Mohon tunggu...
Nova Rio Redondo
Nova Rio Redondo Mohon Tunggu... #Nomine Best Student Kompasiana Award 2022

Mahasiswa Teknologi Informasi UIN Walisongo Semarang. Personal Blog: novariout.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menunggu Waktu yang Tepat, Sampai Akhirnya Semua Sudah Terlambat

9 Juni 2025   21:33 Diperbarui: 10 Juni 2025   09:39 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menunggu Waktu yang Tepat | shutterstock.com

Hari ini, saya baru saja membuka galeri ponsel dan menemukan foto lama. Sebuah momen sederhana namun begitu berarti sekarang. Sebuah senyum, tawa, dan tatapan yang entah sejak kapan tak lagi saya lihat secara langsung.

Dulu, saya berpikir akan selalu ada waktu untuk bertemu lagi, untuk mengobrol lebih lama, untuk mengatakan hal-hal yang selama ini tertunda. Tapi nyatanya, waktu tidak menunggu kesiapan kita. Dan saya sadar, waktu yang tepat itu ternyata tidak pernah benar-benar datang.

Kita sering kali terlalu sibuk menunda dengan alasan-alasan yang terdengar masuk akal seperti "Nanti kalau sudah longgar," "Besok saja pas sudah siap," atau "Tunggu momen yang pas." 

Padahal, momen terbaik itu sering kali bukan yang kita rencanakan, melainkan yang kita pilih untuk hadir sekarang juga. Kita menanti waktu ideal, sampai akhirnya semua hanya jadi penyesalan yang terlambat disadari.

Banyak dari kita merasa baik-baik saja saat menunda. Tidak ada yang langsung meledak, tidak ada sirene yang berbunyi saat kita memilih untuk menunggu. Tapi justru di situlah bahayanya.

Penundaan itu datang diam-diam, dengan bungkus kenyamanan. Kita tidak merasa sedang rugi apa-apa, sampai waktu benar-benar menunjukkan taringnya. 

Mau itu menghubungi orang tua, menyelesaikan tugas, minta maaf ke sahabat, memulai usaha, hingga menyatakan perasaan, semuanya sering kita tunda karena merasa belum waktunya.

Memang harus hati-hati dan penuh pertimbangan, terkadang sebenarnya belum itu bukan waktunya, tapi keberanian kita untuk mengambil langkah.

Saya tidak sedang bicara dari atas podium, saya bicara dari barisan penonton yang pernah beberapa kali menyesal karena menunggu terlalu lama. Kita pikir masih ada besok, padahal besok itu hak istimewa yang belum tentu diberikan. 

Waktu Tidak Pernah Menunggu

Lucunya, kita tahu waktu itu terus berjalan. Tapi tetap saja memperlakukannya seolah-olah dia akan setia di tempat.

Kita sering menganggap hidup seperti menonton film yang bisa dipause, bisa diulang, tinggal drag ke menit mana pun yang kita suka.

Padahal kenyataannya, hidup lebih mirip siaran langsung, apa yang terlewat ya sudah. Replay-nya cuma bisa kita nikmati lewat ingatan, bukan kenyataan.

Kita bilang, "Belum waktunya aku ke sana," atau, "Nanti aku baru mulai kalau sudah yakin." Tapi dunia tidak menunggu kita yakin. Dunia terus bergerak, dan saat kita sibuk menunggu, peluang diam-diam lewat di depan mata, menoleh sebentar, lalu pergi tanpa pamit.

Ada yang pernah bilang, "Penyesalan itu datang di akhir, kalau di awal namanya pendaftaran." Meski klise, tapi ada benarnya.

Banyak orang menunda karena menunggu momen yang sempurna. Padahal, hidup tidak sedang mencari kesempurnaan, tapi kejujuran dalam menjalaninya.

Kadang kita berpikir harus punya kamera bagus dulu buat mulai bikin konten. Harus punya modal besar dulu baru berani jualan. Harus siap secara mental dulu baru berani minta maaf. Tapi logikanya, kalau tidak dimulai, kapan siapnya?

Sama seperti menunggu matahari dan bulan muncul bersamaan di langit sore, bagus sih kalau terjadi, tapi jangan dijadikan patokan untuk mulai bergerak. Karena momen sempurna itu mitos. Yang ada hanyalah momen sekarang, yang bisa kita pilih untuk dimaknai.

Satu hal yang kadang kebayakan manusia lupa: yang kita tunda hari ini, belum tentu masih bisa kita kejar esok hari. Bukan hanya karena waktu, tapi karena hidup sendiri berubah. Orang berubah. Situasi berubah. Kita pun berubah. 

Hari ini kita menunda ngobrol dengan orang tua, besok mereka mungkin tak lagi seceria dulu. Hari ini kita menunda minta maaf ke sahabat, besok dia sudah tak lagi membuka pintu yang sama.

Waktu bukan hanya soal jumlah detik, tapi soal momentum. Dan momentum itu punya rasa seperti hangat, dekat, hidup. Saat ia lewat, yang tertinggal hanya ruang kosong yang dulu penuh kemungkinan.

Momen Tidak Datang Dua Kali

Pernahkah kamu menyesal karena melewatkan satu momen yang ternyata jadi terakhir kalinya? Seperti terakhir kali kumpul keluarga lengkap. Terakhir kali bertemu guru yang dulu sering menegur. Terakhir kali tertawa lepas dengan teman seperjuangan.

Kita tak tahu kapan "terakhir" itu terjadi, dan karena itu, setiap momen seharusnya dianggap istimewa.

Jangan tunggu hari ulang tahun untuk memberi perhatian. Jangan tunggu perpisahan untuk mengungkapkan rasa. Jangan tunggu kehilangan untuk mulai menghargai kehadiran.

Pada akhirnya, kita selalu punya pilihan yaitu menunggu atau menjemput. Menunggu waktu yang (katanya) tepat, atau menjemput momen sekarang dengan segala ketidaksempurnaannya.

Saya tidak bilang semua harus tergesa-gesa. Tapi jangan sampai kita terlalu lama diam sampai dunia lupa mengajak kita ikut berjalan.

Mulailah dari yang sederhana. Duduk dan dengarkan cerita orang tua. Buat jurnal kecil tentang rasa syukur hari ini. Tidak perlu menunggu "besar" untuk merasa berarti. Yang penting bukan skala momen, tapi kehadiran kita di dalamnya.

Hari ini, bukan besok, adalah kesempatan paling nyata yang kita punya. Hari ini adalah waktu paling "tepat" untuk memulai sesuatu yang sudah terlalu lama tertunda. Hari ini adalah hadiah, bukan jaminan masa depan, dan itu alasan kenapa harus dimaknai sepenuh hati.

Jangan biarkan penyesalan datang lebih dulu dari keberanian. Jangan tunggu waktu yang sempurna, karena bisa jadi waktu yang kamu punya sudah habis saat kamu menunggu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun