Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Demam Beli Emas, Benarkah Kita Sudah Melek Investasi, dan Bijak Lakukan Diversifikasi?

17 April 2025   13:01 Diperbarui: 28 April 2025   17:56 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia investasi, satu prinsip utama yang tidak boleh diabaikan adalah: "tidak ada instrumen investasi yang cocok untuk semua orang." Pemilihan jenis investasi idealnya disesuaikan dengan tujuan keuangan, jangka waktu investasi, dan tentu saja profil risiko masing-masing individu.

Emas masih dianggap "safe haven" karena kuatnya daya tahan investasinya. Namun beberapa waktu terakhir, pemandangan yang tak biasa tampak di sejumlah toko emas, terutama menjelang dan sesudah masa Lebaran, banyak masyarakat berbondong-bondong membeli emas, seolah tak mau ketinggalan momen.

Safe haven adalah aset investasi yang aman di saat kondisi ekonomi dunia terguncang karena suatu krisis atau isu geopolitik, seperti perang atau krisis kemanusiaan. Umumnya, safe haven tidak mengalami banyak perubahan sekalipun di tengah kondisi ekonomi sulit. Nilainya bahkan cenderung naik dan tidak ikut mengalami penurunan layaknya harga aset lainnya yang berubah drastis.

memilih investasi yang tepat-kompas.id
memilih investasi yang tepat-kompas.id

Fenomena ini menandakan satu hal, meningkatnya minat terhadap emas sebagai instrumen investasi. Namun, muncul pertanyaan penting---apakah fenomena ini benar-benar mencerminkan kesadaran finansial, atau justru hanya efek dari FOMO (fear of missing out) semata?

Gejolak ekonomi dunia yang bergerak mengikuti banyak faktor diyakini sebagai penyebab turun dan naiknya mata uang, yang berdampak pada ekonomi makro kita. Indonesia terkena dampaknya melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar, dan ketidakstabilan pasar internasional.

Dalam situasi seperti inilah, emas masih dianggap sebagai "safe haven" atau tempat berlindung yang aman bagi nilai aset. Barangkali karena alasan itu pula banyak orang tergoda untuk membeli emas sebagai langkah antisipatif menghadapi ketidakpastian ekonomi. Apalagi jika inflasi sampai menggerus tabungan dan investasi yang rentan selain emas.

beli emas karena tren FOMO-kompas money
beli emas karena tren FOMO-kompas money

Solusi Emas Sudah Tepat atau Tren FOMO?

Penting untuk memahami "kunci" penting ketika kita memutuskan memilih salah satu instrumen investasi. Bahwa sebenarnya dalam dunia investasi, "tidak ada instrumen investasi yang cocok untuk semua orang." Idealnya pemilihan jenis investasi disesuaikan dengan tujuan keuangan, jangka waktu investasi, dan tentu saja profil risiko masing-masing individu.

Bagi kita yang memiliki pola konservatif dan ingin menyimpan aset dalam bentuk yang stabil, emas bisa menjadi pilihan tepat. Namun, untuk mereka yang ingin mencari pertumbuhan nilai aset yang lebih agresif, mungkin instrumen seperti saham atau reksa dana campuran lebih sesuai.

Sedari dulu kita juga tahu jika berinvestasi properti juga bisa menjadi opsi menarik di tengah melemahnya nilai Rupiah, mengingat seiring makin sulitnya mendapatkan tanah, harga properti cenderung naik dalam jangka panjang dan bisa memberikan alternatif penghasilan pasif dari sewa.

Sepertinya bukan kesadaran finansial yang sedang tumbuh dalam masyarakat kita Fenomena pembelian emas secara massal belakangan ini juga menunjukkan adanya tren ikut-ikutan, tanpa analisis mendalam mengenai strategi investasinya. Ketika banyak orang membeli karena takut ketinggalan (FOMO), harga bisa naik secara spekulatif dan tidak mencerminkan nilai riilnya. Akibatnya, mereka yang membeli saat harga puncak bisa mengalami kerugian ketika harga emas turun kembali.

Kondisi ini mengingatkan kita bahwa investasi yang baik adalah investasi yang dipahami, bukan hanya diikuti. Artinya bagi kita yang memahami investasi meskipun hanya substansi dasarnya mestinya menyadari bahwa berinvestasi emas mestinya justru pada saat emas turun, agar bisa mendapatkan selisih margin ketika harga emas meningkat.

Jika dimaksudkan untuk menjawab tantangan ekonomi saat situasi global dan domestik yang amburadul, inflasi yang cenderung naik, nilai tukar yang fluktuatif, dan ketidakpastian ekonomi, memilih investasi yang tepat menjadi semakin krusial.

Beberapa pendekatan yang mungkin bisa dilakukan salah satunya dengan diversifikasi portofolio. Ibarat menaruh telur jangan dalam satu keranjang, agar ketika jatuh tidak pecah seluruhnya.

Jangan menaruh semua aset di satu instrumen saja. Gabungkan antara emas, reksa dana, saham, atau bahkan properti. Apalagi jika kita memiliki target kebutuhan jangka panjang untuk tujuan finansial persiapan dana pensiun, pendidikan anak, atau beli rumah, kita harus menyesuaikan pilihan investasinya.

ramai-ramai beli emas-CNBC Ind.com
ramai-ramai beli emas-CNBC Ind.com

Emas dianggap layak menjadi prioritas karena dianggap likuid-gampang dicairkan saat dibutuhkan. Apalagi di masa-masa tidak pasti, penting memiliki aset yang mudah dicairkan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

Meski bukan ahli investasi atau pialang, mau tidak mau kita juga harus rajin belajar memahami kondisi ekonomi serta tren pasar dan mencari tahu-semacam evaluasi performa investasi yang akan kita jadikan pilihan, untuk mengatasi masalah yang kita hadapi.

Bagaimanapun, fenomena membeli emas secara massal harus disikapi dengan hati-hati karena selain bisa menunjukkan bahwa kesadaran investasi masyarakat mulai tumbuh. Tapi akan jauh lebih bermanfaat jika kesadaran tersebut disertai dengan pemahaman yang matang tentang tujuan, risiko, dan strategi.

Di tengah ketidakpastian ekonomi, investasi yang tepat adalah investasi yang cerdas, terukur, dan sesuai kebutuhan pribadi---bukan hanya karena ramai dibicarakan orang. Maka, sebelum membeli emas, saham, atau properti, pastikan keputusan itu lahir dari perhitungan, bukan dorongan sesaat.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun