Mohon tunggu...
Rini DST
Rini DST Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga - Seorang ibu, bahkan nini, yang masih ingin menulis.

Pernah menulis di halaman Muda, harian Kompas.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Hutan dan Petani, Apakah dalam Dimensi yang Sama?

10 April 2021   11:54 Diperbarui: 10 April 2021   12:05 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tentang Hutan dan Petani. Desain oleh Rini DST, menggunakan Canva. Sumber gambar: Pixabay.

Bangsa yang menghancurkan tanahnya, menghancurkan dirinya sendiri. Hutan adalah paru-paru tanah air, memurnikan udara dan memberi kekuatan baru kepada rakyat. 

--Franklin D. Roosevelt--

Hutan adalah kesatuan ekositem yang berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dan semua alam lingkungannya tanpa dapat dipisahkan.

Hutan terdiri atas hutan negara dan hutan hak.

  • Hutan negara adalah hamparan tanah milik negara.

  • Hutan hak adalah hamparan tanah yang dilengkapi sertifikat milik suatu lembaga atau perorangan.

Fungsi hutan secara keseluruhan adalah sebagai hutan konservasi, hutan produksi dan hutan lindung. Dalam pemeliharaan hutan sesuai fungsinya, tak akan lepas kebutuhan adanya petani.

Petani di negara Indonesia pada umumnya ada 2 jenis. Petani sebagai pemilik lahan, atau petani yang hanya menggarap lahan milik orang lain. 

Disebut sebagai pemilik lahan pun, bisa merupakan pemegang sertifikat atau menyewa lahan milik negara. 

Hutan milik negara ada yang merupakan hutan penghasil, ada juga hutan lindung.  Hutan penghasil itulah yang disewakan, untuk diambil hasilnya, sedangkan hutan lindung segala sesuatunya dikerjakan oleh orang-orang dengan biaya negara.

Dari penelitian di desa Budi Lestari, usia petani rata-rata 49 tahun. Hanya sebagian kecil sebagai pemilik lahan, jauh lebih banyak yang hanya sebagai penggarap lahan orang lain.

Penduduk desa yang menjadi petani 87%, biasanya memiliki kerja sampingan sebagai buruh bangunan-tukang kayu-pejabat desa. 

Dan lain-lain 13% sebagai buruh bangunan, tukang kayu, wira usaha dan panglong.

Memang tidak terlalu jelas, apakah petani yang sebagai kerja tetap atau justru kerja sampingan.

Hampir rata-rata petani mengerjakan lahan pada masa tanam, membersikan sesekali dan masa mengambil hasil. 

Sehingga petani penggarap jarang diberi upah oleh pemilik lahan, tetapi diajak melakukan sistem bagi hasil. 

Jadi tak heran hasil hutan jarang optimal, pemilik hanya invest lahan. Petani kurang penghasilan tanpa kerja sampingan lain.

Dari hasil penelitian juga terlihat petani biasa menjual hasil secara per pohon, tetapi ada juga yang mencari mudah dan uang sekali gus dengan cara per lahan. 

Belum lagi cara pemasaran, petani hampir tak bisa berhubungan langsung dengan pemilik industri. Ada mata rantai yang menggigit keuntungan dari hasil hutan.

  • Melalui pedagang dan pengepul baru industri. Petani yang menjual dalam bentuk pohon atau seluruh pohon dari hamparan lahan dijadikan bentuk log oleh pedagang. Tapi belum tentu bisa langsung ke industri. Harus melalui pengepul. Begitulah kebiasaan industri besar, pabrik plywood.

  • Melalui pedagang langsung industri. Kadang-kadang hanya pedagang yang punya hubungan langsung dengan industri, walaupun juga ada industri rakyat. Misalnya pembuat kusen dan lain-lain.

  • Melalui pedagang langsung kebutuhan rumah tangga. Kalaupun langsung petani, harus dilakukan oleh petani yang merangkap kerja sampingan sebagai tukang.

Sebaiknya petani kayu diberi kesempatan untuk pemberdayaan hutan, terutama hutan negara. Agar petani jangan semata menjadi penggarap. 

Diharapkan petani kayu bisa memberdayakan hutan hingga hasilnya bermanfaat langsung untuk kebutuhan industri atau langsung rumah tangga.

Lambat laun petani tidak selamanya menjadi kerja sampingan, tetapi bisa memiliki jiwa petani kayu yang faham manfaat hutan dan segala yang dihasilkan. 

Dan akhirnya kegiatan petani kayu menjadi kegiatan penuh manfaat yang membuat bangga. 

Situasi sosial ekonomi petani harus memiliki dimensi yang sama dengan pemberdayaan hutan. Negara jangan hanya memberi kesempatan besar kepada investor.

Bumi Matkita,

Bandung, 09/04/2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun