"Jika seseorang benar - benar berhasrat ingin mencapai keagungan abadi, ia seharusnya meminta Tuhan membolehkannya hidup ditengah suatu kota yang korup agar punya kesempatan untuk merombaknya" (Machiavelli dalam Skinner,1990)
"Indonesia Gelap" bukanlah deretan kalimat tanpa makna. Indonesia gelap adalah manifestasi kemuakan warga atas segala tindak - tanduk pemerintah yang mengakibatkan negara ini jatuh ke dalam sebuah krisis multidimensional. Disebut sebagai krisis multidimensional karena negara ini sudah memenuhi segala macam prasyarat untuk menuju negara gagal.Â
Mulai ketidakstabilan ekonomi, proses penegakan hukum yang tidak adil, praktik korupsi , kolusi , nepotisme (KKN) yang merajalela di segala sektor, oligarki yang semakin menggurita, sampai hilangnya sensitivitasnya terhadap etika dan moralitas publik dari para pejabat negara. Hal ini yang kemudian membuat warga kembali mempertanyakan komitmen dari pemerintah terhadap demokrasi.Â
Namun, ditengah pertanyaan publik tentang komitmen tersebut semakin menggema di ruang publik, Pemerintahan Prabowo - Gibran justru menegaskan sikap untuk mematikan demokrasi dengan membiarkan tentara kembali masuk ke ranah publik yang seharusnya menjadi domain warga sipil bukan militer. Bukti dari ketegasan sikap ini bisa dilihat dari revisi Undang - undang TNI yang baru saja diputuskan.
Selain itu revisi undang - undang lainnya juga sedang menunggu seperti Undang - undang Kepolisian, undang - undang penyiaran publik juga tidak luput dari kritik warga karena dicurigai akan semakin mempersempit peran warga sipil di ruang publik. Demokrasi telah mati, kita harus tegas mengatakan hal itu.Â
Deretan persoalan yang sebelumnya telah disebutkan membuat alasan untuk menghasilkan ulang demokrasi menjadi sangat masuk akal. Tetapi dari mana kita bisa memulainya? Apakah benar demokrasi telah mati ? Atau ada hal lain yang lebih fundamental dari demokrasi yang mati? Tulisan ini akan mencoba untuk menguraikannya.Â
Demokrasi telah Mati
Sebelum memvonis, apakah demokrasi telah mati atau tidak ? Kita harus bertanya lebih dahulu, apakah Indonesia telah benar - benar masuk ke alam pikiran demokrasi ? Tidak bisa dipungkiri bahwa sejak masa revolusi, ketika para pendiri bangsa ini berdebat di sidang BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tentang apa fondasi utama menjalankan sistem pemerintahan di negara baru ini, mereka dengan tegas memutuskan demokrasi. Demokrasi dipilih dengan harapan negara baru ini dikelola dengan fondasi kedaulatan rakyat.Â
Zaman bergerak.Soekarno naik ke tampuk kekuasaan. indonesia tetap memakai demokrasi sebagai cara mengelola negara. Tetapi demokrasi yang dimaksud di masa ini bukanlah demokrasi yang sama dengan hasil pembahasan sidang BPUPKI. Demokrasi di masa ini disebut sebagai demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin bukanlah demokrasi yang berarti kedaulatan rakyat diutamakan tetapi kemauan Presiden yang diutamakan.Â
Era berikutnya Indonesia masuk ke masa orde baru dibawah pimpinan Soeharto. Pada masa ini demokrasi tidak ada. Sebab, kekuasaan menampilkan wajah fasisme dan memberangus kebebasan. Media dibungkam bahkan yang paling memprihatinkan adalah kekuasaan melakukan berbagai macam tindakan represif untuk membungkam warga negara yang mencoba untuk menyampaikan protes atas keadaan yang sedang berlangsung.
Sejatinya, berbagai hal yang dilakukan oleh kekuasaan ini adalah upaya untuk melakukan depolitisasi warga.Namun kendati demikian perlu diingat bahwa pada masa ini pemilu juga diselenggarakan hanya saja dikendalikan dan ditentukan hasilnya oleh penguasa.Â