Mohon tunggu...
Jari Bicara
Jari Bicara Mohon Tunggu... Jurnalis - Salam literasi!

Channel ini beragam isinya, seperti buku harian yang selalu aku sembunyikan di dalam laci.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hitam Pekat

16 April 2024   14:13 Diperbarui: 21 April 2024   17:15 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://palu.tribunnews.com/2019/02/24/waspadai-teman-ternyata-kita-bisa-mudah-menyerap-energi-negatif-dari-sekitar

"Aku melihat terang di dalam gelap, yang mungkin tak kau lihat."

Sebagian besar aura tubuh bagas berwarna hitam. Begitulah cara masyarakat menilai seseorang di kota ini, setiap kelakuan baik akan beraura putih, sedangkan yang berkelakuan buruk beraura hitam.

"Hey kotor, sebaiknya kau mati saja!" seseorang memaki dengan lantang.

Baca juga: Tidak Sewarna

"Dasar penjahat." tambah seorang lainnya.

Bagas terus berjalan, tak menghiraukan setiap makian yang ditujukan padanya. Mungkin ini yang harus ia tanggung dari dosa kelam di masa lalu. Sepanjang melewati pasar siang itu, bagas terus mendapati dirinya selalu dicibir dan dipandang sebelah mata.

Kini bagas telah sampai pada ujung pasar, ia melihat dari kejauhan ramai orang sedang berkerumun dan bersorak-sorak. la mendesak masuk ke dalam kerumunan orang itu, ternyata telah tertangkap seorang copet dan sedang dihajar habis-habisan.

"Cukup! sudah tolong hentikan!" teriak bagas sembari mengangkat kedua tangan dan berusaha melindungi copet yang sudah tak berdaya itu.

Baca juga: Momentum Penyesalan

Riuh semakin pecah, warna aura tubuh bagas yang sebagian besar hitam membuat masyarakat menyangka ia adalah komplotan dari copet tadi. Bagas pun jadi sasaran selanjutnya.

Hujanan pukulan yang semakin membabi-buta. Bagas teringat kembali akan masa lalunya. Pernah suatu kali ia pun terpaksa mencuri karena ibunya sedang di rumah sakit dan membutuhkan banyak biaya.

Baca juga: Salang-Simpang

Dalam sisa-sisa kesadarannya, bagas tersenyum memandang copet yang sudah terkapar, dalam hatinya ia berkata: "Pasti ada alasan mengapa dia melakukan semua ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun