Saat kecil, banyak dari kita bermimpi menjadi sesuatu yang luar biasa. Ada yang ingin jadi astronot dan menjelajahi luar angkasa, ada yang ingin jadi dokter untuk menyelamatkan nyawa manusia, atau bahkan jadi pahlawan super seperti di film-film.
Pemikiran anak-anak memang mengasyikan, seperti membayangkan dunia penuh kemungkinan, tanpa batasan, dan tanpa realita yang membelenggu.
Tapi seiring bertambahnya usia, ambisi terkadang mengalami mutasi, bisa secara perlahan atau drastis. Mimpi yang dulu terdengar begitu heroik kini berubah menjadi sesuatu yang lebih realistis atau bahkan lebih pragmatis.
Dulu Mau Jadi Pahlawan, Sekarang Mau Jadi Sultan
Ingatkah saat kita kecil dan guru bertanya, "Cita-citamu apa?" Jawaban kita seringkali luar biasa. "Aku mau jadi astronot!" atau "Aku mau jadi presiden!" tanpa sedikit pun keraguan.
Tapi sekarang, kalau kita tanya generasi muda atau bahkan diri kita sendiri, jawabannya mungkin terdengar lebih membumi: "Aku mau menjadi orang sukses" terlalu biasa.
Bukannya kita kehilangan semangat dan idealisme, tapi dunia mengajarkan kita bahwa impian besar butuh modal, usaha, dan terkadang kompromi.
Seorang anak yang dulu ingin menjadi peneliti mungkin sekarang memilih jadi content creator karena lebih menjanjikan secara finansial.Â
Yang dulu ingin jadi ilmuwan kini berpikir bahwa bisnis lebih menguntungkan. Apakah ini artinya manusia menjadi lebih pragmatis? Mungkin, dan itu belum tentumenjadi sesuatu yang buruk.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia mengajarkan kita tentang batasan. Saat kecil, kita tidak tahu tentang biaya kuliah, lapangan kerja yang kompetitif, atau betapa sulitnya mendapatkan pendanaan untuk penelitian.
Kita hanya tahu bahwa kita ingin melakukan sesuatu yang hebat. Tapi ketika sudah tumbuh, kita menyadari bahwa ada tanggung jawab lain seperti membayar tagihan, menghidupi keluarga, dan memastikan masa depan yang stabil.
Bukan berarti seseorang harus membuang impian masa kecilnya. Justru, dengan itu manusia bisa melihat bagaimana impian itu bisa beradaptasi dengan realita.
Mungkin kita tidak menjadi dokter, tetapi kita bisa bekerja di industri kesehatan dengan cara lain. Dunia tidak selalu memberi kita jalan lurus menuju mimpi kita, tapi selalu ada cara untuk tetap mendekatinya.
Realita adalah Ujian Sesungguhnya
Dunia nyata dipenuhi dengan keterbatasan seperti sumber daya yang terbatas, kondisi ekonomi yang fluktuatif, serta tekanan sosial dan budaya.Â
Realita juga bisa berbentuk kegagalan dan hambatan yang menguji seberapa kuat seseorang bertahan untuk mencapai impiannya.
Di sinilah pentingnya memiliki mentalitas yang tangguh. Banyak tokoh sukses di dunia yang harus menghadapi kegagalan berkali-kali sebelum akhirnya mencapai kesuksesan.
Thomas Alfa Edison, misalnya, mengalami ribuan kegagalan sebelum akhirnya menemukan bola lampu yang berfungsi.Â
Jack Ma, pendiri Alibaba, pernah ditolak dalam berbagai kesempatan kerja sebelum akhirnya membangun perusahaan e-commerce raksasa yang dikenal di seluruh dunia.
Tantangan dalam realita juga bisa berasal dari perubahan sosial yang terjadi dengan cepat. Dunia yang semakin digital menuntut individu untuk terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi agar tidak tertinggal.
Oleh sebab itu, fleksibilitas dan kemampuan untuk belajar menjadi kunci dalam menghadapi realita yang sering kali tidak sesuai dengan ekspektasi awal.
Ambisi adalah Apa yang Kita Lakukan
Pada akhirnya, evolusi ambisi bukan hanya tentang perubahan profesi atau tujuan hidup. Ini tentang bagaimana tetap memiliki sesuatu yang membuat kita terus maju, sesuatu yang lebih besar dari sekadar status atau kekayaan.
Tidak masalah jika impian seseorang berubah, yang penting adalah bagaimana orang tersebut menjalaninya.
Jadi, jika hari ini kita merasa impian masa kecil mulai bergeser, jangan langsung berpikir bahwa kita gagal atau menyerah. Mungkin itu hanya bentuk baru dari ambisi yang lebih sesuai dengan realita.
Mengingat satu hal ini juga perlu. Bahwa dunia modern menawarkan banyak kesempatan bagi mereka yang mau berusaha dan beradaptasi.
Evolusi ambisi bukan tanda menyerah, tapi cara baru untuk tetap melangkah. Yang terpenting bukan seberapa besar impianmu, tapi seberapa jauh kamu berjuang untuknya.
Realita memang keras, tapi bukan berarti kita harus menyerah pada kenyamanan. See you. Adios.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI