Solusi untuk mendidik karakter anak yang bermasalah atau "nakal" sejatinya tidak bisa disamaratakan. Ada berbagai pendekatan yang bisa diambil, termasuk pendekatan berbasis agama selain pendekatan disiplin keras seperti barak militer seperti yang saat ini sedang menjadi pilihan dalam kasus mendidik "anak nakal" di sekolah.Â
Memang masing-masing pilihan memiliki kelebihan dan kekurangannya. Mendidik dengan disiplin dan keras mungkin memiliki kelebihan membentuk disiplin tinggi dan rutinitas ketat. Namun, mungkin ini cocok untuk anak yang sangat sulit dikendalikan dan tidak punya struktur hidup sama sekali. Â Dan bisa jadi hal tersebut bisa memperbaiki kebiasaan buruk dalam waktu singkat. Sekaligus membentuk fisik dan mental tangguh. Terutama karena adanya latihan fisik, bangun pagi, tanggung jawab atas tugas sehari-hari bisa membantu anak lebih bertanggung jawab.
Namun kekurangan yang bisa menjadi kekuatiran kita adalah tidak menyentuh akar masalah. Anak bisa patuh karena takut, bukan karena sadar. Bahkan bisa memperparah luka batin, karena anak yang sudah mengalami kekerasan atau penolakan di rumah bisa merasa makin tidak dicintai. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kasus anak kabur dari barak pendidikan. Pilihan tersebut juga dikuatirkan hanya berefek jangka pendek.
Setelah keluar dari barak, anak bisa kembali ke kebiasaan lama jika nilai internal tidak terbentuk. Atau bahkan menjadi lebih nakal lagi.
Pendekatan berbasis agama, sejatinya mendidik dengan hati dan nilai. Fokusnya lebih pada kesadaran internal, bukan hanya kepatuhan eksternal. Anak diajak memahami mengapa sesuatu itu baik atau buruk, bukan hanya diberi perintah dan hukuman. Anak juga diajarkan membangun empati dan nilai moral universal.
Paling tidak nantinya akan meninggalkan "jejak" religiusitas bagi anak. Apalagi sisi ini selama ini sudah sangat kita abaikan, ketika orientasi kita lebih materialistis.
Bagaimanapun ajaran agama mengajarkan nilai kasih sayang, kejujuran, tanggung jawab, dan penghormatan terhadap orang tua. Menumbuhkan ketenangan jiwa. Bahkan anak yang nakal atau bermasalah sering punya luka batin atau kekacauan emosional. Agama menawarkan spiritualitas yang bisa menenangkan. Didukung oleh komunitas dan lingkungan positif. Institusi agama bisa menjadi komunitas yang mendukung pertumbuhan anak.
Mungkin dalam kajian kita yang lebih mendalam, daripada memilih barak militer, pendekatan yang lebih bijak adalah menggabungkan pendidikan agama yang lembut dan menyentuh hati dengan disiplin yang tegas namun manusiawi. Misalnya, anak diajak hidup di lingkungan keagamaan dengan rutinitas teratur. Disiplin dijalankan bukan dengan hukuman keras, tapi dengan tanggung jawab dan kesadaran.Â
Anak tidak hanya dilarang melakukan kesalahan, tapi dijelaskan mengapa perbuatan itu merugikan dirinya dan orang lain secara moral dan spiritual.
Di era modern ini, saat anak-anak menghadapi tekanan mental, kehilangan arah hidup, dan krisis identitas, pendekatan agama menjadi solusi yang lebih logis dan menyentuh akar permasalahan. Pendidikan karakter bukan hanya soal membuat anak patuh, tapi membentuk hati dan jiwanya agar tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab, empatik, dan berakhlak.
Yang harus disadari oleh semua pihak yang terlibat dalam pendidikan anak adalah, bahwa pendidikan anak bukan proses estafet di mana tongkat diserahkan dari orang tua ke sekolah, atau dari rumah ke barak pelatihan. Pendidikan adalah proses sinergi yang berjalan paralel. Ketika anak tumbuh, ia butuh konsistensi nilai dari semua lingkungan yang membesarkannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI