Mohon tunggu...
Suripman
Suripman Mohon Tunggu... Akuntan - Karyawan Swasta

Pekerja biasa, menulis alakadarnya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kemarau Hati di Damai yang Sekarat

11 Desember 2018   17:53 Diperbarui: 11 Desember 2018   18:41 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

musim ini, hujan tak lagi basah

gumpalan lava menguapkan setiap tetesnya hingga tak bersisa

meninggalkan merpati dalam gelepar sekarat karena dahaga

amuk angin telah meruntuhkan awan

mengusirnya jauh hingga ujung batas kewarasan

dan para pemakan bangkai memburunya tanpa belas kasihan

pada jiwa-jiwa yang nuraninya terampas

terbalut hati hitam dengan jubah-jubah kertas

mendidih dari dalam serupa tungku-tungku panas

lalu untuk apa doa-doa dipanjat?

Jika melangkah gelap dengan mata maksiat?

jika lidah kalap menyimpan benci berkarat?  

Jakarta, 11 Desember 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun