Mohon tunggu...
Rinda Sandini
Rinda Sandini Mohon Tunggu... -

mom of two lovely kids | lifelong learner | good employee

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Setahun Asap Padam, Perusahaan Pembakar Hutan Tetap Melenggang

1 November 2016   18:38 Diperbarui: 1 November 2016   18:48 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bocah SD di Sei Ahass, Kapuas kala terpapar bencana asap 2015 lalu (foto: Ardiles Rante)

Padahal, begitu banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hutan, mulai dari mencari kayu, berburu, berladang, berkebun, hingga berternak. Di sinilah, potensi konflik berakar. Konflik kepentingan antara masyarakat dengan perusahaan ini menimbulkan kecemburuan sosial warga dengan perusahaan, karena merasa mata pencahariannya ‘dicaplok’ korporasi.

Ironisnya kasus yang dimejahijaukan terkait karhutla kebanyakan melibatkan pelaku ‘wong cilik’. Sejauh ini dari 15 perusahaan yang diduga terlibat pembakaran hutan dan lahan 2015 lalu, belum ada satu pun yang diseret ke meja pengadilan.

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti KontraS, JIKALAHARI, ICEL dan ICW mengkritisi putusan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk 15 perusahaan tersebut. Hingga Oktober tahun ini, kabar pemidanaan korporasi masih menggantung dan pemberian SP3 oleh aparat penegak hukum masih belum dapat dipertanggungjawabkan secara logis-argumentatif.

Kapolri turun tangan langsung dalam proses SP3 terhadap 15 perusahaan yang diduga terlibat karhutla (sumber: detik.com)
Kapolri turun tangan langsung dalam proses SP3 terhadap 15 perusahaan yang diduga terlibat karhutla (sumber: detik.com)
Sementara korporasi besar lolos dari jeratan hukum, masyarakat kecil dengan mudah menjadi kambing hitamnya. Pada Maret 2016, Polda Riau beserta jajarannya telah menangkap 41 tersangka perorangan pembakar hutan dan lahan, sebagaimana dikutip dari okezone.com.

Ini sungguh menyedihkan, karena ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Bukan hanya masalah ketidakpastian hukum saja, masyarakat kecil pun menjadi korban dengan hilangnya sumber penghidupan mereka, ditambah dengan ‘bonus’ terpapar langsung kabut asap yang jelas merugikan kesehatan. Benar-benar sebuah penderitaan ‘paket combo’.

Kegagalan Korporasi dalam Pengelolaan Sumber Daya

Munculnya lapis demi lapis masalah ini menjadi bukti bahwa perusahaan skala besar pemilik konsesi belum dapat menjalankan pembangunan berkelanjutan dalam mengelola sumber daya hasil hutan yang telah dipercayakan kepada mereka. Bisnis yang dimaksud tersebut termasuk di dalamnya industri kelapa sawit, karet, pulp dan kertas, hingga pertambangan seperti timah, emas, batu bara, dan mineral lainnya.

Demo menuntut pencabutan SP3 kepada korporasi terduga pembakar hutan di Riau (sumber: riaugreen.net)
Demo menuntut pencabutan SP3 kepada korporasi terduga pembakar hutan di Riau (sumber: riaugreen.net)
Francis Wahono dalam bukunya bertajuk Ekonomi Hijau menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan dipahami sebagai suatu rangkaian pembangunan meliputi dukungannya terhadap lingkungan hidup. Di dalamnya terdapat upaya untuk memelihara keanekaragaman hayati, konservasi hutan alam, serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Di sisi lain, ini juga menyangkut pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan, dan penegakan keadilan sebagai indikator keberhasilan pada umumnya.

Korporasi hutan selain berkonflik dengan lingkungan, juga senantiasa memiliki isu permasalahan yang pelik dengan masyarakat setempat. Ini akibat interaksi yang dinamis antara perusahaan dengan lahan di wilayah konsesinya yang kerap kali bersinggungan pula dengan interaksi masyarakat sekitar dengan lahan tersebut.

Di celah inilah, warga atau masyarakat lokal sering menjadi sasaran empuk sebagai pihak yang dipersalahkan dalam berbagai peristiwa terkait kerusakan hutan, seperti pembalakan liar, atau kebakaran hutan dan lahan tadi.

Kunci Permasalahan: Pemberdayaan Masyarakat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun