Kalau kamu tahu, kehadiranmu yang tiba-tiba sangat menggangguku. Ini tidak sehat untuk jantungku. Berdebar kencang dua kali seharian ini.
"Kamu sehat, Nay?"
"Alhamdulillah sehat."
Walaupun aku tidak sedang baik-baik saja sekarang ini. Tanganku memainkan buku yang kubuka tutup beberapa kali. Bibir rasanya ingin bertanya kenapa dia ada di sini, tetapi lidah seakan terlipat.
"Sebelumnya, aku minta maaf kalau kehadiranku mengejutkanmu. Aku yang memaksa Syifa supaya aku bisa ketemu kamu."
"Buat apa?" Suaraku terdengar sinis, akhirnya terlontar. Spontan.
"Aku tahu kamu marah padaku. Tapi aku harus lakukan." Dia menarik napas dalam. "Situasi waktu itu tidak memungkin buat kita ...."
"Aku tahu."
"Jangan salah paham, Nayya."
Kali ini aku memberanikan menaikkan pandanganku ke arah bola matanya. Mata sipit itu tidak berubah. Masih sama saat usiaku 17 tahun. Aku menelusuri matanya, berusaha mencari kebohongan di sana. Mencoba mengais kejujurannya.
"Mengapa aku tidak boleh salah paham dengan menjauhnya kamu tanpa penjelasan?" tanyaku masih sinis.