PENCABUTAN OTONOMI PROFESI
Pencabutan kewenangan organisasi profesi (OP) dan pelemahan peranan organisasi profesi OP IDI/PDGI ini tidak hanya terkait dengan rekomendasi izin praktik saja, tetapi juga hal hal lain dalam konteks otonomi profesi seperti :
- Pencabutan ketunggalan organisasi (OP).
UU Praktik Kedokteran 29/2004 menegaskan OP IDI/PDGI diakui sebagai entitas tunggal (pasal 1 angka 12 dan pasal 6), sedangkan UU Kesehatan 17/2023 menyebutkan bahwa  tenaga medis/kesehatan 'dapat' membentuk organisasi profesi (pasal 311 ayat 1). Pasal ini  memungkinkan dibentuknya banyak organisasi profesi, yang lazim disebut dengan multi bar - Pencabutan rekomendasi STR
UU Praktik Kedokteran menyatakan bahwa Surat Tanda Registrasi (STR) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dengan pertimbangan dari organisasi profesi (pasal 30), sedangkan UU Kesehatan menegaskan bahwa STR diterbitkan oleh Konsil atas nama Menteri Kesehatan tanpa keterlibatan organisasi profesi (pasal 260) - Pencabutan kewenangan pembinaan dan pengawasan etik
UU Praktik Kedokteran memberikan kewenangan OP untuk aktif dalam pembinaan etik serta dapat memberikan sanksi etik sebelum tindakan hukum dilakukan (pasal 50-53). Namun, UU Kesehatan mencabut kewenangan ini dan memberikan pengawasan etik berada sepenuhnya di bawah kendali pemerintah, sedangkan organisasi profesi tidak disebutkan sebagai aktor etik utama - Penghilangan peranan OP dalam Kolegium
Kolegium dibentuk dan dijalankan oleh organisasi profesi walaupun tidak secara eksplisit diatur dalam undang undang, tetapi berdasarkan praktik dan Surat Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia (SK KKI). Namun di dalam UU Kesehatan, Kolegium berada di bawah kontrol langsung Menteri Kesehatan (pasal 270-272) - Penghilangan peranan OP dalam pemberian sanksi etik
Di dalam UU Praktik Kedokteran , dokter/dokter gigi yang melakukan pelanggaran etik kedokteran dikenakan sanksi lebih dahulu oleh organisasi profesi sebelum sanksi administratif atau pidana (pasal 50). Sementara di dalam UU Kesehatan tidak ada lagi kewenangan OP untuk menjatuhkan sanksi etik.
ANALISIS POLITIK HUKUM
Pencabutan kewenangan organisasi profesi (OP), penghilangan eksistensi dan pelemahan peranan organisasi profesi yang dapat diidentifikasi di dalam UU Kesehatan tersebut tentu saja tidak terlepas dari politik hukum yang berada dibalik pembuatan undang undang tersebut.
Prof.Dr.Siti Nur Azizah, SH,MHum pada mata kuliah Politik Hukum di Fakultas Hukum UTA'45,Prodi S2 dan S3, mengatakan bahwa politik hukum adalah kemauan atau kehendak negara terhadap hukum.
Di dalam politik hukum, kita bertanya untuk apa hukum itu diciptakan, apa tujuan penciptaan hukum dan kemana arah yang hendak dituju dengan hukum yang diciptakan tersebut ?.
Beliau melanjutkan, Â bahwa politik hukum ( legal policy) merupakan garis atau dasar kebijakan untuk menentukan hukum yang seharusnya berlaku dalam negara. Politik hukum adalah kebijaksanaan politik yang menentukan peraturan hukum apa yang seharusnya berlaku yang mengatur berbagai hal kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Di dalam konsideran Undang Undang Kesehatan 17/2023 Â disebutkan bahwa undang undang ini dibuat diantaranya dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lewat transformasi kesehatan, penguatan sistem kesehatan secara integratif dan holistik serta mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu.