Mohon tunggu...
Rimayanti Z
Rimayanti Z Mohon Tunggu... widyaiswara - Praktisi Pendidikan

Pengajar walau bukan guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dirjen Baru Pilihan Mas Menteri, Angin Segar Dunia Pendidikan?

14 Mei 2020   13:47 Diperbarui: 14 Mei 2020   20:22 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Nadiem Makarim dalam Pelantikan Pejabat Kemdikbud 8 Mei 2020.Genial.id

Pada tanggal 8 Mei yang lalu, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim melantik 8 Pejabat setingkat eselon 1  dilingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan. Pelantikan yang dilakukan secara daring tersebut mengangkat :

  • Prof. Ainun Nai'im, Ph.D.  selaku Sekretaris Jenderal Kemendikbud
  • Hilmar Farid, Ph.D  untuk posisi Dirjen Kebudayaan Kemendikbud
  • Prof. Dr. H. Muchlis Rantoni Luddin, MA. Sebagai Inspektur Jenderal Kemendikbud
  • Totok  Suprayitno, Ph.D sebagai Kepala Badan Peneltian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud
  • Dr. Iwan Syahril, Ph.D. Sebagai Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
  • Wikan Sakarinto, S.T., M.Sc., Ph.D. sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi
  • Prof. Endang Aminudin Aziz, M.A. sebagai Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan
  • serta Chatarina Muliana Girsang, S.H., S.E., MH sebagai Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan.

Pelantikanini  bukan merupakan pelantikan pejabat  eselon 1 yang pertama yang dilakukan oleh Mas Nadiem. Sebelumnya beliau telah melantik Dirjend Pendidikan Dasar dan Menengah, Serta Dirjen Pendidikan Tinggi.

Sebagian besar pejabat yang dilantik adalah wajah-wajah baru di Senayan. Namun tidaklah perlu terlalu khawatir. Menilik dari gelar yang disandang saja, tergambar kalau hampir seluruhnya pernah mengenyam pendidikan di luar negeri. Tanpa bermaksud mengecilkan sistem pendidikan di Indonesia,  setidaknya dengan mengikuti pendidikan di luar Indonesia mereka punya komparasi melalui pengalaman langsung, tentang sistem pendidikan diluar sana dengan yang dilaksanakan di Indonesia.

Dari delapan nama yang belum seminggu dilantik oleh Mas Menteri tersebut, setidaknya ada dua nama yang mencuri perhatian rekan-rekan guru dan pelaku pendidikan di Indonesia. Iwan Syahril serta Wikan Sakarinto.

Bagaimana tidak, Iwan Syahril merupakan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) yang bersentuhan langsung dengan para guru. Kebijakan-kebijakan yang akan beliau keluarkan akan sangat mempengaruhi nasib guru di lapangan.

Nama Iwan sendiri sudah santer disebut-sebut di lingkungan dalam Kemdikbud sebelum pelantikan dilaksanakan. Iwan yang sebelumnya menduduki posisi sebagai Staf Ahli Khusus Menteri dibidang Pengajaran memang bukan orang baru dilingkungan Kemdikbud. Tercatat pernah menduduki posisi sebagai Tim Kualitas Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud selama periode 2017-2019. Iwan juga merupakan Tim Ahli Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah BAN S/M Kemdikbud. Berbekal pengalaman tersebut, tentunya Iwan cukup memahami situasi dan kondisi yang ada di internal Kemdikbud.

Putera Sumatera Barat ini juga memiliki pengalaman dibidang pendidikan sebagai  Dekan Fakulta Ilmu Pendidikan Universitas Sampoerna. Beliau juga merupakan Direktur Penelitian Kelembagaan dan Penjaminan Mutu Universitas Sampoerna pada tahun 2019 lalu.

Iwan sebetulnya tidak menempuh pendidikan S1 dibidang ilmu pendidikan. Setelah tamat SMA beliau mendalami Hubungan Internasional di Universitas Padjajaran. Namun pada jenjang pendidikan berikutnya beliau beralih menekuni ilmu pendidikan. Tercatat pernah mengikuti Magister Pendidikan pada Program Pasca Sarjana Pendidikan Bahasa Inggeris Pada Universitas Pendidikan Indonesia, Pendidikan Menengah di Columbia University, serta Kurikulum dan Pengajaran di Columbia University. Pendidikan Doktor ditempuh beliau di Michigan University.

Dengan sederet pengalaman serta ijazah dalam bidang pendidikan tentunya membuat harapan pelaku pendidikan terutama guru semakin tinggi terhadap beliau. Langkah-langkah nyata Iwan dalam rangka menterjemahkan program-program yang sudah dicanangkan Mas Menteri  terutama untuk GTK ditunggu  pelaku pendidikan Indonesia.

Respon cepat terhadap kehadiran beliau telah terjadi dimana-mana. Ikatan Guru Indonesia (IGI) beberapa waktu  yang lalu membuka dialog dengan Dirjend GTK yang baru ini. Mengusung tema 'Bincang Santai dengan Dirjend GTK",  guru-guru di bawah payung IGI mendengarkan strategi-strategi apa yang akan dilakukan Iwan terhadap guru dan tenaga kependidikan di Indonesia. Berbagai pertanyaanpun dilontarkan oleh rekan guru dilapangan tentang perbaikan nasib guru dan pelaksanaan pembelajaran selama pandemi covid-19.

Sayangnya jawaban-jawaban yang diberikan Iwan barulah dalam tataran pragmatis. Iwan terkesan sangat hati-hati dalam memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang diajukan oleh guru dilapangan. Guru yang langsung berhadapan dengan masalah peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

Sewaktu melakukan paparan di awalpun Iwan baru menyampaikan kebijakan Kemdikbud secara umum. Belum menukik secara khusus apa yang akan dilakukan oleh Dirjend GTK terhadap peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan serta perbaikan nasib guru pada masa yang akan datang. 

Memupus harapan peserta bincang santai secara online tersebut yang tentunya berharap informasi yang lebih banyak tentang apa yang akan dilakukan Dirjend GTK terhadap peningkatan kompetensi mereka. Terutama untuk menjalankan program merdeka belajar dan sekolah merdeka yang telah dicanangkan Mas Menteri.

Persoalan guru dan tenaga kependidikan memang bukan masalah yang sederhana. Sengkarut tentang GTK ini bukan saja tentang kompetensi, akan tetapi yang lebih pelik menyangkut keberadaan GTK yang masih kurang. Kebijakan moratorium pengangkatan guru yang dilakukan pemerintah beberapa tahun terakhir membuat jumlah guru PNS terus menerus berkurang. Bagaimana tidak, ribuan guru PNS pensiun setiap tahunnya, sementara pengganti yang baru diangkat tidak sebanyak yang pensiun.

Itu belum termasuk persoalan guru di daerah-daerah khusus.  Saya pernah menemui satu Sekolah Dasar yang hanya mempunyai 3 orang guru PNS termasuk kepala sekolah. Sisanya yang non PNS pun tidak semuanya berlatar belakang kependidikan. Bahkan ada diantara guru tersebut yang berbekal ijazah SMA. Apaboleh buat, dari pada pembelajaran tidak berlangsung kondisi seperti ini terpaksa dijalankan.

Belum lagi tentang Tenaga Kependidikan. Betapa banyak sekolah yang tidak mempunyai Tenaga Administrasi Pendidikan (TAS). Laboratorium yang tidak mempunyai laboran, perpustakaan yang tidak mempunyai pustakawan, atau Kepala Bengkel yang merangkap-rangkap kerjanya. Semuanya tentu akan mempengaruhi proses pembelajaran.

Repotnya lagi pengangkatan GTK ini kewenangannya berada di tangan Pemerintah Daerah. Tidak aneh kalau terdapat kepala sekolah yang sebetulnya tidak memenuhi kriteria sebagai kepala sekolah. Namun mempunyai legalitas karena mendapatkan Surat Keputusan pengangkatan.

Hal-hal seperti ini lah yang menjadi PR bagi Iwan Syahril selaku Dirjend GTK. Bagaimana membangun sinergi dengan pemerintah daerah selaku yang "memiliki" GTK. Sehingga pada akhirnya peningkatan kompetensi guru tersebut dapat terus menerus dilakukan.

Akan halnya Dirjend Sekolah Vokasi Wikan Sakarinto. Persoalannya tidak akan jauh berbeda. Memiliki pengalaman panjang sebagai akademisi pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Wikan pernah menjabat sebagai Dekan sekolah vokasi UGM. Pengalaman mengelola pendidikan vokasi tentunya adalah bekal yang cukup berarti dalam jabatan saat ini.

Wikan mengawali pendidikan pada jenjang perguruan tinggi di D3 Teknik Mesin UGM. Kemudian  Wikan melanjutkan pendidikannya pada University of Twentee Nedherland, serta Kobe University Jepang.

Mengalami langsung proses pendidikan vokasi pada saat berperan sebagai mahasiswa D3 UGM tentu saja merupakan pengalaman yang tidak bisa dibeli. Beliau mengetahui dari dapurnya bagaimana pendidikan vokasi tersebut diterapkan. Tentulah bekal yang yang lumayan cukup bagi Wikan untuk terjun lebih dalam di bidang vokasi.

Direktorat Jenderal (Ditjend) Vokasi sendiri merupakan Ditjend baru di Kemdikbud. Ditjend ini dibentuk untuk menjawab tantangan Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045, tepat pada 100 tahun Indonesia merdeka.

Sebagai unit baru di Kemdikbud, tentunya akan membuat Wikan lebih leluasa mendesain struktur dan program. Semua ide dan rancangan beliau dapat diwujudkan secara nyata. Dari Wikan diharapkan muncul terobosan-terobosan nyata untuk pendidikan vokasi di Indonesia.

Sebetulnya pendidikan vokasional bukanlah barang baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Penerapannya telah dilakukan melalui  Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)  pada jenjang pendidikan menengah, serta berbagai politeknik yang tersebar di seluruh Indonesia pada jenjang pendidikan tinggi. Persoalannya selama ini, lulusan dari SMK, dan politeknik tidak sepenuhnya dapat diserap oleh dunia industri. Persoalan terbesar yang sering dikemukakan tentang hal ini adalah adanya ketidak selarasan antara kurikulum di SMK dan politeknik dengan kebutuhan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Berbagai Memorandum of Understanding (MoU) telah dilakukan oleh lembaga pendidikan tersebut. Namun itu tidak berlangsung secara menyeluruh.

Inilah yang akan menjadi tantangan bagi Wikan setelah menduduki jabatan sebagai Dirjen Sekolah Vokasi. Melalui berbagai wawancara yang telah ditayangkan di beberapa media online, kita dapat melihat arah langkah dan program yang akan dilakukan Wikan dalam mengelola Ditjend Sekolah Vokasi pada masa mendatang.

Setidaknya ada 5 program utama yang akan beliau laksanakan

  • Membuat link and match dunia pendidikan dan DUDI
  • Memastikan guru pengampu di SMK dan dosen pengampu pada pendidikan Vokasi di perguruan tinggi memiliki sertifikat kompetensi yang diakui oleh DUDI
  • Lulusan SMK harus memiliki sertifikasi kompetensi yang diakui oleh DUDI
  • SDM Pendidikan dan pengelola pendidikan vokasi harus melakukan pembenahan, penguatan, dan inovasi
  • Kolaborasi pendidikan vokasi dengan pendidikan akademik dan vokasi.

Menilik poin poin di atas rasanya jalan fikiran beliau cukup jelas untuk di baca. Persoalannya sekarang bagaimana menterjemahkan hal tersebut menjadi sebuah kegiatan nyata. Untuk keberadaan sertifikat kompetensi misalnya, akan lahir permasalahan baru. Lembaga mana yang akan mengeluarkan sertifikat. Apakah DUDI terlibat langsung dalam pemberian sertifikat ini? Sementara Untuk membuat link and match dunia pendidikan dan DUDI memerlukan perubahan kurikulum yang cukup signifikan. Dukungan sarana dan prasaranapun sangat diperlukan. Mustahil sebuah pendidikan vokasi dapat berjalan tanpa praktek.

Hal ini harus dilaksanakan sesegera mungkin. Jangan sampai semua ide yang beliau sampaikan tidak terlaksana sampai akhir masa jabatannya nanti.

Sementara Tarik ulur tentang unit kerja mana saja yang akan masuk ke dalam kelompok Dirjend Vokasi masih belum terjawab sampai sekarang. Lembaga -lembaga pelatihan vokasional dilingkungan Kemdikbud yang selama ini berada di bawah Ditjend GTK masih menunggu-nunggu dimana keberadaan mereka setelah ini. Harapan kita tentunya Bapak Dirjend Sekolah Vokasi yang baru dapat memaksimalkan keberadaan lembaga-lembaga tersebut. Karena selama ini kita tidak dapat menafikan telah banyak program peningkatan guru vokasi yang telah mereka lakukan.

Apapun itu, harapan besar tertompang kepada dua orang  Dirjend Baru ini. Melakukan perubahan tanpa mengabaikan apa yang sudah baik selama ini. Semoga. (Rima. Z)  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun