Mohon tunggu...
Money

Yuuk, Mengenal Ba’iul Ma’dum,,

27 Juni 2015   00:40 Diperbarui: 27 Juni 2015   00:54 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pakar masalah khilafiyah, Ibnu Mundzir, menyatakan, “para ahli ilmu yang kami hafal telah sepakat bahwa salam itu boleh”.

Terdapat beberapa ketentuan dalam pembahasan hukum jual-beli salam ini:

  1. Barang yang menjadi objek salam(al-muslam fih) harus:
  2. Merupakan suatu yang belum ada hanya dideskripsikan sifat-sifatnya lalu dijanjikan/dijamin untuk diadakan pada masa yang akan datang seperti 10 ton beras thailan kualitas super, bukan barang tertentu (‘ain mu’ayyanah) yang telah ada wujudnya sepe­­rti sapi nomor 10 milik Zaid namun belum dimiliki penjual.
  3. Merupakan barang yang dijual dengan ditakar (seperti minyak), ditimbang (seperti beras), ataupun dihitung jumlah unitnya dimana masing-masing unit memiliki sifat yang relatif sama antara satu dengan yang lain (seperti buku tertentu), maka ulama Hanafiyah mengatakan bahwa rumah tidak bisa menjadi muslam fih,karena kondisi tiap-tiap rumah berbeda-beda dan harganya tidak ditentukan dengan timbangan, takaran ataupun dihitung per satuan
  4. Jumlah, berat atau takarannya harus jelas disebutkan saat transaksi
  5. Jenis dan sifat barang dideskripsikan secara spesifik, terutama karakter-karakter yang mempengaruhi harganya, seperti beras rojo lele kualitas nomor satu atau salak pondoh yang berukuran besar;
  6. Diduga kuat bisa didapatkan oleh penjual pada waktu yang disepakati.
  7. Harga yang dibayarkan (ra’sul mal) disyaratkan harus :
  8. Ditentukan jenis, sifat dan besarnya pada saat transaksi, apabila dengan mata uang tertentu maka cukup disebutkan jumlahnya
  9. Dibayar kontan saat transaksi, jika harga yang diserahkan hanya sebagian saja maka transaksi salam berlaku untuk sebagian yang dibayarkan saja.
  10. Ra’sul mal bukan berupa barang yang bisa terjadi riba nasi’ahjika ditransaksikan dengan al-muslam fih, dengan kata lain, keduanya bukan barang yang jika ditransaksikan satu sama lain diharuskan serahterima secara langsung. Maka dari itu tidak boleh memesan emas sedangkan alat pembeliannya berupa perak, karena jual beli emas dengan perak harus langsung diserah terimakan ditempat, sehingga jual-beli salam tidak mungkin dilakukan
  11. Harga harus wajar, tidak boleh ada ghobn fahisy (penentuan harga yang terlalu mahal). Jika terjadi ghobn fahisy, maka pembeli boleh memilih untuk meneruskan atau membatalkan akad, namun dia tidak boleh meminta kembali selisih nilai antara harga yang disepakati dengan harga wajar.
  12. Harus ada selang waktu antara saat terjadinya akad salam dengan waktu penyerahan barang. Tanpa selang waktu, maka transaksi tidak layak disebut salamsehingga salam tidak sah.
  13. Waktu penyerahan barang harus ditetapkan secara jelas sebelum berpisah, apabila waktu penyerahannya tidak ditentukan maka transaksi salamtidak sah. Ini merupakan perkara yang disepakati.  Jika sampai waktu yang ditentukan ternyata penjual tidak berhasil mendapatkan barangnya, maka pembeli boleh memilih untuk memperpanjang tempo atau membatalkan akad. Jika memilih pembatalan maka pembeli hanya berhak mengambil harga yang telah dia bayarkan, tidak boleh mengambil denda karena akan terjadi riba dan tidak boleh minta diganti dengan barang lain karena hal itu membutuhkan akad yang terpisah. Jika barang yang didapatkan tidak sesuai dengan kriteria yang dideskripsikan maka transaksi batal. Jika barang yang berhasil didapatkan penjual masih kurang dari jumlah yang disepakati maka pembeli berhak membatalkan akad secara keseluruhan atau pun menerima barang yang ada seraya membatalkan transaksi bagi barang yang belum ada. Jika ada cacat pada barang yang diserahkan maka pembeli boleh memilih untuk meminta ganti atau menerima barang tersebut.

Kemudian selain contoh-contoh di atas ada juga contoh lain seperti jual beli valas atau forex. Jual beli valas merupakan aspek muamalah yang asal hukumya adalah boleh. Prinsip umum dalam jual beli valas disetarakan dengan jual beli emas (dinar) dan perak (dirham) sebagaimana yang berlaku pada masa Rasulullah. Jual beli mata uang haruslah dilakukan dengan tunai/kontan (naqdan) agar terhindar dari transaksi ribawi (riba fadhl). 

Hal ini sebagaimana dijelaskan hadis Rasulullah mengenai jual beli enam komoditi barang yang dikategorikan berpotensi ribawi. Sabda Rasulullah saw:

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ

Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, barli dengan barli, sya’ir dengan sya’ir (jenis gandum), kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, dalam hal sejenis dan sama haruslah secara kontan (yadan biyadin/naqdan). Maka apabila berbeda jenisnya, juallah sekehendak kalian dengan syarat secara kontan” (HR. Muslim).


Kebolehan tersebut berlaku selama tidak melanggar prinsip-prinsip atau syarat yang telah dtentukan dan juga menurut fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Kegiatan Transaksi Jual-Beli Valas, seperti:

  • Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
  • Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
  • Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis, maka nilainya harus sama dan secara tunai (attaqabudh).
  • Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

Jika pada praktik jual beli valas ditemukan hal-hal yang melanggar prinsip itu, dengan sendirinya jual beli tersebut menjadi terlarang. Karena Islam tidak menghendaki adanya unsur judi dan adanya salah satu pihak yang dirugikan dalam proses muamalah, apa pun bentuknya.

Adapun ketentuan mengenai hukum jenis-jenis transaksi valas, dijelaskan dalam fatwa tersebut sebagai berikut: Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.

Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari. Padahal, harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).

Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi). Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valas pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun