Mohon tunggu...
Rifky Adriandra Hadis
Rifky Adriandra Hadis Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang sedang mempelajari kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Seseorang yang Dewasa

8 September 2020   11:09 Diperbarui: 8 September 2020   11:13 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam hitungan beberapa hari lagi, Budi akan menginjakkan usianya yang ke-20 tahun. Tidak ada yang spesial memang, toh semua orang yang lebih tua darinya juga sudah pernah menginjakkan usia 20 tahun. Tetapi, bagi dirinya, menginjakkan usia yang ke-20 tahun adalah tantangan. Di usianya yang telah kepala dua, segala hal-hal yang kritis akan terjadi dalam waktu yang berdekatan. 

Mulai dari menjalani perkuliahan hingga lulus, mencari pekerjaan, memulai hidup dengan pasangan baru, mungkin mulai memiliki seorang anak, dan masih banyak lagi. Memang jika dilihat, hal-hal tersebut adalah hal yang lumrah untuk dilewati seseorang yang telah menginjak kepala dua. Tetapi, untuk melewati itu semua, terutama dalam jangka waktu yang singkat, tidaklah mudah. Akan banyak sekali rintangan yang dilewati. Segala sesuatu harus diputuskan dan dilakukan dalam waktu singkat. 

Dan itu semua akan memiliki dampak yang sangat besar bagi masa depan diri sendiri dan keluarganya nanti. Bahkan, hal kecil nan sederhana pun juga dapat berdampak besar bagi masa depannya. Oleh karenanya, ia pun mulai memikirkan bagaimana cara untuk mempersiapkan diri agar dirinya dapat merasa siap untuk melewati seluruh rintangan tersebut. Sederhananya, hal paling penting yang dibutuhkan untuk itu semua hanyalah terus belajar untuk menjadi orang yang dewasa.

Hanyalah? Memangnya belajar untuk menjadi orang yang dewasa itu mudah? Bukannya seseorang itu bisa benar-benar menjadi dewasa setelah melewati berbagai pengalaman pahit dalam hidupnya? Terus kalau begitu, berarti dia harus punya pengalaman dulu dong biar bisa jadi orang yang dewasa? Sejenak pertanyaan tersebut muncul dalam pikiran dirinya setelah memutuskan untuk mulai serius belajar menjadi orang yang dewasa. 

Dirinya yakin, bahwasanya untuk menjadi seseorang yang benar-benar dewasa tidaklah mudah. Untuk saat ini, hal yang telah ia mulai sebagai awal dari proses belajar menjadi orang dewasa adalah dengan membaca buku dan mengimplementasikan pelajaran yang ia dapatkan dari buku. Selain buku, ia menggunakan berbagai sumber seperti YouTube, artikel, dan yang paling berharga, pengalaman hidup dirinya sendiri dan orang lain sebagai sumber bagi dirinya untuk belajar. 

Dari berbagai sumber tersebut, ia telah mendapatkan banyak sekali pandangan tentang hidup. Beberapa pandangan yang sangat berharga bagi dirinya dan ia jadikan sebagai pondasi bagi proses belajarnya adalah; "Guru yang terbaik bagi diri kita adalah alam, lingkungan sekitar kita" dan "Teruslah berkembang menjadi orang yang lebih baik setiap harinya, walaupun hanya dengan Langkah kecil dan melakukan segala sesuatu untuk berkembang secara sedikit demi sedikit. Yang penting, kita bisa terus konsisten melakukan itu semua sehingga lama kelamaan, secara sedikit demi sedikit, kita akan terbentuk menjadi orang yang lebih dewasa." 

Pengalaman pahit? Dirinya yakin bahwa setiap orang pasti memiliki pengalaman pahit. Begitupun dengan dirinya. Walaupun begitu, ia yakin bahwasanya pendapat bahwa seseorang bisa menjadi dewasa seutuhnya adalah dengan melewati berbagai pengalaman pahit tidaklah sepenuhnya benar. 

Karena, yang dibutuhkan bagi seseorang untuk bisa berkembang menjadi dewasa tidak hanya pengalaman atau harus mengalami sesuatu hal yang buruk terlebih dahulu, tetapi kita bisa mendapatkan berbagai pelajaran dan memperluas pandangan kita terhadap kehidupan dengan belajar dari berbagai sumber, seperti buku, internet, pengalaman orang lain, dan masih banyak lagi. 

Jadi kesimpulan untuk jawaban dari dirinya atas pertanyaan di awal paragraf ini yaitu, proses belajar menjadi orang dewasa itu memanglah tidak semudah yang kita bayangkan. Akan tetapi, jangan takut untuk memulainya. Mulailah dengan langkah-langkah kecil dan teruslah konsisten agar secara perlahan, ia dapat membangun dirinya menjadi orang yang lebih dewasa.

Selanjutnya, setelah merenung selama beberapa saat, ia pun mulai memikirkan, dengan waktu yang relatif singkat dan penuh dengan kesibukan lain seperti kegiatan perkuliahan, bisakah ia terus melakukan segala hal yang menjadi bagian dari proses bagi dirinya dalam belajar untuk menjadi orang yang dewasa? 

Ditambah lagi, ia mulai insecure setelah mengingat bahwa ia memiliki jadwal kegiatan yang padat ketika sudah mulai memasuki periode kegiatan perkuliahan, sehingga muncul pula pertanyaan, bisakah dirinya terus konsisten melakukan itu semua? Apa yang harus ia lakukan jika kehilangan motivasi di tengah perjalanannya nanti? 

Untuk membuat dirinya bisa tetap berada di jalan menuju perkembangan diri menjadi orang yang lebih dewasa, ia telah mendapatkan banyak masukan dari berbagai sumber bahwa ia sebaiknya mulai menuliskan jadwal kegiatannya selama sehari-hari lalu membuat checklist untuk memastikan bahwa ia telah melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar menuju kedewasaan. 

Checklist yang dibuat juga akan menjadi perwakilan dari parameter bagi dirinya untuk mengukur sudah sejauh apakah proses belajarnya selama ini. Dengan adanya jadwal kegiatan, ia bisa mengatur dengan mudah kegiatan apa yang harus dilakukan olehnya dalam waktu tertentu. Ia yakin, sesibuk apapun dirinya dalam menjalani kegiatan perkuliahan, pasti ada waktu luang yang bisa ia manfaatkan untuk berproses menuju kedewasaan. 

Checklist juga dapat dimanfaatkan sebagai media sederhana untuk memberikan penghargaan kepada dirinya bahwa ia telah mencapai target tertentu dari proses belajarnya. Dengan begitu, kepercayaan diri dan motivasinya untuk bisa mencapai kedewasaan akan terbangun dengan sendirinya karena adanya penghargaan yang diberikan kepada dirinya sendiri yang tentu akan membuatnya merasa puas. Ia juga tidak akan lupa bahwasanya masih ada parameter lain yang harus dikejar dengan adanya checklist.

Baiklah, sekarang ia telah tahu bahwasanya proses untuk menjadi seseorang yang dewasa memang tidaklah mudah dan banyak sekali hal yang dapat menghilangkan motivasinya, tetapi ia telah memiliki pandangannya sendiri bahwa ia yakin dapat menjadi orang yang dewasa dengan terus berproses secara perlahan dan konsisten. Tetapi, ada satu pertanyaan yang penting dan mendasar dari ini semua, yaitu, apa itu dewasa? memangnya orang yang dewasa itu seperti apa? 

Kriteria apa saja yang harus dipenuhi supaya seseorang dapat dikatakan telah dewasa? Memangnya untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah, harus menjadi orang yang dewasa terlebih dahulu? Pertanyaan tersebut cukup rumit, tapi ia akan berusaha untuk menjawabnya dengan membaca beberapa sumber dari internet terlebih dahulu. 

Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Robi Maulana, dalam psikologihore.com, seseorang yang dewasa adalah orang yang telah memiliki rencana strategis untuk menentukan jalan hidupnya, memiliki komitmen terhadap hal dan pekerjaan yang dilakukannya, dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain, mampu menyelesaikan masalah secara mandiri, dapat mengontrol emosi, mengesampingkan ego (mau mendengar kritik dan saran dari orang lain), mampu beradaptasi dengan berbagai macam lingkungan, dan kreatif serta inovatif. 

Menurutnya, itu semua telah menjawab ketiga pertanyaan pertama yang ada di awal paragraf ini. Untuk pertanyaan keempat, ia yakin bahwa semua orang bahkan anak-anak pun pasti bisa-bisa saja menyelesaikan masalah yang dihadapinya, pasti semua orang memiliki caranya masing-masing. 

Akan tetapi, seseorang kemungkinan besar akan mampu menyelesaikan masalah yang ia hadapi dengan cara yang lebih cermat dan efektif dengan berbagai kemampuan dan pandangan yang dimiliki oleh seseorang yang dewasa. 

Contoh sederhananya, ketika terdapat perselisihan pendapat, seseorang yang dewasa tentu dapat menggunakan pikirannya secara rasional dan mengesampingkan ego, sehingga ia pasti akan berargumen dengan santun dan menyelesaikan perselisihan dengan cara yang baik, misalkan dengan musyawarah. Sebaliknya, misalkan jika terdapat anak-anak yang berselisih pendapat, mungkin mereka akan lebih mengutamakan egonya sehingga perselisihan pastinya akan semakin alot dan masalah pun tak kunjung terselesaikan.

Referensi:

Maulana, Robi. (2018, Desember 23). Bersikap Dewasa Itu Seperti Apa Sih? Diakses 7 September 2020 melalui sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun