Mohon tunggu...
Rina Darma
Rina Darma Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga

Happy Gardening || Happy Reading || Happy Writing || Happy Knitting^^

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Sarung Kotak-kotak (3)

23 Mei 2020   23:55 Diperbarui: 23 Mei 2020   23:59 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

HILAL TELAH TAMPAK itulah keputusan sidang isbat Kementerian Agama. Bulan pertanda awal Satu Syawal dilaporkan terlihat di berbagai titik pengamatan. Esok saatnya merayakan kemenangan ussi melaksanakan Puasa Ramadhan 29 hari.

Tak perlu menunggu lama dari pengumuman Menteri Agama, kumandang takbir segera bergema di seluruh penjuru kota. Saat orang lain mulai menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri, aku menyambut apa?

Aku belum bisa pulang karena harus piket Lebaran. Lika sudah pulang sejak dua hari lalu. Selepas magrib dia berpamitan mudik ke Bogor. Tinggal aku sendiri di lantai atas. Kontrakan sepi. Tak hanya di atas juga di bawah. Rais juga mungkin sudah mudik. Tapi kok ga bilang. Eh, emang aku siapa, dia harus bilang.

Rais cowok yang aku kenal dengan cara yang tidak aku duga-duga. Kami punya sarung dengan motif kotak-kotak yang sama. Aku mengklaim jika sarungnya itu milikku. Namun, kejadian memalukan bagiku itu membuat kami makin akrab yang juga membuatku terjebak dalam kisah "Segitiga Bermuda". Aku, Lika, dan Rais. Aku tenggelam dalam gelombang yang baru saja kumulai.

Selepas isya, aku ke bawah untuk berangkat ke kantor. Kamar-kamar kos sepi. Aku melirik ujung lorong lantai bawah, hening. Kesepian ini membuatku sangat sedih. Sengaja aku mengajak si cantik beige melewati rute memutar.

Ruas-ruas jalanan utama di kota metropolitan ini lengang. Membuatku bisa memacu Beige dengan maksimal. Jarum merah menunjuk angka 100 di spedometer. Di hari-hari biasa paling banter juga 70 kilometer. Lebih dari itu bakal nubruk bokong-bokong kendaraan yang lain.

Truk-truk pick up membawa remaja berkeliling sembari menabuh bedug kemenangan. Suara-suara kembang api semarak di setiap sudut kota. Langit berubah menjadi percik warna-warni. Pasar-pasar tumpah ruah dan penuh sesak. Mereka yang belum sempat membeli baju Lebaran berjubalan.

Aku tiba di atas Jalan Layang Kebagusan. Aku berhenti sejenak memandang bangunan yang terhampar di depanku penuh gemerlap. Kontras dengan hatiku. Lika pulang dengan menyisakan tanda tanya. Ia patah hati. Itu artinya Rais sudah ada yang punya? Kenapa hatiku juga ikut porak poranda kaya gini.

-- 

Sudah lewat tengah malam, aku tiba di kost. Cepat-cepat aku ingin merebah dan terlelap dalam mimpi indah. Aku mengambil sarung kotak-kotak. Membiarkan badanku ditelannya. Saat aku menengadah, baru aku ingat "Beige" belum dimasukkan ke garasi.

Saat hampir sampai, jantungku berdetak tak karuan. Kupikir aku baru saja melihat hantu karena harusnya tak ada penghuni kos. Sarung motif kotak-kotak yang tak bisa aku identifikasi warnanya entah abu, nila, ungu ini membuatku tersentak. Seseorang duduk di bangku mengenakannya. Ia juga tampak kaget. Dua orang dengan motif sarung yang sama.

Aku tak melihat "Beige".

"Aku sudah memasukkannya," katanya memecah kecanggungan.

"Oh iya... terima kasih... tapi kok bisa kan dikunci stang?"

Ia tidak menjawab hanya mengayunkan kunci bergantung boneka bear warna coklat. Astaga, aku meninggalkan kunci di motor saking ngantuk dan lelah. Dan senyum Rais yang manis, aku benci melihatnya saat ini.

"Kirain mudik," kataku.

"Kan mau nemenin kamu," ucapnya.

"Ga usah ngegombal," jawabku sinis.

"Ga, bener kok mau nemenin Cah Ayu, kasihan di kost sendiri?"

"Kasihan yang nungguin di rumah?"

"Ga ada yang nungguin, orang tuaku sudah lama pergi. Itulah alasan aku besar di pesantren. Pakde yang mengirimku sejak SD setelah ibuku meninggal menyusul Bapak."

Tiba-tiba ada rasa iba. Tapi ini saatnya aku menjawab rasa penasaranku.

"Istri mungkin? Atau pacar?"

"Emang tampangku sudah beristri ya?" jawabnya diikuti tawa.

"Ya pacar mungkin?"

"Engga ada."

Gema takbir memcah hening malam. Suaranya menguasai di antara kita. Hatiku membuncah mendengarnya. Namun, aku sok jaim. Rasa kantuk yang luar biasa tadi tiba-tiba hilang. Dia tersenyum dan menatapku. Aku berpaling. Takut ia menembusnya. Seolah berputar lagu Rahasia Hati soundtrack film 5 cm. Andai matamu melihat aku, terungkap semua isi hatiku...

 -- 

Aku duduk di sebelahnya dibatasi bangku seperti sore itu ketika akhirnya ia mengajak aku dan Lika berjamaah. Sejak magrib itu juga aku tak lagi datang ke Mushola walaupun ia memintaku tarawih berjamaah. Aku tak mampu bertemu dengannya.

Kami berbincang dari A sampai Z hingga balik lagi ke A. Sampai akhirnya dia bertanya, apakah aku sedang dekat dengan cowok. Aku mengiyakan.

Dia menatapku tajam. Antara ragu atau ingin penegasan. Aku tersenyum tapi tak mampu menatapnya dalam-dalam. Aku bertanya balik, pertanyaan yang sama kulontarkan. Ia juga mengiyakan. Aku gusar mendengar jawabannya.

"Emang dia ga marah kamu ngobrol denganku begini?"

"Ga"

"Tahu darimana? Cewek biasanya cemburuan?"

"Ya, dia ada di depanku!"

Mukaku pasti merah sekali saat itu. Seiring takbir kemenangan yang terus berkumandang, seseorang telah memenangkan hatiku. Kami sama-sama tersenyum canggung.

***

Sarung Kotak-Kotak (1)

Sarung Kotak-Kotak (2)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun