Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Sebuah Obituari dengan Hati

8 Agustus 2020   01:37 Diperbarui: 9 Agustus 2020   16:28 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://sccld.org/

Ketika Marie Fredriksson meninggal dunia pada bulan Desember tahun lalu, hampir semua situs berita internasional yang saya sering kunjungi menulis obituari tentang dirinya. Marie adalah vokalis dari duo Roxette yang beraliran pop rock. Dia dan pasangan duetnya menggapai ketenaran pada tahun 80-an dan 90-an.

Sepanjang hidupnya, dia dikenal sebagai seorang penyanyi, penulis lagu, pianis, dan pelukis yang sangat produktif. Dia meninggalkan seorang suami dan dua orang anak setelah berjuang selama 17 tahun melawan kanker otak, dan akhirnya kalah.

Semua obituari yang ditulis memiliki sudut pandang yang berbeda dan ada juga yang sama. Walaupun semua obituari menjabarkan informasi personal tentang dirinya, setiap obituari mengambil pendekatan berbeda untuk menggambarkan kehidupan yang dia pernah jalani. 

Bagi saya rasanya seperti melihat sebuah piramida dari berbagai sisi; satu kali saya melihat sebuah bujur sangkar dan kali lain saya melihat sebuah segitiga.

Di semua obituari Marie dilukiskan sebagai seorang jenius di bidang musik, seorang musikus berbakat dari Swedia yang telah menembus dominasi Amerika Serikat di industri musik pop dunia (walaupun sebenarnya ketenaran dia mulai dibangun di Amerika Serikat).

Marie sangat menjaga kehidupan pribadinya supaya jauh dari perhatian publik. Salah satu obituari menulis tentang dirinya yang tidak mengundang Per Gessle, partnernya di duo Roxette, ke pesta pernikahannya, karena dia pikir mereka tidak cukup dekat untuk berbagi momen sepersonal itu. 

Per Gessle berpikir berbeda; dia pikir mereka bersahabat, sehingga keputusan Marie akhirnya merenggangkan hubungan pertemanan dan hubungan kerja mereka.

Di dalam semua obituari yang saya baca, tertuang perasaan kasih sayang. Semua obituari itu memakai cara yang indah untuk mengenang kehidupan seseorang yang lagu-lagunya menjadi bagian dari perjalanan banyak orang. Meskipun sebenarnya tidak ada seorang pun penggemarnya yang mengenal Marie secara personal.

Saya tumbuh besar, menjalani masa remaja beranjak dewasa, ditemani lagu-lagu yang Roxette nyanyikan. Bertahun-tahun setelah duo ini tidak aktif lagi, saya masih sering memainkan lagu-lagu mereka di Spotify. Setelah membaca obituari-obituari itu, saya merasa kehilangan seseorang yang seolah-olah saya kenal secara pribadi.

Apa yang diperlukan untuk menulis sebuah obituari?

Pertama-tama, tidak ada yang namanya obituari yang bagus. Yang ada hanyalah obituari yang berisi tulisan yang jujur dan menyentuh hati tentang seseorang yang telah menyelesaikan pengembaraannya di bumi ini. 

Tulisan dalam obituari terkadang tidak bisa melukiskan secara utuh kepribadian, karakter, pencapaian, dan arti kehadiran seseorang bagi mereka yang dia tinggalkan.

Waktu kecil saya sering sekali membaca obituari yang menempati beberapa halaman di koran nasional yang terbit lebih tebal setiap hari Minggu. 

Pernah ada satu obituari yang menghabiskan sampai dua halaman penuh, lengkap dengan foto, tanggal kelahiran dan kematian, daftar nama anggota keluarga inti, dan daftar nama perusahaan yang mendiang telah dirikan.

Beberapa obituari mengutip ayat-ayat penghiburan dari Alkitab. Obituari yang lain lebih berupa surat terbuka ucapan terima kasih dari keluarga besar kepada mereka yang telah ikut berbela sungkawa dan menaruh perhatian atas berpulangnya mendiang.

Kalau saya ingat-ingat, waktu kecil saya tidak pernah membaca obituari dalam bentuk artikel di media cetak kita, seperti yang biasa ditampilkan oleh media cetak di Barat. Obituari di Barat bisa berupa tulisan yang sangat panjang dan mendetail selayaknya sebuah artikel, dan semuanya tergantung pada permintaan dari keluarga mendiang.

Obituari yang tampil di media cetak tidak harus tentang kematian seseorang yang terkenal. Bahkan jika yang meninggal adalah seorang petani, keluarganya bisa saja memesan sebuah artikel obituari dituliskan untuk mengenang berpulangnya petani tersebut.

Setelah membaca obituari-obituari tentang mendiang Marie Fredriksson, saya mengambil beberapa kesimpulan tentang cara menulis sebuah obituari dengan hati.

1. Obituari harus tentang sebuah pribadi.

Misalkan kita adalah wartawan yang diberi tugas menulis sebuah obituari tentang seseorang yang kita tidak kenal secara pribadi. Usahakan kita cukup mengenal kepribadiannya sebelum kita menuliskan apa pun tentang dia.

Kepribadian berbeda dengan informasi pribadi. Informasi pribadi berupa tempat dan tanggal lahir seseorang, di mana dia mengenyam pendidikan, nama pasangan hidup dan nama anaknya, pekerjaan-pekerjaan yang dia pernah lakoni, semua itu dapat ditemukan dengan mudah secara online atau dari institusi resmi seperti dinas kependudukan.

Namun sebagai penulis obituari, kita harus tahu hal-hal melampaui informasi pribadi itu.

Mendiang adalah orang seperti apa, kekuatan dan kelemahan pribadinya (tak perlu membahas kelemahannya secara mendetail, cukup untuk menunjukkan bahwa dia adalah manusia biasa), minat dan bakatnya, kesan yang dia tinggalkan di benak orang-orang yang mengenalnya, semua itu adalah hal-hal yang tidak mudah dilupakan orang.

Sebuah artikel yang saya baca beberapa tahun lalu bahkan menyarankan seorang penulis obituari untuk mewawancarai musuh dari orang yang berpulang, untuk mendapatkan gambaran yang jujur dan sebenarnya tentang karakter dan kepribadiannya.

Saya tentu saja menentang pendekatan ini.

Jika mendiang dan musuh itu adalah musuh sekaligus teman, maka mungkin ada sisi baik dari mendiang yang tidak pernah diketahui oleh banyak orang yang bisa digali. 

Namun jika mendiang dan musuh itu adalah musuh bebuyutan, maka saya yakin membicarakan keburukan seseorang yang telah meninggal adalah tidak etis dan tidak bermoral.

Cara terbaik mengenal seseorang adalah dengan mendapatkan informasi dari keluarga mendiang, dari orang-orang terdekatnya yang seharusnya menghabiskan paling banyak waktu dengannya semasa hidup. Namun hal ini tidak berlaku secara umum. 

Ada orang-orang yang sangat berdedikasi pada pekerjaan mereka, sehingga atasan dan rekan kerja adalah orang-orang yang paling dekat dan paling mengenal mereka.

Siapa pun itu, entah keluarga atau rekan kerja, seorang penulis obituari harus bisa menemukan orang-orang yang bisa menceritakan dengan lancar tentang kepribadian dan karakter mendiang.

Selain informasi dari orang-orang, seorang penulis obituari juga bisa mendapatkan informasi dari mempelajari benda-benda yang ditinggalkan oleh mendiang. Dari benda-benda yang dia sangat hargai dan sayangi semasa hidupnya. Koleksi kartu pemain basket, misalnya. Atau kartu berlangganan tahunan ke taman hiburan. Mungkin juga koleksi foto vintage yang dia ambil di waktu senggang.

Dengan melihat, memperhatikan, dan mempelajari benda-benda yang sepertinya acak dan tidak saling terkait itu, penulis obituari akan mendapat gambaran bagaimana mendiang menggunakan waktunya. 

Dia akan bisa membayangkan apa yang dianggap penting atau tidak oleh mendiang. Penulis seolah-olah menonton ulang potongan-potongan dari hidup mendiang, yang akan menjadi pencerahan untuk menulis sebuah obituari yang mengena dan berkesan di hati.


2. Jika Anda menulis obituari, maka berandai-andailah sebagai keluarga mendiang.

Banyak kebudayaan yang menyelenggarakan acara pemakaman sebelum penguburan, dimana orang-orang bergantian menyampaikan bela sungkawa dan kesan mereka akan orang yang baru saja berpulang. 

Ada juga kebudayaan yang memilih menyelenggarakan acara penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan setelah pemakaman dilangsungkan. Setiap keluarga dan setiap kebudayaan mempunyai pilihan mereka masing-masing.

Coba bayangkan diri Anda sebagai tamu pada acara pemakaman atau penghiburan itu dan membacakan obituari yang Anda tulis di hadapan pasangan hidup/anak/saudara/orang tua dari mendiang. Tiba-tiba Anda bicara tentang mendiang yang gemar mengupil. Tidakkah hal itu akan merusak reputasi yang mendiang tinggalkan?

Atau bayangkan Anda tiba-tiba bicara tentang kesalahan yang dilakukan oleh mendiang di masa lalu, yang menyebabkan orang tua mendiang bersedih. Tidakkah keluarga mendiang akan merasa malu mendengarnya?

Jika Anda sebagai penulis obituari merasa tidak nyaman membicarakan hal-hal itu secara langsung di hadapan orang banyak, maka sebaiknya Anda tidak menuliskannya. 

Apalagi sebuah tulisan obituari bersifat 2 dimensi yang rentan disalahmengerti oleh mereka yang membacanya, seperti pada tulisan saya yang ini tentang komunikasi antara guru dan orang tua selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Tuliskanlah hal-hal yang benar-benar terjadi di dalam kehidupan mendiang, tentang kepribadiannya, tentang warisannya kepada keluarga dan orang-orang terdekatnya. Tuliskanlah hal-hal yang mendiang percayai, bela mati-matian, bekerja keras untuk mencapainya. Tuliskanlah mengenai sikapnya, pilihan-pilihan yang dia buat, dan hal-hal yang dia kurang sukai.

Tuliskanlah hal-hal yang mungkin hanya diketahui segelintir orang, misalnya kesukaan mendiang akan tari Jaipongan. Sebagai penulis obituari, Anda dapat mengumpulkan informasi tersebut dengan cara mewawancarai orang-orang yang paling dekat selama mendiang hidup.

Terkadang orang-orang hanya memperhatikan apa yang mereka ingin perhatikan, dan melewatkan detail penting tentang orang yang menghabiskan hidup bertahun-tahun dengan mereka.

Tuliskanlah juga apa yang kira-kira menjadi harapan mendiang jika dia masih hidup. Tuliskanlah tentang kesukaannya, aspirasinya, mimpinya yang belum terwujud, dan rencananya jika saja dia memiliki lebih banyak waktu di bumi. Hal-hal ini dapat menjadi dorongan semangat untuk mereka yang ditinggalkan, untuk mereka yang berharap memiliki waktu lebih lama untuk bersama mendiang.

Beberapa waktu lalu, seorang tetangga di kompleks perumahan kami tiba-tiba meninggal karena Covid-19. Kabar ini sangat mengejutkan karena kami tahu beliau bekerja dari rumah, tidak pernah keluyuran, ke supermarket terdekat pun tidak. Ini adalah kasus ketiga di perumahan kami, dan beliau adalah orang termuda di antara korban-korban lainnya.

Pandemi ini terus-menerus memukul lingkaran terdekat kami. Kami mendapat kabar kerabat yang terinfeksi dan akhirnya sembuh; sebuah kabar yang menggembirakan. Ada juga kerabat dengan penyakit penyerta akhirnya menyerah dan berpulang. Sejak bulan Maret tidak ada minggu tanpa kami mendengar kabar orang yang kami kenal akrab ataupun tidak yang terinfeksi virus ini.

Mendiang yang baru berpulang adalah ayah dari guru flute saya. Dia seorang pria yang ramah yang mendirikan sekolah musik dan balet di kota kecil kami.

 Anak saya yang sulung mendapat pendidikan balet dan pianonya yang pertama pada usia 3 tahun di sekolah yang dia dirikan. Sampai tahun lalu saya juga masih belajar flute di sana. Terakhir kali kami bertemu mereka sekeluarga adalah pertengahan tahun lalu.

Anggota keluarga intinya sampai sekarang masih mengisolasi diri. Walaupun kami bertetangga, ketua RT dan RW terang-terangan melarang kunjungan ke rumah keluarga tersebut. Jalan menuju ke sana juga ditutup. Demi kebaikan bersama, dalih mereka.

Oleh karena itu kami sebagai tetangga hanya bisa mengucapkan turut berbela sungkawa melalui media sosial. Keluarga ini bahkan tidak mengucapkan selamat tinggal dengan layak karena mendiang langsung dimakamkan dengan berbagai protokol. Mereka juga tidak bisa berduka dan dihibur dengan layak oleh orang-orang yang benar-benar mempedulikan dan mengasihi mereka.

Pandemi ini merampok kemanusiaan kita yang paling dasar.

Ketika membalas WA saya yang berisi ucapan turut berduka cita, istri mendiang menulis ini kepada saya:

Dearest friends and family,
Thank you for your sincere wishes, thoughtful prayers, and uplifting encouragements. It means the world to us as a family.

He was a righteous man who feared the Lord and loved Jesus Christ with his whole heart. Words of encouragement and inspiration flowed naturally from his mouth to everyone regardless of their status and background. By reading your messages it's clear that the love is mutual from all of you. Thank you from the bottom of our hearts.

Kalimat-kalimat di atas tidak panjang, tidak bergaya, dan tidak mewah, tapi mereka adalah obituari dari sebuah keluarga yang berduka secara tiba-tiba. 

Obituari itu sangat jujur dan menyedihkan hati tentang seseorang yang berpulang terlalu cepat, pada awal usia 50-an, dan tentang keluarganya yang hatinya hancur. Obituari singkat tersebut menurut saya sangat indah, mengena, dan berkesan di hati.

Saat ini kami sebagai tetangga dan saudara seiman hanya bisa mendoakan supaya keluarga ini dihiburkan dan dikuatkan untuk melalui saat tersulit dalam hidup mereka. 

Dan anugerah untuk kita semua supaya diijinkan Tuhan melalui pandemi ini dengan kerendahan hati dan bersandar penuh pada-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun