Mohon tunggu...
Rinda Gusvita
Rinda Gusvita Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Institut Teknologi Sumatera

MSc on Agro-industry Technology. Saya philantropist yang senang membaca, jalan-jalan, berjuang untuk eco-friendly lifestyle, memetik pelajaran dari mana pun kemudian membagi-bagikannya. Bisa kontak saya di rindavita@gmail.com atau keep in touch lewat akun media sosial dan www.rindagusvita.com. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adakah Warga Bandar Lampung Peduli akan RTH di Kotanya?

18 April 2016   22:55 Diperbarui: 18 April 2016   23:20 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Kalau semua upaya ini kita mulai dari kesadaran individu, bukan nggak mungkin Bu Rini di Sukarame bisa menjadi inisiator kampung ramah lingkungan di Bandar Lampung. Menyulap gang-gang sempit di kota jadi asri dengan aneka sayuran, bumbu dapur, apotek keluarga, dan sedikit bunga-bunga. Memanfaatkan lahan yang tersisa dengan ditanami pohon buah-buahan. 

Menggunakan rooftop sebagai lahan berkebun mini nan asri. Juga menanam sampah organik di dalam lubang-lubang biopori di sekitar rumah tinggal daripada menyulapnya menjadi lahan beton dengan segala resiko yang bakal ada.

Bu Rini bertanya, apakah WALHI menyediakan bibit pohon? Sebenarnya ini belum saya diskusikan dengan kawan-kawan bagaimana program lanjutan yang sedang berjalan. Tapi menurut hemat saya,  terlalu repot jika WALHI harus menyediakan bibit pohon. Belum lagi urusan advokasi berbagai kasus lingkungan yang seperti nggak pernah ada habisnya di provinsi ini.

WALHI adalah lembaga forum dimana anggotanya adalah lembaga-lembaga terkait. Ada 14 lembaga yang tergabung sebagai anggota WALHI Lampung termasuk Mahasiswa Pecinta Alam. Melalui peran lembaga anggota itulah WALHI akan bisa menyentuh aksi hingga grassroot.

Saya pikir, para ibu, para pemuda, atau siapapun yang peduli bisa berkumpul. Membentuk suatu perkumpulan sehingga kelak bisa melahirkan ide dan gagasan untuk pembangunan kualitas lingkungan di sekitarnya. Setelah itu, kelompok-kelompok kecil itu tadi bisa menghubungi lembaga anggota WALHI, atau datang dan ‘colek’ saja WALHI di media sosial. 

Kelak akan terbangun gerakan masif yang memudahkan bantuan datang. Bukan sekedar bibit, bisa jadi bantuan berupa aktivitas pembangunan kapasitas sehingga kelompok-kelompok tadi jadi lebih paham, lebih tau, lebih bisa memanfaatkan IPTEK untuk kemajuan lingkungan.

Coba tengok informasi tentang bantaran sungai Amprong di Kelurahan Kedungkandang, Kota Malang. Lahan seluas kurang lebih 172 meter persegi itu kini berubah menjadi RTH yang benar-benar menjadi public space bagi warga sekitar. Jangan salahkan pemerintahnya, karena ide untuk mengubah bantaran kali menjadi RTH ini justru datang ari inisiatif warga. Bahkan konon dari total dana yang digunakan untuk mewujudkan RTH ini, Pemkot Malang hanya menyumbang 10%-nya saja. Sisanya darimana? Tentu swadaya masyarakat yang memang sadar betul akan pentingnya RTH di wilayahnya.

Terakhir kali saya bicara tentang RTH adalah sebelum saya berangkat kuliah ke Jogja tahun 2012 lalu. Waktu itu saya sedang gencar-gencarnya kampanye RTH Kota Bandar Lampung dan mengiring kasus sengketa Taman Hutan Kota Way Halim. Waktu itu, luasan RTH di Kota Bandar Lampung tercatat hanya 11%. Tapi hingga saya mencari informasi untuk talkshow di RRI kemarin, luasan itu belum bertambah. Bahkan saya curiga jika luasan RTH di Kota Bandar Lampung justru berkurang.

Belum lagi jika kita menghitung pertumbuhan penduduk yang sinergi dengan pertambahan kendaraan bermotor. Tentu saja, Kota Bandar Lampung saat ini membutuhkan RTH yang lebih banyak daripada empat tahun silam saat suhu kota masih aman ditoleransi tubuh kita. Untuk lebih jelasnya tentang bagaimana seharusnya bentuk RTH di sempadan sungai, rel kereta api, jalur hijau jalan hingga perhitungan kebutuhan pohon dan desain RTH silakan download Permen PU No 5 Tahun 2008 di sini.

Kenapa saya bisa bersikap se-curious itu?

Secara kasat mata, bukit-bukit di Kota Bandar Lampung semakin habis. Yang tersisa hanya batuan-batuan yang sedang terus dieksploitasi, dikelilingi beberapa forklift dan truk-truk pengangkut batu serta pekerja-pekerja kasar berkulit legam terpanggang matahari. Selain itu, proyek-proyek pembangunan perumahan semakin masif dilakukan. Nggak jarang juga pembangunan perumahan dilakukan di lereng bukit. Atau bahkan di atas bukit itu sendiri. Belum lagi bangunan hotel-hotel dan restoran yang semakin megah dipandang dari kejauhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun