Mohon tunggu...
Rin Muna
Rin Muna Mohon Tunggu... Penulis - Follow ig @rin.muna

Walrina Munangsir Penulis Juara Favorite Duta Baca Kaltim 2018 Pemuda Pelopor Kaltim 2019 Founder Taman Bacaan Bunga Kertas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Seri Fabel] "Tuwit", Ikan-ikan yang Hilang

26 September 2018   17:52 Diperbarui: 26 September 2018   18:13 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini, Tuwit si burung Tawau terbang rendah di tepi Sungai Hitam yang  dipenuhi dengan pepohonan rindang.

Dia merasakan sesuatu yang aneh, tak seperti biasanya. Tak ada satupun ikan sungai yang menyapanya pagi ini.

Tuwit terbang lebih rendah lagi di atas permukaan air.  Mencari keberadaan ikan-ikan di sungai.

Lama ... sekali dia tidak menjumpai seekorpun.

Tak berapa lama, ia berjumpa dengan Geby, salah satu ikan gabus penghuuni Sungai Hitam Kalimantan.

"Hai, Geby! Sedang apa kamu sendirian? Dan kenapa kamu murung sekali?" Tuwit menghampiri Geby yang sedang berteduh di bawah ranting pohon yang menjulur ke sungai.

"Semuanya mati... Semuanya pergi!" Geby menangis histeris.

"Ada apa Geby? Apa yang terjadi?"

"Manusia telah menebar tuba di hilir sungai. Semua ikan mati. Hanya ikan-ikan di hulu yang masih tersisa. Manusia itu jahat! Bahkan mereka membunuh bayi-bayi yang tidak berdosa!" Geby memaki sambil menangis histeris karena kehilangan keluarganya, juga anak-anaknya yang sedang bermain di hilir sungai.

"Aku turut sedih, Geby." Tuwit mencoba menghibur Geby.

Geby masih sesenggukan.

"Apa yang harus kita lakukan untuk menolong kalian?" tanya Tuwit.

"Aku tidak tahu, Tuwit. Kami tidak bisa melawan manusia. Mereka jauh lebih kuat. Sedang kita hanya bagian dari bahan makanan mereka. Ini sudah terjadi beberapa kali. Mereka membunuh ikan-ikan di sungai dengan racun," tutur Geby.

Tuwit menatap pilu.

"Beruntunglah kamu karena tidak menjadi konsumsi manusia. Kamu ditangkap untuk dipelihara, bahkan banyak yang menyayangi burung tawau sepertimu. Berbeda dengan kami yang ditakdirkan sebagai hewan untuk dimakan. Keserakahan manusia sudah menghancurkan kehidupan kami. Andai manusia bisa lebih bijak dan membiarkan kami bebas hidup berkembang biak. Pastilah mereka bisa menikmati ikan-ikan yang melimpah."

"Kamu benar, Geby. Manusia seharusnya tidak serakah agar alam tetap seimbang," ucap Tuwit.

"Iya. Semoga masih ada manusia yang peduli dengan kehidupan kita." Geby tertuntuk lesu.

Tuwit mengepakkan sayapnya. "Semoga yang peduli tidak dihilangkan oleh yang tidak peduli." Tuwit bergegas terbang meninggalkan Geby. "Jangan menyerah! Kamu masih bisa melahirkan banyak ikan-ikan lucu," teriak Tuwit dari udara.

Geby tersenyum. "Terima kasih, Tuwit...!" Geby menyelam ke dalam sungai. Berjalan menuju hulu sungai. Mencari kawanan ikan yang masih tersisa dan mendapatkan keluarga baru yang indah.

"Aku memang kehilangan keluarga dan kini aku menemukan keluarga baru yang tak kalah indah. Semoga... tidak ada tangan-tangan jahat yang ingin menghancurkan kehidupan kami. Biarkan kami hidup damai dan bahagia," bisik Geby yang sedang bahagia di tengah-tengah keluarga barunya.

Ditulis oleh Rin Muna

Teruntuk putriku tercinta, Alifia Shaumi Aleshana (Tuwit)

Kalimantan Timur, 26 September 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun