Meskipun tanpa bantuan pekerja ia bisa menyelesaikan semua orderan. Ketika makin berkembang, ia mempekerjakan adiknya sendiri sebagai pekerja tambahan. Sedangkan keuangan dan belanja kebutuhan dilakukannya sendiri.
Kini ia bisa menyewa ruko kecil satu lantai. Meski tidak berada di pinggiran jalan namun karena bisnisnya dijalankan secara offline dan online, maka orderan tetap masuk. dari tak ada kantor, tak ada tim, apalagi investor, hanya satu orang yang menjalankan segalanya dari produksi, pemasaran, keuangan, hingga pengemasan bisnis itu bisa bertumbuh dengan baik.
Ketika aku tanyakan alasannya, menurutnya lebih baik ia bersabar, menahan diri untuk memaksimalkan potensi yang ada saja daripada melakukan lompatan cepat tapi ia tidak bisa mengantisipasinya. Ia bukan pengusaha besar, belum. Tapi ia tahu ke mana arah bisnisnya akan berjalan. Saya kira itu poin pentingnya saat kita memulai bisnis dari kecil.
Memang sekarang ini makin banyak godaan dengan mudahnya kita melakukan pinjaman. Bahkan rayuan dari orang atau platform yang menawarkan bantuan juga gencar. Di saat ketika banyak orang tergiur untuk "cepat besar", menjadi solopreneur sering dianggap jalan yang terlalu lambat. Padahal, dalam banyak kasus, justru dari langkah kecil inilah pondasi bisnis yang kokoh dibangun.
Berbisnis sendirian, tanpa karyawan, tanpa mitra, apalagi utang bank, memang tidak mudah. Tapi justru di sanalah ruang belajar terbuka, bagaimana membangun disiplin, kreativitas, kontrol biaya, dan mental bertahan di saat sulit.
“Bisnis itu bukan soal seberapa cepat naik, tapi seberapa kuat berdiri saat badai datang,” ujar Rhenald Kasali, pakar manajemen perubahan dari Universitas Indonesia. Ia menekankan pentingnya “mental pengusaha” yang tahan banting, bukan hanya “mental dagang” yang hanya ingin cepat untung.
Memulai dari nol, hanya dengan modal yang dimiliki dan potensi sumber daya yang ada, sebenarnya memberikan keuntungan besar bagi kita selaku orang yang menjalankan bisnisnya sendiri. selain lebih fleksibilitas dan pemahaman penuh atas proses bisnis. Kita juga jadi tahu soal bahan baku datang dari mana, siapa pelanggan pertama, dan berapa sebenarnya biaya operasional harian.
Saat belum punya pengalaman, justru meminjam uang atau langsung menggandeng mitra bisnis bisa jadi jebakan. Bukan karena niatnya salah, tapi karena tanpa pengalaman dan sistem yang mapan, semua itu bisa berujung pada kerugian yang tidak dipahami dari mana datangnya. Orang sering berpikir dengan modal besar, usaha akan cepat membesar dan margin laba juga akan berlipat.
Tapi pernahkah kita memikirkan seberapa kita siap dengan perubahan itu, seberapa kuat kita bisa menghandel manajemen dan mengatur orang-orang di bawah kita dan berapa besar risikonya jika gagal?. Bukan berarti kita harus takur gagal sepenuhnya. Namanya bisnis memang penuh risiko, makanya diperlukan kerja yang tidak main-main.
“Lebih baik belajar rugi dari kesalahan sendiri ketimbang dari konflik dengan mitra,” ungkap Andri Setiawan, mentor bisnis kecil dan pemilik brand makanan kemasan rumahan. “Karena saat sendiri, kita bisa lebih leluasa memperbaiki arah. Tapi kalau sudah terikat dengan banyak pihak, manuver jadi terbatas.”
Mau buka usaha, cari modalnya dulu yang banyak kalau tidak mau gagal!. Benarkah begitu? banyak dari kita atau orang yang baru memulai bisnis berpikir begitu. Terlalu banyak orang mengira bahwa uang adalah satu-satunya syarat memulai bisnis. Padahal kenyataannya, manajemen yang buruk bisa menghabiskan modal berapa pun.
Sebaliknya, manajemen yang baik, meski dengan modal terbatas, bisa membuat bisnis bertahan bahkan tumbuh. Disiplin mencatat keuangan, merencanakan produksi, memahami pasar, dan mengukur risiko menjadi kunci penting dalam perjalanan awal sebagai solopreneur.
Termasuk sabar dalam menjalani proses juga bukan berarti lamban. Itu berarti sadar kapasitas, tidak memaksakan ekspansi sebelum waktunya, dan tidak tergoda untuk ikut-ikutan tren tanpa strategi.
Pelan tapi pasti dan penuh pertimbangan, setelah sistem internal bisnis mulai stabil, pelanggan mulai loyal, dan cashflow mulai sehat, barulah kita bicara soal pertumbuhan. Di titik ini, ekspansi bukan lagi obsesi, tapi kebutuhan alami. Dan keputusan untuk menggandeng mitra, memperluas pasar, atau bahkan meminjam dana eksternal bisa dilakukan dengan lebih bijak.
Dan jika memang membutuhkan pendanaan sebagai pendukung akan lebih bijak jika kita memilih program yang aman. Seperti tabungan emas salah satunya yang dijalankan oleh Pegadaian. Mengapa? Menabung keuntungan bisnis yang sedang berjalan pelan bagi seorang pemula ke dalam tabungan emas akan menjadi cara aman menabung sekaligus menjadi investasi yang aman dari gangguan inflasi.