Seseorang gagal wawancara dan berpikir, "Hidup saya hancur"->merasa putus asa. Dengan berpikir ulang:"Saya gagal hari ini, tapi bisa belajar dan memperbaiki diri", perasaannya berubah menjadi termotivasi. Realitas sama, tapi pikiran mengubah emosi dan tindakan.Â
4. Relevansi Filosofis
Ellis memindahkan fokus dari dunia luar ke dunia dalam. Jika Stoik menekankan kendali diri dan Nietzsche menekankan afirmasi hidup, Ellis menekankan kekuatan logika dan rasionalitas dalam membentuk emosi. Berpikir positif bukan ilusi, tapi tanggung jawab intelektual untuk memilih cara berpikir yang sehat.
Kesimpulan, Albert Ellis mengajarkan bahwa pikiran adalah arsitek emosi. Kita bukan korban peristiwa, tetapi penafsir aktifnya. Dengan berpikir rasional, kita mengubah perasaan, dan dengan mengubah perasaan, kita mengubah hidup. Seperti kata Ellis: "Menjadi bahagia bukan soal menemukan dunia sempurna, tetapi belajar berpikir lebih sehat tentang dunia yang tidak sempurna".
Pemikiran positif berkembang dari kendali batin hingga tindakan kreatif:
Stoikisme (Epictetus, Marcus Aurelius) = menekankan kendali diri dan penerimaan realitas.
Eksistensialisme (Nietzsche) = mendorong afirmasi aktif dan mencintai hidup sepenuhnya.
Pragmatisme (William James) = menekankan keyakinan sebagai alat untuk menciptakan realitas.