Mohon tunggu...
Rin Muna
Rin Muna Mohon Tunggu... Penulis - Follow ig @rin.muna

Walrina Munangsir Penulis Juara Favorite Duta Baca Kaltim 2018 Pemuda Pelopor Kaltim 2019 Founder Taman Bacaan Bunga Kertas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sedekah 1

2 Maret 2019   10:44 Diperbarui: 2 Maret 2019   11:04 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ya udah, aku siap-siap dulu ya."

"Iya, cepet ya!" Ika berlalu pergi meninggalkan panti, pulang ke rumahnya untuk bersiap-siap.

Tak berapa lama, aku sudah siap. Aku tak punya banyak pakaian. Hanya mengenakan celana panjang berwarna hitam dan kaos berwarna hijau muda. Kerudung yang aku pakai juga kerudung yang biasa aku gunakan untuk sekolah. Hanya kerudung sekolahku saja yang pantas untuk dipakai jalan-jalan. Untukku, ini sudah sangat bagus. 

Aku langsung keluar dari kamar dan naik ke pintu gerbang yang berada lebih tinggi dari bangunan utama panti asuhan ini. Tempat ini memang berada di atas bukit, sehingga posisi pintu gerbang berada di paling atas, langsung bersisian dengan jalan.

"Udah siap?" Oom langsung menegurku, "mana Ika ini?" Ia melirik arloji di tangan kirinya.

"Kita jemput ke rumahnya aja, Oom. Kan sekalian lewatin rumahnya." Aku memberi saran agar kami tak terlalu lama menunggu Ika. Lagipula, rumah Ika juga akan kami lewati saat kami akan keluar dari gang ini.

"Ya sudah. Tunggu tantemu dulu!" pinta Oom. 

Beberapa menit kemudian, Tante keluar dari rumahnya. Kami berjalan beriringan menuju rumah Ika sebelum akhirnya kami menaiki angkot menuju Klandasan. Angkot kami berhenti di seberang bangunan Balikpapan Center. 

Kami harus menyeberang melalui JPO alias Jembatan Penyeberangan Orang untuk bisa ke BC dengan aman dan nyaman.

Di dekat jembatan itu, aku melihat seorang nenek tua sedang berjualan rujak di atas tikar. Mungkin ada sekitar 20 bungkus rujak yang masih belum terjual. Aku teringat pada nenekku yang selama ini sudah merawatku. Kenapa nenek itu harus berjualan, panas-panasan seperti ini? Apakah dia tidak punya anak dan cucu?

Karena merasa iba, akhirnya aku mendekati si Nenek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun