Selain darurat banjir , sampah dan korupsi ternyata kota Padangsidimpuan masih menyimpan kedaruratan lain, yaitu maraknya kasus kekerasan seksual. Melalui data yang dilansir oleh situs (http://siga.sumutprov.go.id/media/data-kekerasan/kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak) Â bahwa jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara di tahun 2022 adalah 1495 kasus. Kota Padangsidimpuan menyumbang 51 kasus dari jumlah keseluruhan itu.Â
Pelaku untuk tindak kejahatan ini masih dikuasai oleh laki - laki dengan jumlah 999. Sedangkan,perempuan dengan jumlah 141 pelaku. Korban terbanyak dari maraknya kasus kekerasan seksual ini masih di dominasi oleh perempuan dengan 1309 korban. Sedangkan, laki - laki berjumlah 368 korban. Jika jumlah korban dilihat berdasarkan status usia, korban anak - anak masih mendominasi dengan persentase 66,4%. Sedangkan, korban dewasa dengan persentase 33,6%.
Gambaran lain yang diberikan oleh data ini adalah 838 kasus kekerasan seksual terjadi di rumah, 121 kasus terjadi di berbagai fasilitas - fasilitas umum dan 63 kasus terjadi di sekolah. Sedangkan, 456 kasus terjadi di sembarang tempat. Hal lainnya yang disampaikan melalui data ini berdasarkan dari jenis kekerasan jumlah kekerasan fisik masih mendominasi dengan 681 kasus lalu disusul oleh kekerasan seksual dengan 588 kasus.Â
Kemudian, kekerasan psikis dengan 301 kasus, penelantaran dengan 197 kasus, eksploitasi dengan 15 kasus, trafficking dengan 6 kasus serta 168 kasus untuk jenis kekerasan lainnya. Melalui paparan data ini juga bisa diketahui bahwa sebagian besar kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan bisa tercatat karena hasil aduan dari korban. Itu artinya masih ada kasus yang belum muncul ke permukaan.
Kondisi Kota Padangsidimpuan
Jika tahun 2022 Padangsidimpuan menyumbangkan 51 kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak. Kita harus mengingat bahwa itu adalah jumlah kasus yang tercatat dari hasil pengaduan korban. Bisa saja jumlah lebih atau kurang dari yang tercatat. Itu artinya jumlahnya fluktuatif, sebab belum ada penelitian yang memotret secara khusus dinamika perkembangan dan pertumbuhan kasus ini di Kota Padangsidimpuan.
Kendati demikian, ketika kita mencoba untuk mencari informasi tentang kasus semacam ini di internet. Tidak akan sulit untuk menemukannya. Dari semua kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Kota Padangsidimpuan. Saya akan sebutkan dua kasus yang belum lama ini terungkap ke publik.Â
Menurut saya dua kasus ini bisa kita jadikan bahan untuk melakukan refleksi. Kasus pertama, bermula pada April 2024, ketika seorang remaja putri berinisial S menjadi korban kejahatan kekerasan seksual yang dilakukan oleh pacarnya- seorang remaja putra berinisial MRST. Adapun jenis tindakan yang dilakukan oleh pelaku adalah mengajak korban untuk melakukan video call mesum. Korban menolak pelaku.Â
Penolakan yang dilakukan korban bukan membuat pelaku menghentikan tindakannya tetapi malah membalas dengan mengirimkan korban sebuah video yang menampilkan pelaku sedang melakukan masturbasi. Korban yang ketakutan setelah menerima balasan itu melaporkan tindakan yang dilakukan pelaku kepada keluarga pelaku.Â
Tetapi, bukannya berpihak kepada korban dan memberikan peringatan keras kepada pelaku. Keluarga pelaku malah mengancam korban dan meminta agar video tersebut dihapus.Korban tidak menerima permintaan itu. Inilah yang kemudian menggerakkan keluarga pelaku untuk melapor ke polisi. Setelah pelaporan itu dilakukan, somasi pun dilayangkan kepada korban. Hingga kemudian korban mendapatkan status tersangka.Â
Keluarga korban yang merasa tidak terima karena perlakuan yang tidak adil dari polisi  meminta bantuan publik. Akhirnya, kasus ini pun viral dan mendapat atensi dari publik. Hal itu berhasil, status tersangka yang sebelumnya disematkan pada korban dicabut oleh polisi.Â