"Sudah menikah?" tanya Enzy lagi.
"Siapa? Aku? Ya belumlah."
Wajah Enzy mendadak pucat. Dia sama sekali tidak mengira respons pria di hadapannya sungguh konyol dan sukses membuatnya malu. Enzy baru saja menyesali kalimat tanya yang baru saja terlontar.
"Anak ibu itu, Ustaz. Bukan Ustaz. Kalau Ustaz mah saya tahu, nunggu khitbah di-acc, 'kan?" Ditri tersenyum simpul.
***
Jalan raya kabupaten di jam-jam mendekati buka puasa pasti macet. Seolah semua orang tumpah ruah di jalanan untuk ngabuburit. Apalagi di jalan sebelum pasar. Jalanan sampai trotoar dipadati para penjual takjil. Warna-warni takjil mengundang hasrat menyantapnya saat siang hari. Bila bedug buka puasa tiba, seteguk air dan sebutir kurma sudah cukup mengenyangkan.
Ditri dan Enzy baru selesai membayar empat bungkus kolak, gorengan, juga beberapa macam lauk ikan. Saat turun trotoar, kaki Enzy tiba-tiba melemah. Kedua kakinya seakan saling menghalangi. Beruntung ada sepasang tangan kokoh yang menangkap tubuh Enzy yang hoyong. Enzy nyaris tersungkur.
"Eh, maaf. Enzy? Kamu nggak papa?" Ustaz Mahen bertanya dengan panik.
"Nyaris aja nyungsep. Kamu kenapa melamun?" Ditri menimpali.
Enzy menatap tajam Ditri. Dia memberi isyarat mata untuk meredam mulut Ditri yang terus saja menggodanya. Bola mata Ditri berputar dan buru-buru mengalihkan pandangannya.
"Kamu habis borong kolak?"