Mohon tunggu...
Rimayanti Z
Rimayanti Z Mohon Tunggu... widyaiswara - Praktisi Pendidikan

Pengajar walau bukan guru

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ngabuburit Yes, Keluar Rumah No!

4 Mei 2020   23:41 Diperbarui: 4 Mei 2020   23:40 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

"Kok Ramadhan ini kita gak ngabuburit Bun?", tanya anak gadis saya suatu sore menjelang berbuka. Saya tercenung. iya juga ya. Tidak terasa sudah beberapa hari menjalani puasa ramadhan. tapi tidak ada acara ngabuburit maupun berburu takjil di pinggir jalan. 

Sebenarnya seberapa penting sich ngabuburit? Kata yang baru beberapa tahun belakangan memasuki khasanah Bahasa Indonesia ini mendadak populer saat ramadhan tiba. 

Sebagai orang Indonesia yang tidak berdarah Sunda dan tidak pernah menetap di Sunda pada awalnya saya agak kebingungan memaknainya. Sampai akhirnya pada kesimpulan bahwa ngabuburit adalah melakukan kegiatan pada sore hari menjelang waktu berbuka tiba. 

Tentunya kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif tanpa mengurangi makna puasa itu sendiri. Semoga saja kesimpulan saya tidak keliru. 

Ingatan saya melayang ke berpuluh tahun silam. Sewaktu kecil saat  menjalani puasa ramadhan di kampung. Hidup di lingkungan pedesaan yang serba alami membuat kami tumbuh dalam suasana yang berbeda. 

Setelah shalat ashar kami turun dari surau melakukan permainan khas anak-anak di pedesaan. Sebagian ada yang bermain patok lele. ada yang berkejaran bermain galah asin (ditempat saya disebut cabur). Atau bermain perang-perangan. 

Tidak ada pistol mainan otomatis. Pistolnya kami buat sendiri dari pelepah pisang yang dipotong kira-kira sehasta. Kemudian diiris punggungnya dengan jarak tertentu. Namun tidak putus. Irisan-irisan ini diberdirikan sedemikian rupa. 

Ketika ingin menembak lawan irisan tadi ditutup serempak dengan melayangkan tangan. Bunyinya berderap bak suara tembakan. Setidaknya itu yang terdengar di telinga kami ketika memainkannya. 

Kadang sebagian anak lelaki menghabiskan waktu menunggu magrib dengan menangkap burung Ruak-Ruak. Burung yang suka hidup di rawa-rawa ini banyak sekali berkeliaran di sekitar rumpun pohon rumbia yang tumbuh liar disekitar surau. Walaupun banyak, tidak gampang menangkapnya dengan tangan kosong. Biasanya mereka menggunakan perangkap untuk menangkapnya. 

Kulit pelepah rumbia di jalin sedemikian rupa hingga membentuk perangkap. Makanan diletakkan dalam perangkap sebagai umpan. Perangkap yang sudah siap diletakkan di semak-semak tempat Ruak-Ruak banyak melintas. Diperlukan waktu beberapa lama sampai ada burung yang masuk perangkap. 

Sambil menunggu anak lelaki ini menghambur ke sungai kecil disamping surau. Berenang bercengkerama sambil menunggu waktu berbuka. Setelah selesai tinggal memeriksa burung-burung yang terkurung dalam perangkap. Tidak selalu ada hasil. Tapi jarang sekali yang kosong sama sekali. Begitu magrib menjelang berjalan pulang dengan ruak-ruak ditangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun