Mohon tunggu...
Rinandita Wikansari
Rinandita Wikansari Mohon Tunggu... Associate Professor in Applied Psychology | Industrial Psychologist | Coaching MSMEs for Global Market | Developing Future-Ready Workforce

Aktif mengajar, meneliti, dan menulis seputar soft skills, kepemimpinan, hingga strategi adaptif di dunia kerja modern. Tertarik untuk menulis mengenai dinamika kehidupan akademik, dunia kerja, hingga refleksi psikologis dalam kehidupan sehari-hari—berbasis data, pengalaman, dan pendekatan yang humanis. Berdaya lewat ilmu, berdampak lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Bisnis Rumahan Impianku: Antara Makna, Modal, dan Misi

28 Juli 2025   10:00 Diperbarui: 28 Juli 2025   09:44 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bisnis rumahan (Sumber: unsplash.com/id/@kellysikkema)

Dunia kerja hari ini bukan lagi milik korporasi raksasa saja. Di sudut-sudut kampung, di ruang tamu yang disulap jadi workshop, atau di dapur sederhana tempat aroma kue menyebar, bisnis-bisnis rumahan tumbuh dengan mimpi besar. Saya sering bertanya dalam hati: jika saya memulai bisnis rumahan, akankah saya mengejar uang, atau mengejar makna?

Pertanyaan itu terus bergema, terlebih ketika melihat betapa banyak perempuan, ibu rumah tangga, pensiunan, hingga mahasiswa, mulai berani memulai usaha dari rumah. Ada yang membuat frozen food, merintis jasa menjahit, membuka kursus daring, hingga menjual produk kerajinan tangan berbasis kearifan lokal. Bisnis rumahan telah menjadi simbol perlawanan terhadap keterbatasan ruang dan peluang.

Namun, memulai bisnis rumahan bukan sekadar mencari cuan dari rumah. Ada pertanyaan filosofis yang lebih dalam: bisnis macam apa yang ingin saya bangun agar ia tidak hanya hidup, tapi juga menghidupkan?

Lebih dari Sekadar Dagang

Bagi saya, bisnis rumahan impian bukan sekadar aktivitas ekonomi. Ia adalah ekspresi nilai-nilai pribadi yang dijahit menjadi produk atau jasa. Sebuah bisnis rumahan ideal harus:

  1. Relevan dengan kebutuhan lokal. Produk atau jasa yang ditawarkan tidak harus canggih, tapi harus bermanfaat. Misalnya, katering sehat untuk balita di lingkungan perumahan padat, atau jasa servis elektronik panggilan untuk keluarga muda.

  2. Mampu memberdayakan lingkungan sekitar. Saya bermimpi bisnis saya nanti melibatkan tetangga yang menganggur, ibu-ibu yang terampil tapi tidak punya akses pasar, atau anak muda yang ingin belajar wirausaha.

  3. Adaptif terhadap teknologi. Meski rumahan, bisnis impian saya harus melek digital. Mulai dari pemasaran, pencatatan keuangan, hingga pelayanan pelanggan. Dunia digital membuka pintu yang lebih lebar untuk usaha kecil yang cerdas.

  4. Berakar pada identitas diri. Produk yang saya jual harus mewakili siapa saya. Jika saya mencintai budaya lokal, mungkin saya akan mengangkat motif batik dalam produk home decor. Jika saya peduli lingkungan, maka kemasan ramah lingkungan akan jadi bagian dari narasi bisnis.

Antara Modal dan Mental

Banyak orang mengira rintangan terbesar memulai bisnis rumahan adalah modal. Padahal, dalam banyak kasus, justru mental memulai dan keberanian konsisten yang lebih menentukan. Saya belajar dari beberapa UMKM yang saya dampingi---bahwa modal bisa dicicil, alat bisa dipinjam, tapi keberanian mengambil keputusan hanya bisa dilatih lewat jam terbang. Modal juga tidak harus selalu dalam bentuk uang. Pengetahuan, jaringan sosial, dan kepercayaan diri adalah modal intelektual dan sosial yang seringkali justru menjadi penentu suksesnya sebuah bisnis kecil.

Bisnis yang Ingin Saya Wariskan

Ketika membayangkan bisnis rumahan impian, saya membayangkan sesuatu yang bisa diwariskan---bukan hanya kepada anak-anak saya kelak, tapi juga kepada komunitas di sekitar saya. Sebuah usaha yang tumbuh bukan hanya secara finansial, tapi juga secara sosial. Yang tidak hanya menjual, tapi juga mendidik. Tidak hanya untung, tapi juga menumbuhkan harapan. Mungkin suatu hari, bisnis rumahan impian saya adalah tempat magang bagi anak-anak SMK sekitar. Atau menjadi studi kasus di kelas kewirausahaan perguruan tinggi. Atau setidaknya, menjadi ruang aman bagi pekerja rumahan yang selama ini termarginalkan. Karena sesungguhnya, di era pasca-pandemi ini, rumah bukan lagi sekadar tempat tinggal---ia bisa menjadi pusat perubahan. Dan bisnis rumahan bukan lagi usaha kecil-kecilan, tapi cikal bakal ekonomi masa depan yang lebih manusiawi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun