Mudik adalah tradisi yang tak tergantikan bagi masyarakat Indonesia. Setiap tahun, jutaan orang berbondong-bondong kembali ke kampung halaman demi berkumpul dengan keluarga.
Momen ini penuh dengan kehangatan, nostalgia, dan kebahagiaan. Tapi, di balik hiruk-pikuk perjalanan mudik, ada satu hal yang sering luput dari perhatian kita yaitu jejak karbon yang kita tinggalkan.
Pernahkah kamu berpikir, berapa banyak bahan bakar yang terbakar selama periode mudik? Dari kendaraan pribadi, bus, pesawat, hingga kapal laut, semua moda transportasi ini menghasilkan emisi karbon yang berkontribusi pada pemanasan global.
Pesawat misalnya, menjadi salah satu penyumbang emisi terbesar. Satu penerbangan Jakarta-Surabaya saja bisa menghasilkan sekitar 100-150 kg CO2 per penumpang.
Kendaraan pribadi juga tidak kalah buruknya. Mobil berbahan bakar bensin atau solar menghasilkan sekitar 2,3 kg CO2 per liter bahan bakar yang digunakan. Bayangkan jika setiap orang memilih kendaraan pribadi tanpa mempertimbangkan transportasi yang lebih ramah lingkungan.
Mudik Hijau Mungkinkah?
Banyak yang berpikir bahwa "mudik hijau" hanyalah wacana dan sulit diterapkan. Padahal, dengan sedikit kesadaran dan perubahan pola pikir, kita bisa mengurangi jejak karbon tanpa harus mengorbankan kebahagiaan mudik.
Menyarankan seseorang untuk menggunakan transportasi publik untuk mudik mungkin terlalu biasa, dan kita juga tau sendiri hasilnya bagaimana.
Walaupun transportasi publik lebih efisien dalam mengangkut banyak orang sekaligus, sehingga emisi per penumpang jauh lebih rendah dibanding kendaraan pribadi, hal tersebut masih menjadi tantangan tersendiri.
Mempertimbangkan untuk berbagi kendaraan dengan keluarga atau teman yang satu arah, mungkin sedikit lebih baik. Selain menghemat biaya bahan bakar, ini juga bisa mengurangi jumlah kendaraan di jalan dan menekan emisi karbon.
Jika memiliki akses ke kendaraan listrik atau hybrid, gunakanlah sebagai pilihan utama. Mobil listrik tidak menghasilkan emisi karbon secara langsung, sementara kendaraan hybrid lebih hemat bahan bakar dibandingkan mobil konvensional.