Mohon tunggu...
Rinawati Acan Nurali
Rinawati Acan Nurali Mohon Tunggu... Penulis - Suka jalan, siap mendengarkan, suka. Suka-suka.

Sebagai warga yang baik, selalu ingin berbagi setidaknya lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Do'a

25 Januari 2022   19:09 Diperbarui: 25 Januari 2022   19:15 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku yang penasaran segera kuselesaikan makanku, dan kubiarkan saja piring diatas meja. Belum juga kutelan makanan yang ada dimulutku, bergegas  kuberjalan menuju ruang tengah yang dipenuhi manusia itu. Kulihat manusia yang berkain putih dikelilingi orang-orang yang berada diruangan itu. Manusia berkain putih sedang berbaring, seluruh tubuhnya ditutupi kain putih. Dari kaki hingga kepala. 

Tak ada yang nampak satu dari sekian anggota tubuhnya. Rasa penasaranku semakin tinggi. Aku ikut bergabung dengan mereka yang duduk melingkari manusia berkain putih itu. Entah siapa manusia yang berkain putih itu, akupun tidak tahu. Sebab seluruh badan ditutupi kain putih. 

Seorang lelaki tua, dengan rambut yang dipenuhi uban putih dan jenggot yang juga memutih duduk tepat di belakang kepala simanusia berkain putih itu berbaring. Dengan tangan kanan yang memegang dupa dan membakarnya didalam prapen (tempat pembakar dupa), sembari berkomat-kamit. Mulutnya tak henti-henti bergerak. 

Si bapak tua itu terus bekerja. Perempuan setengah tua, yang juga memakai kerudung putih duduk disebelah kiri sibapak tua itu, dengan memegang dan memainkan gendang. Gendangnya mirip seperti bedug. 

Dikaki simanusia berkain putih itu ada piring yang berlapiskan kain putih. Didalam piring terisi pinang, sirih, rokok, gambir, dan tembakau. Disebelah kanan piring, ada loyang. Dan disebelah kiri ada segelas air putih. Aku yang duduk diantara ibu-ibu ang mengelilingi manusia putih itu hanya memperhatikan mereka.

Tiba-tiba terdengar suara gaduh didapur. Bibi Erna segera bergegas melihat apa yang terjadi. Seekor kucing hitam sedang memporak-porandakan dapur. "jangan biarkan kucing itu masuk keruangan ini, usir dia cepat" ucap bapak tua itu, yang berhenti dari pekerjaannya merapal mantra. 

Ibu yang berada disampingnya masih terus memainkan gendang yang ada ditangannya. Ibu-ibu yang mengelilingi manusia berkain putih itu, panik dan bergegas masuk dapur---lalu keluar lagi. "anakku, orang yang pasang jampi-jampi ini sangat kuat" kata bapak itu, yang berbicara  dengan bibi tertuaku. 

Bibiku terlihat lemas, dan pucat. Dengan tangan yang memegang ikatan tasbih. "jadi bagaimana bapak, apa yang harus kita perbuat?" tanya bibiku. Bapak itu sejenak diam, tunduk menatap lantai hitam. Seperti hitamnya malam yang dingin saat itu. 

Angin kencang berhembus. Suara daun mangga bergemerisik diantara udara dingin malam. " kita coba saja dulu, tapi kalian banyak-banyak baca doa dan kuatkan imannnya kalian. Kata bapak tua itu lagi. Bibi dan para orang-orang yang ada diruangan itu mengangguk. "anak, kamu duduk didepan sini" pinta bapak tua itu lagi. "jangan lupa ambil loyang itu" sambil menunjuk loyang yang ada dikaki simanusia berkain putih itu. 

Bibi mengambil loyang itu, dan memangkunya seperti seorang bayi. Bapak tua itu lalu melanjutkan rapalan doanya. Ibu yang memainkan gendang itu semakin cepat memukul gendangnya. Seperti telah diinstruksikan, untuk mengubah gendre lagunya. Asap bara semakin tebal, bau kemenyang semakin menyengat berhembus diruangan  menembus langit-langit. keluar melewati lubang-lubang rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun