Mohon tunggu...
Rinaldi Sutan Sati
Rinaldi Sutan Sati Mohon Tunggu... Owner Kedai Kapitol

Pemerhati dan Pegiat Sosial, Hukum, Politik, Budaya dan Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Amuk yang Tidak Menghasilkan Perubahan

30 Agustus 2025   11:25 Diperbarui: 30 Agustus 2025   11:28 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekitar tahun 1926, Tan Malaka melontarkan gagasannya seputar penolakan terhadap rencana pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Alasannya saat itu adalah massa aksi yang belum siap dan hanya berupa sebagai aksi massa. Tan Malaka berpikir bahwa aksi ugal-ugalan yang cenderung reaktif hanya akan menggagalkan pola perjuangan jangka panjang. Lalu, terbitlah tulisan Aksi Massa yang diikuti berbagai macam tuduhan terhadap dirinya; seorang advonturir, pengkhianat. Pendapat Tan Malaka sebenarnya terbukti benar. Pemberontakan yang tidak terencana dengan matang, hanya akan melahirkan gebukan-gebukan, lalu menghilangkan banyak momentum perubahan.

Layaknya saat ini, sejak pertengahan Agustus 2025, aksi-aksi massa secara kuantitas naik dan cenderung berakhir dengan pengerusakan. Amuk yang terlihat saban hari belakangan ini adalah bentuk dari kekecewaan rakyat kepada Pemerintah. Dapat dikatakan, tayangan yang terhidang di media-media sosial belakangan ini sepertinya kurang memperlihatkan betapa singkronnya kerja-kerja antar pemerintahan, terutama antara legislatif dan eksekutif. Presiden Prabowo bersama menteri-menterinya sibuk membangun program kerakyatan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, serta Koperasi amerah Putih, di sisi lain legislatif isunya berkutat kepada kenaikan gaji, tunjangan, dan lain-lain yang lebih selfist (personal). Dengan kata lain, fungsi pengawasan tidak berjalan imbang. Namun, ada beberapa koreksi yang maju sebenarnya dari fungsi legislatif sebagai pengawas kebijakan; saat isu ojek online mencuat dan penertiban kebun dalam kawasan hutan di provinsi Riau.

Amuk yang terjadi dapat dianggap sebagai respon terhadap pola kerja pemerintahan; legislatif dan eksekutif tidak berimbang. Penggalan-penggalan video yang beredar dan mematik pergerakan masyarakat adalah bukti betapa ilalang yang kering ini gampang dibakar. Akibatnya, tuntutan sejati masyarakat yang ingin perubahan tertutupi dengan berita pengrusakan dimana-mana. Hasilnya, tayangan kekerasan antara demostran dan aparatus keamanan jadi makanan yang harus ditelan.

Kondisi ini sebenarnya memperlihatkan gap kesadaran dalam partai-partai yang ada. Gap kesadaran yang terlihat tidak selaras. Struktur elit yang terlihat lebih mengutamakan berpikir bagaimana caranya bertahan di pemilu selanjutnya sambil berupaya menambah pundi-pundi penghasilan yang diendapkan untuk hidup. Sementara itu para pemilih yang merupakan bagian dari anggota maupun simpatisan, bertahan hidup dari hari ke hari. Bertahan mengatasi perekonomian keluarga seraya tetap kuat dan sabar menghadapi gempuran kebijakan.

Gap kesadaran ini pastinya berasal dari problem internal masing-masing partai. Sejauh mana pola kaderisasi dan pemahaman ideologi partai terpasok dalam sikap dan prilaku anggota hingga simpatisannya. Jika tidak memilki korelasi antara satu sama lainnya, maka dapat dipastikan terjadi partai partai yang ada gagal menstranfer ideologi mereka kepada anggota hingga simpatisannya.

Wajarlah jika aksi-aksi hanya mempertontonkan amuk yang tidak berkesudahan maka yang akan dilihat dari demokrasi adalah pengrusakan. Yak, kerusakan tanpa perubahan. Sayang rasanya jika kesimpulan daripada kebebasan dalam berbuat dan berbicara hanyalah kerusakan-kerusakan, tanpa adanya perubahan yang signifikan untuk kemakmuran dan kemajuan Bangsa. 

"Sesudah memperoleh kekuasaan politik, 'Borjuasi Demokrasi' menunjukkan dirinya" tulis Tan Malaka pada bagian "Keadaan Politik" Aksi Massa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun