Mohon tunggu...
Rifqi Muhammad
Rifqi Muhammad Mohon Tunggu... Penjahit - Seorang penjahit

Asal pantura, kini di Yogyakarta. Sata beralamat di rifqi.web.id dan berinteraksi di @rifqidab

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pergumulan 1 Perempuan 14 Laki-laki

29 Januari 2011   06:48 Diperbarui: 21 Januari 2024   09:58 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya mendapati kumpulan cerpen ini dari teman kos. Judul kumcer dan foto pada cover sepintas membuat saya mengernyitkan dahi. Judul "1 Perempuan dan 14 Laki-laki", dengan ilustrasi foto seorang perempuan yang kaki terlentang ke atas. Sepintas imajinasi saya membayangkan, wah, ini cerpen mesum. Imajinasi laki-laki, imajinasi patriarki.

Rupanya bukan. Ini kumcer yang dibuat secara kolbortif oleh Djenar dan 14 rekan lelakinya. Ke-14 laki-laki itu adalah Agus Noor, Arya Yudistira Syuman, Butet Kartaredjasa, Enrico Soekarno, Indra Herlambang, JRX “Superman is Dead”, Lukman Sardi, Mudji Sutrisno, Nugroho Suksmanto,Richard Oh, Robertus Robet, Sardono W. Kusumo, Sujiwo Tejo, dan Totot Indarto. “Perlu 14 laki-laki untuk menulis buku ini dan hanya 1 perempuan untuk mengisahkannya,” tulis Djenar. 

Tiga atau empat tahun tidak menulis cerpen, justru gaya Djenar semakin kuat. Pilihan diksi yang ia pakai semakin  vulgar, sebagaimana yang ditampakkan dalam Mereka Bilang Saya Monyet! Ia kuat pada topik seputar tubuh dan perempuan. Bahkan pada buku yang ia anggit bersama bersama 14 laki-laki yang Djenar pilih secara berbeda bedasarkan profesi, cerita-cerita dalam buku ini nampak tetap berbau ‘Djenar’.

Sepenuhnya kolaborasi. Setiap cerpen pada kumcer ini ditulis secara kolaboratif berdua oleh Djenar dan partner lelakinya. Ditulis berdua. Secara harfiah berdua. Djenar menulis kalimat pertama, penulis laki-lakinya menyambung dengan kalimat kedua, lalu Djenar melanjutkan kalimat selanjutnya, dan seterusnya. Terkadang menulis lebih dari satu kalimat. Karya ini dibuat secara mengalir.

Pertanyaanya, apakah pembaca bisa mengenali mana kalimat Djenar atau rekannya? Sesekali saya bisa merasakan perbedaannya, namun kerap tidak. Menulis cengan cara ini tentu sangat sulit. Setiap penulis tidak bisa membayangkan jalan cerita sepenuhnya. Batas antara mengalir dan serampangan menjadi tipis. Terlebih tiap penulis tidak mengetahui alur dan karakter yang ditulis rekannya.

Saya pernah mencoba menulis cengan cara ini, pada laman anonymous writers club di situs Kunci Cultural Studies. Alurnya menjadi berantakan, karakter tokoh susah konsisten, dan ceritanya melantur tak berujung. Namun tidak demikian pada cerpen yang tergabung di Kumcer 1 Perempuan 14 Laki-laki ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun