Perbandingan ini menegaskan bahwa jurang kota dan desa masih menjadi faktor utama dalam ketimpangan mutu pendidikan nasional.
Antara Harapan dan Realitas
Di atas kertas, tujuan ANBK sangat mulia: bukan memberi label "pintar atau tidak", melainkan memetakan kelemahan agar sekolah bisa memperbaiki diri. Namun, di sekolah pinggiran, ANBK sering dipersepsikan sebagai "beban baru". Guru dilema antara menuntaskan kurikulum atau melatih anak menghadapi komputer.
Kebijakan Kurikulum Merdeka memang menekankan penguatan profil pelajar Pancasila beriman, bernalar kritis, kreatif, mandiri, dan gotong royong. Tetapi, sebagaimana dicatat oleh Kristiawan (2022), capaian itu sulit terwujud tanpa penguatan fondasi dasar berupa literasi dan numerasi.
Strategi Perbaikan
Beberapa langkah perbaikan yang mulai dicoba antara lain:
- Membudayakan membaca: program 15 menit membaca sebelum pelajaran.
- Pembelajaran kontekstual: guru membuat soal matematika dari pengalaman sehari-hari, seperti menghitung belanja di warung.
- Literasi digital bertahap: anak dibiasakan mengetik sederhana atau menjelajah bacaan digital.
- Kolaborasi orang tua: membacakan cerita di rumah, melibatkan anak dalam aktivitas berhitung praktis.
Menurut Firman (2023), strategi semacam ini penting agar literasi dan numerasi tidak hanya menjadi materi ANBK, tetapi bagian dari kebiasaan hidup siswa.
Kesimpulan
ANBK bukan tembok yang menakutkan, tapi cermin untuk memperbaiki pendidikan. Dengan fasilitas, literasi, dan literasi digital yang lebih merata, anak-anak di SD Negeri 1 Sidomulyo bisa punya peluang yang sama dengan anak kota. Sekali lagi, bukan soal pintar atau tidak, tapi soal kesempatan yang adil.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI