Begitu riuh, Pati hari ini
Begitulah bala akibat arogansi
Kuluk Kanigara dan Keris Rambut Pinutung yang Tuan arak hari ini, tak bertaji lagi
Di hadapan sorak-sorak "Turunkan Bupati"
Pusakamu sudah tak sakti!
Lupa kah Tuan, dari selatan sana
Menetes darah Samin pada diri Pati
Yang diamnya saja adalah perlawanan
Sebuah Sikep, sikap menentang
Sari pati pemberontakan yang diendapkan
Atas penindasan dan pajak, seperti hari ini
Bayangkan jika itu bukan hanya soal diam!
Tak ingatkah Tuan, ada jiwa-jiwa pembebas yang cadas
Di sepanjang Pesisir Timur Semenanjung Muria sana
Yang kepalanya terus mendidih terpanggang matahari
Yang asin keringatnya terperas manisnya garam
Yang tumitnya terkelupas, terendam air laut terus-terusan
Yang tulang belikatnya lebih keras dari haluan kapal
Yang kulitnya selalu bau amis dan lumpur tambak
Yang tak mau diataur atau mengatur
Masih punya daya-kah auman sombong Tuan
Jika kami sudah memekikkan Mataem, Ususem, Ndiasem, atau Kuaaakek'anem
Bahkan saat misuh, kami masih mingkem
Masuh karo mendem
Seharusnya cukup sikut, dengkul, dan telapak tangan saja yang tebal karena kapalan
Bukannya muka, Tuan
Apa Tuan alpa, Pati itu juga punden dan langgarnya
Juga dukun dan santrinya
Serta garong dan para cendekiwannya
Mengalir pula watak Saridin
Wali mbalelo tak mau ditata
Wani tapi sembada
Barangkali, kami juga masih cucu-cucunya
Biar kami ingatkan, dongeng tentang Bumi Pati ini
Bahwa dahulu Majapahit juga minta upeti
Tapi hanya kami ludahi, cuihhh
Kini, Pati punya Alugoro
Tapi itu senjata Prabu Baladewa
Bukan senjatamu, Bolodewo!
Kamis, 7 Agustus 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI