Mohon tunggu...
Rinandita Wikansari
Rinandita Wikansari Mohon Tunggu... Associate Professor in Applied Psychology | Industrial Psychologist | Coaching MSMEs for Global Market | Developing Future-Ready Workforce

Aktif mengajar, meneliti, dan menulis seputar soft skills, kepemimpinan, hingga strategi adaptif di dunia kerja modern. Tertarik untuk menulis mengenai dinamika kehidupan akademik, dunia kerja, hingga refleksi psikologis dalam kehidupan sehari-hari—berbasis data, pengalaman, dan pendekatan yang humanis. Berdaya lewat ilmu, berdampak lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Pilih Solopreneur atau Bermitra? Ini yang Perlu Kamu Tahu

29 Juli 2025   14:34 Diperbarui: 29 Juli 2025   14:34 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Solopreneur atau bermitra? (Sumber: unsplash.com/id/@surface)

Di era digital yang semakin terbuka dan kompetitif, banyak pelaku usaha mikro dan kecil dihadapkan pada dua pilihan strategis dalam mengembangkan bisnisnya: menjadi solopreneur atau menjalin kemitraan. Kedua pilihan ini tampak sederhana, tetapi sebenarnya memiliki implikasi jangka panjang terhadap arah, nilai, dan keberlanjutan sebuah usaha. Pertanyaannya bukan semata-mata mana yang lebih baik, tetapi mana yang lebih sesuai dengan karakteristik, sumber daya, dan visi jangka panjang dari pelaku usaha itu sendiri.

Apa Itu Solopreneur?

Solopreneur adalah individu yang menjalankan dan mengelola bisnisnya secara mandiri, mulai dari perencanaan, produksi, pemasaran, hingga keuangan. Dalam konteks UMKM, istilah ini kini semakin populer, apalagi dengan dukungan teknologi digital yang memungkinkan seorang pelaku usaha mengelola toko online, branding, hingga distribusi tanpa harus memiliki banyak tim.

Kelebihan menjadi solopreneur antara lain:

  • Kontrol penuh atas setiap aspek bisnis.

  • Fleksibilitas dalam pengambilan keputusan.

  • Kemampuan mengelola brand personal yang kuat.

  • Cocok bagi mereka yang memiliki kapasitas multitasking dan orientasi independen.

Namun, ada tantangan besar juga:

  • Beban kerja yang tinggi.

  • Rentan terhadap burnout atau kelelahan mental.

  • Terbatas dalam ekspansi cepat karena hanya mengandalkan satu sumber daya manusia.

Bagaimana dengan Kemitraan?

Di sisi lain, membangun bisnis dengan kemitraan (baik dalam bentuk co-founder, kolaborator, atau skema usaha patungan) juga menjadi pilihan strategis yang banyak diambil UMKM. Kolaborasi dapat terjadi secara vertikal (misalnya dengan supplier atau distributor), horizontal (antar pelaku usaha sejenis), atau bahkan lintas sektor.

Kelebihan kemitraan antara lain:

  • Distribusi beban kerja dan tanggung jawab.

  • Akses terhadap keahlian, modal, dan jejaring yang lebih luas.

  • Ruang diskusi dan pengambilan keputusan yang lebih kaya.

  • Potensi inovasi lebih tinggi karena adanya pertukaran perspektif.

Namun, tentu saja tidak tanpa risiko:

  • Perbedaan visi dan nilai kerja bisa menjadi sumber konflik.

  • Harus ada kejelasan dalam pembagian hak dan kewajiban.

  • Risiko ketergantungan pada mitra yang tidak seimbang secara kontribusi.

Pertimbangan Penting Sebelum Menentukan

Dalam konteks pendampingan UMKM, baik sebagai dosen maupun fasilitator pelatihan, saya sering menemukan bahwa banyak pelaku usaha pemula belum memetakan dengan jelas gaya kepemimpinan mereka, pola komunikasi, dan visi usaha jangka panjang --- padahal ini adalah faktor kunci untuk memilih menjadi solopreneur atau bermitra. Misalnya, seorang ibu rumah tangga yang memulai bisnis katering sehat rumahan akan sangat cocok menjadi solopreneur di tahap awal. Namun, ketika permintaan mulai meningkat dan membutuhkan dukungan dalam hal logistik dan distribusi, membangun kemitraan strategis bisa mempercepat skalabilitas usahanya. Sebaliknya, pelaku usaha yang sejak awal memiliki visi besar dan ingin menjangkau pasar yang lebih luas (misalnya ekspor produk kriya atau makanan kemasan) akan lebih baik jika sejak awal membentuk tim atau jaringan kolaborasi.

Peran Platform dan Komunitas

Di tengah dilema ini, hadirnya komunitas atau ekosistem pendukung seperti GadePreneur by Pegadaian memberikan ruang belajar yang sangat penting bagi pelaku UMKM. Program seperti GadePreneur Space tidak hanya menawarkan tempat, tapi juga wadah kolaborasi, pembinaan, mentoring, hingga pelatihan peningkatan kapasitas. Dengan dukungan seperti ini, baik solopreneur maupun mitra usaha bisa tumbuh bersama, saling belajar, dan memperluas jangkauan bisnisnya dengan cara yang lebih profesional. Karena pada akhirnya, tumbuhnya UMKM tidak hanya ditentukan oleh model bisnisnya, tetapi juga oleh mindset dan ekosistem yang menopang keberlanjutannya.

Bukan Pilihan yang Salah, Tapi Pilihan yang Tepat

Tidak ada jalan mutlak yang harus dipilih oleh setiap pelaku usaha. Baik menjadi solopreneur maupun bermitra, keduanya bisa berhasil asalkan disesuaikan dengan kekuatan personal, tujuan jangka panjang, dan kesiapan mental untuk tumbuh dan berkembang. UMKM Indonesia adalah tulang punggung ekonomi kita. Memberdayakan mereka dengan pilihan strategis yang tepat adalah investasi berkelanjutan bagi masa depan bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun