Saya awalnya tidak begitu perhatian dengan fenomena kelakuan Rojali (Rombongan Jarang Beli) dan Rohana (Rombongan Hanya Nanya). Meskipun punya jadwal ke mal mingguan sekalian belanja, tetap saja hal itu tidak menjadi perhatian khusus. Tapi ketika suatu hari jalan-jalan bareng keluarga, keliling mal, sampai keluar lagi dua jam kemudian tanpa tentengan belanja satupun kami saling bercanda. Kira-kira masuk CCTV nggak ya kelakuan kita hari ini, masuk mal ngak belanja satupun barang.
Pasalnya sejak awal sebenarnya niatnya makan makanan tradisional yang ada kolam pancingnya. Entah bagaimana ceritanya karena didorong niat kepingin ngadem dan cuci mata akhirnya masuk juga ke mall.
Tapi sejatinya kalau mau jujur, memang belakangan ini semenjak situasi ekonomi makin sulit rasanya jamak kalau kita banyak mikir ketika harus belanja, apalagi ke mall. Saya yang sudah punya jadwal belanja mingguan, biasanya memilih pasar tradisional yang masih ada tradisi nawar-nawarnya. Soal kenyamanan mungkin dulu nomor satu, tapi kesulitan ekonomi dan makin tidak berharganya mata uang rupiah kita membuat kenyamanan menjadi nomor sekian setelah "murah".
Dibalik Rojali dan Rohana
Persoalan ekonomi adalah alasan paling realistis mengapa fenomena Rojali dan Rohani menjadi gunjingan baru di medsos. Sebenarnya juga tidak ada salahnya orang ke mal hanya cuci mata, atau sekadar membandingkan harga atau mencari model pakaian, jenis makanan yang mungkin sedang jadi trend.
Memandangi layar gadget kadang-kadang tidak cukup memuaskan. Bisa menyentuh dan ngepas contoh barang di mall bisa memberi kepuasan tersendiri. Apalagi jika ke mal memang diniatkan hanya sekedar untuk jalan-jalan.
Semingguan bekerja, berkutat dengan urusan kantor, keuangan dan lainnya. Dibilas dengan acara jalan-jalan, selain bisa menjalankan olahraga berjalan kaki yang tidak membosankan--keluar masuk toko, juga bisa menikmati suasana baru dan beda.
Anak saya pernah ngajak ke mall pas sedang tanggal tua. Tentu saja saya protes, tapi setelah janji cuma jalan dan belanja seperlunya saja--bahkan sampai urusan minum dan makan disiapkan si anak dengan tumbler dan kotak makan sendiri. Alasannya biar uang yang ada tepat sasaran belanjanya. Nah fakta itu saja bisa menunjukkan bahwa alasan orang datang ke mall, memang tidak melulu untuk belanja.
Mungkin keisengan yang berfaedah saja yang bisa begitu jeli melihat fenomena Rojali jalan bareng Rohana sampai bisa menjadi viral. Saya secara personal menikmati sekali istilah lucu yang dipilih untuk menggambarkan situasi dan kondisi ekonomi yang sulit itu dalam wujud sosok Rojali dan Rohana.
Rasanya kok tepat sekali ya. Saya sampai kebayang bagaimana sosok Rojali dan Rohana yang sedang ke mal. Boro-boro menilai orang lain, rasanya itu juga membayangkan diri sendiri.Â
Sekalipun orang memiliki "kecukupan" dalam arti bisa belanja di mal setiap hari pun kadangkala ada waktunya, mereka datang ke mal juga ngandeng pasangan, pilih-pilih barang, nanya harga terus melengos pergi meninggalkan si penjaga stand barang manyun, akrena harus menyusun kembali barang-barang yang di acak-acak tapi tidak dibeli sama sekali. Beruntung masih meninggalkan ucapan, makasih ya, nanti balik lagi kalau jadi.Â
Fenomenanya seperti arus, orang-orang datang rame-rame, lihat-lihat baju, pegang-pegang sepatu, tanya-tanya harga... tapi habis itu menghilang kayak mantan ketika si penjaga toko serius kasih tanggapannya.