative di Antartika. Masukan tersebut merupakan batu-tapak pemahaman hubungan tekoneksi klim antara wilayah tropis dengan antartika.

Kegiatan ekspedisi ini pun mendukung program Joko Widodo  di dunia kemaritiman karena mengingat Indonesia merupakan wilayah lautan lebih dari 70%, dari situasi inilah pemerintah mentikberatkan pada program kemaritiman .

Kita sadar bahwa Indonesia merupakan wilayah yang unik, mengapa?Ya, karena Indonesia dikelilingi lautan dan dihiasi teluk dan semenanjung. Tak hanya itu, Indonesia pun memiliki gunung dan pergunungan yang berjejer. Kondisi inilah yang membuat wilayah Indonesia menjadi wilayah pertemuan angin.

Wilayah Indonesia sering didominasi oleh Sirkulasi monsoon dingin Asia (Oktober-Maret) dan Sirkulasi monsoon panas Australia (April-September). Kedua sirklusi tersebut sangat berpengaruh pada faktor iklim di Indonesia.

Posisi strategis geografi Indonesia menjadi kunci pemahaman dinamika iklim dan geografi Indonesia menjadi kunci pemahaman dinamika iklim dan perubahannya.  Langkah ini menjadi bagian dari BMKG untuk melakukan penelitian sebagai upaya pelayanan meteorologi, klimatologi, dan geofisika serta peningkatan SDM Indonesia.

Stake Ditemukan, Bukti Penyusutan Ketebalan ES

Tahun 2010, tepatnya 5 tahun yang lalu, telah dilakukan pengeboran es (drilling ice core) di Puncak Soemantri yang berada di Pegunungan Soedirman, Timika, Papua. Kegiatan ini bekerjasama antara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dengan The Ohio State University dan PT. Freeport Indonesia.

Pada ekspedisi ini, di glacier sekitar Puncak Sumantri telah dibor lapisan esnya pada tiga tempat  dengan kedalaman yang berbeda, yaitu: 32,13 m; 31,5m; dan 26, 19 m. Dari ketiga lubang bekas bekas pengeboran salah satunya  yang berada di Puncak Sumantri yang diberikan tanda berupa pipa yang dihubungkan dengan tali didalamnya, serta tiang sebagai penanda diatasnya.

Tahun 2014  pun dilakukan penelitian ke Puncak Sumantri, untuk mengecek perubahan ketebalan es dengan mengukur perubahan tiang yang tertimbun es tetapi stake yang “ditanam saat 2010 tidak dapat ditemukan.

Satu tahun berikutnya, empat peneliti BMKG bersama tim dari Ohio State University dan PT Freeport melakukan ekspedisi ke Puncak Sumantri selama 7 hari . Perjalanan ini pun tak jarang menghadapi cuaca yang sering berubah dan sulit ditebak, sering terjadi hujan pada siang dan malam di wilayah Tembagapura, seperti kesaksian salah satu Tim Ekpedisi BMKG, Muhammad Najib Habibie.

Salah seorang peneliti wanita, Dyah Lukita Sari menceritakan bahwa  Tim berangkat dari Jakarta Pada minggu (1/11) malam pukul 21.00 dan tiba di Tembagapura Senin pagi (2/11).  Setelah melakukan  cek kesehatan pada hari senin, dan rapat dalam menentukan target ekpedisi dengan Environmental Departement, mereka melakukan fly over pada Rabu (4/11)  pukul 7.15 WIT dengan menggunakan chooper.

Pada melakukan fly over, tim yang ikut terlibat adalah Yohanis Kaize (Enviro), Rumlus D (ERG) dan Muhammad Najib Habibie (BMKG). Perjalanan mmenggunakan chooper menempuh waktu 20 menit hingga pada akhirnya tiba ke glacier dan menemukan stake pukul 07.35 WIT .

Pada saat itu, cuaca cepat berubah , dan waktu yang diberikan pilot chooper hanya 5 menit. Tim segera melakukan pengukuran stake, mengukur tebal salju, mengambil sampel salju, dan mendokumentasikannya. Setelah selesai pengukuran, dengan cepat glacier tertutup awan sehingga chooper harus segera mengudara lagi untuk menghindari kecelakaan. Pukul 08.00, tim sampai ke helipad lagi.

Pada fly over ini stake dengan mudah di temukan karena sudah berada di permukaan es. Hal ini berkaitan dengan fenomena El Nino tahun 2015 yang berpengaruh sangat besar terhadap pencairan es di Pegunungan Soedirman. El Nino ini berpengaruh terhadap tidak turunnya hujan di Tembagapura selama hampir 2 bulan, dengan kondisi ini maka es yang berada di Pegunungan banyak yang mencair. Posisi stake saat ditemukan sudah berada di permukaan es.

Dari hasil pengukuran stake, ditemukan bahwa dibandingkan dengan kondisi 2010, bahwa pada 2015 terjadi pengurangan ketebalan lapisan es sebesar 5,26 m. Akan tetapi pengurangan ini berlaku secara linear atau fluktuatif bergantung musim dan fenomena global (El Nino Southern Oscillasion / ENSO), belum diketahui secara pasti. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan secara berkesinambungan mengenai siklus pencairan dan pembentukannya.                                                                                                                  

Penipisan ketebalan es menunjukkan bahwa adanya aktvitas el –nino yang memicu terjadinya pencairan es dan menghambat terjadinya pembentukan salju baru.

Seperti yang dikatakan Najib, bahwa Cuaca di Tembagapura berangsurpulih dengan terjadinya hujan di siang hingga malam  selama seminggu sebelum ekpedisi, Kondisi ini berpengaruh terhadap pembentukan salju baru.  Hal ini terbukti saat tim melihat adanya ketebalan laju baru setebal 6-7 cm. Siklus pembentukan dan pencairan salju di Pegunungan Soedirman ini yang perlu diketahui lebih lanjut. (rn).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun