Mohon tunggu...
Rihad Wiranto
Rihad Wiranto Mohon Tunggu... Penulis - Saya penulis buku dan penulis konten media online dan cetak, youtuber, dan bisnis online.

Saat ini menjadi penulis buku dan konten media baik online maupun cetak. Berpengalaman sebagai wartawan di beberapa media seperti Warta Ekonomi, Tempo, Gatra, Jurnal Nasional, dan Cek and Ricek.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar Bukan Zona Nyaman

27 Desember 2019   07:07 Diperbarui: 27 Desember 2019   07:17 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana belajar di kelas (kompas.com)

Konsep Merdeka Belajar merupakan terobosan yang keren. Lebih khusus lagi karena Mendikbud Nadiem Makarim banyak menggunakan istilah kekinian dalam mengkomunikasikan gagasan tersebut kepada publik.

Misalnya dia menginginkan guru yang ditantang untuk "pamer inovasi". Nadiem bilang juga tentang "Guru yang merdeka dalam memberi penilaian kepada siswa".

Guru diminta fokus kepada proses pembelajaran bukan mengurus administrasi. Nadiem mengganti RPP yang tadinya berlembar-lembar diubah menjadi satu halaman saja.

Sangat terlihat gaya kepemimpinan milenial yang cenderung mengabaikan peraturan yang kaku ke arah pengaturan yang lebih luwes. Semua ini akan membawa sebuah konsekuensi terhadap peran guru saat mengajar. 

Bukan Zona Nyaman

Sebagian guru mungkin merasa plong karena beban administrasi berkurang. Guru yang memiliki gagasan "aneh" tidak akan sungkan menerapkannya. Tapi bagi guru yang mengira akan bekerja lebih santai di bawah Nadiem, saya kira mereka akan segera kecewa.


Terlihat sekali gaya kepemimpinan Nadiem sangat "menuntut". Dia tidak menginginkan pendidikan yang biasa-biasa. Dalam arti guru datang ke kelas setiap hari pada jam yang sama, berbicara dengan materi relatif sama dari tahun ke tahun, lalu keluar kelas dengan perasaan plong karena tugasnya sudah dilaksanakan. Setelah itu terserah siswanya. Bagi yang tidak puas dan orangtua punya dana lebih, siswa bisa ikut bimbingan belajar.

Saya sebagai orangtua, selama ini selalu ragu, jika anak tidak ikut bimbingan belajar, apakah dia bisa lolos ke sekolah berkualitas? Akhirnya saya bersikap pragmatis, "ikut bimbel saja", karena hampir seluruh siswa di kelas juga ikut bimbel. Yang jelas dua anak saya kini sudah kuliah di di PTN ternama. 

Fokus Kualitas

Siklus pendidikan semacam itu berlangsung bertahun-tahun hingga menjamur pula bimbel di mana-mana. Padahal sebagian dari mereka mematok  ongkos mahal.

Pertanyaan mendasarnya adalah jika anak mengandalkan seratus persen belajar bersama guru di kelas apakah dia bisa lolos ke perguruan tinggi yang berkualitas? 

Dari beberapa pernyataan Nadiem terlihat bahwa dia ingin guru harus mampu meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga setiap anak mampu menemukan keunggulan dan mengembangkannya demi masa depan dia sendiri.

Jadi, dengan kata lain sekolah harus mampu menciptakan siswa berkualitas untuk semua anak-anak, baik miskin atau tidak miskin.

Karena memang tidak adil, bagi keluarga kaya mereka bisa mengikuti bimbel dengan ongkos jutaan rupiah, termasuk mendatangkan guru ke rumah. Bagaimana dengan keluarga yang tidak mampu? Jika sekolah mampu menghasilkan siswa berkualitas secara mandiri, semua anak memiliki kualitas dengan standar tinggi. 

Dengan demikian, aspek pemerataan kualitas pendidikan akan tercapai. Karena setiap siswa akan mendapatkan pelayanan proses pembelajaran yang memiliki kualitas tinggi. 

Proses Merdeka Belajar ini diharapkan memacu guru berkompetisi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara inovatif menggunakan seluruh potensi yang ada di sekolah dan lingkungannya.

Guru tidak terhambat  oleh kekurangan fasilitas, sarana, dan prasarana,  tapi berusaha memanfaatkan seluruh potensi yang ada, bekerjasama dengan orangtua dan masyarakat.

Itulah sebabnya Merdeka Belajar tidak fokus di kelas dengan mengandalkan pelajaran hafalan tapi siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial budaya di luar sekolah. 

Sosok Tauladan

Jadi kalau ada guru yang berpikir konsep Merdeka Belajar berarti bisa mengajar "sebebas-bebasnya alias semaunya" adalah salah besar. Sebelum melakukan pembelajaran harus ada goal atau tujuan yang jelas.

Setelah itu mencari solusi atas masalah yang ada kemudian mengevaluasi dengan ukuran yang jelas. Mas Menteri, meski membebaskan guru untuk bertindak, proses evaluasi terhadap kinerja guru juga tegas.

Proses penilaian terhadap guru harus jelas karena dengan konsep Merdeka Belajar, peran guru sangat sentral. Dia tidak lagi memerankan diri sebagai penyalur ilmu dari buku ke siswa.

Guru berubah menjadi sosok pelopor, inspirator, motivator atau sosok teladan di mata siswa. Nadiem menyebutnya sebagai Guru Penggerak. 

Wow, berat kan? Dalam proses perubahan ini akan terjadi dua kubu. Pertama guru yang setuju dengan Nadiem khususnya mereka yang selama ini terkekang dengan kesibukan administrasi.

Kedua adalah golongan yang sudah terlalu lama menikmati zona nyaman, gaji lancar dengan kinerja  seperti apapun. Di sinilah perlunya sebuah lingkungan kondusif di sekolah.

Nadiem saat ini bersikap berprasangka baik kepada seluruh guru dan kepala sekolah. Tapi Nadiem harus menyiapkan jurus melawan para  "tukang komplain".  Mereka menjadi virus yang meracuni para guru penggerak. Virus itu bisa.berasal dari sesama guru maupun kepala sekolahnya sendiri. 

Siapkan Anti Virus

Setelah berjalannya waktu, Nadiem harus memiliki mekanisme proses "bersih-bersih" sekolah dari virus "tukang komplain" ini. Jangan beri kesempatan mereka membesar dan berkoordinasi dengan kepentingan lain yang sempit.

Sebagai seorang pendiri perusahaan aplikasi, Nadiem tahu persis ada saja pihak yang menyebarkan virus untuk merusak sistem. Software anti virus harus diperkuat agar sistem Merdeka Belajar ini tidak ngadat diganggu hacker.

Itu yang saya pahami tentang keinginan Nadiem terhadap peran guru saat ini. Semoga para guru sukses menjalankan tugas mulia ini. Tulisan ini hanya sekedar berbagi pendapat dan harapan, karena saya bukan guru, hanya orangtua murid. 

Sekian dulu dari saya, Rihad Wiranto

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun