Mohon tunggu...
susi respati setyorini
susi respati setyorini Mohon Tunggu... Guru - penulis

Pengajar yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

PHK

20 Mei 2021   05:59 Diperbarui: 20 Mei 2021   06:03 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam langkah terseok aku membayangkan wajah Risma juga Amina yang menantiku dalam harap. Menungguku membawa selembar amplop dengan lembaran rupiah di dalamnya. Lembaran-lembaran yang akan membuat dapur berapi. Rupiah-rupiah yang akan membuat Amira tertawa nyaring dengan bola matanya yang mengerjap demi melihat sepeda mini idamannya akhirnya berwujud. 

Aku ingin berhenti melangkah. Berhenti membuat mereka menunggu dan berharap. Namun, pikiran kerdil dan picik itu segera kutepis. aku menghela napas, menikmati oksigen di setiap tarikan napas. Masih ada molekul diatomik itu memenuhi rongga dadanya. Itu berarti kehidupan masih ada.

*

Aku melangkah gontai menyusuri jalanan. Dengan mata nanar aku menatap marka jalan. Entah ilusi atau nyata, aku seperti sudah berada di depan rumah, disambut bidadari surgaku dengan senyum bahagia. Risma mencium tanganku. Kalimat pertamanya yang keluar adalah mengajakku berbuka puasa dengan menyantap teh hangat dan beberapa potong pisang goreng. Menu buka puasa yang sederhana.

Dari dalam kamar, ada seruan Amira memanggilku. Dia menyongsongku sambil menunjukkan hasil belajarnya hari ini. Angka 100 terpampang di bukunya. Amira memang anak yang pintar, dia tak pernah absen juara kelas.

Aku menyangka putri kecilku itu akan menagih janji. Bulan lalu, Amira berhasil menyelesaikan setoran hafalan bersama Ustaz Zaki di musala kompleks. Dia sudah hafal tiga juz. Untuk memberinya motivasi menambah hafalan, aku berjanji membelikannya sepeda.

"Ayah belum bawa sepeda Mira, ya?" tanyanya.

Mataku terbeliak. Sepotong diam terjadi sebelum bibirku bicara. Bergetar dan parau. "Belum, Nak." Mataku mengerjap. "Amira sabar, ya." Aku tak sanggup membuat janji lagi selain memintanya bersabar.

"Gak papa, Yah."

Aku kemudian melihat gadis kecilku itu berlari ke luar rumah menyambut teman-temannya. Aku juga yakin, istriku tadi memberiku penguatan setelah mengetahui aku di-PHK. Aku tersenyum lega. Kekhawatiranku sejak tadi tak terjadi. Risma dan Amira sangat memahami posisiku. Risma memang istri yang baik. Menjadi pengokoh pijakanku yang sedari tadi goyah. Aku berharap pandemi segera berlalu, lenyap bersama kesulitan hidup yang sudah ditinggalkannya untuk keluargaku.

Namun, senyumku tiba-tiba menghilang demi melihat wajah Risma membuka pintu.

"Mas? Baru pulang?"

Dari dalam rumah, terdengar teriakan Amira menyambutku di teras.

"Ayah ... mana sepeda Mira?"

Airmolek, 4 Mei 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun