Otak yang Terbakar : Ketika Overthingking Menjadi Akar Burnout

Sumber Gambar : Desain dan edit oleh Rina Aulia menggunakan elemen dari canva 

Di era digital yang serba cepat ini, banyak anak muda hidup di bawah tekanan yang tak terlihat. Media sosial, tuntutan akademik, dan ekspektasi dari sekitar membuat kita terus merasa harus sempurna. Setiap hari, kita membandingkan diri dengan orang lain, hingga lupa bahwa setiap orang punya waktunya masing-masing. Dari sinilah overthinking mulai tumbuh

Pernah merasa lelah, padahal tidak sedang bekerja?
Mungkin bukan tubuhmu yang capek, tapi pikiranmu yang tak pernah diam. Di balik rutinitas dan layar media sosial, banyak anak muda kini terbakar oleh pikirannya sendiri --- overthinking yang perlahan berubah menjadi burnout.

Sebuah refleksi tentang bagaimana pikiran bisa jadi sumber kelelahan paling sunyi.

 ketika pikiran tak berhenti memikirkan segala hal yang bahkan belum terjadi.
Overthinking membuat otak terus bekerja tanpa jeda. Kita terlalu sering menganalisis, takut salah, dan akhirnya kelelahan secara mental. Lama-kelamaan, kondisi ini bisa berubah menjadi burnout  keadaan di mana tubuh dan pikiran sama-sama menyerah. Menurut penelitian, sebagian besar anak muda kini mengalami gejala burnout karena stres dan beban pikiran yang berlebihan. Mereka merasa lelah, kehilangan motivasi, sulit tidur, bahkan merasa tidak cukup baik.

Padahal, manusia memang tidak diciptakan untuk berpikir terus-menerus. Kita juga butuh diam, butuh istirahat, dan butuh waktu untuk melepaskan semua yang menumpuk di kepala. Kadang, berhenti sejenak bukan tanda lemah, melainkan bentuk keberanian untuk menjaga diri.

Jadi, kalau hari ini kamu merasa lelah bukan karena bekerja, tapi karena berpikir terlalu banyak  istirahatlah. Tidak semua hal harus kamu pikirkan sekarang. Tenangkan diri, lepaskan sejenak, dan biarkan pikiranmu bernafas. Karena dari keheningan, sering kali kita menemukan kembali semangat yang hilang.