Mohon tunggu...
Rifki Sya'bani
Rifki Sya'bani Mohon Tunggu... -

Transmission Telcom Engineer (katanya), traveler (sukanya), cyclist (hampir tiap ke kantor) , and book lover. \r\n\r\nhttp://www.nulisbuku.com/books/view/40-hari \r\n\r\nhttp://abuziyad.multiply.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cerita Tentang Cinta yang Tumbuh

6 Maret 2012   03:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:27 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Co: Neng, taukah kamu sebesar apa cinta abang pada Neng?

Ce: Setinggi gunung sedalam lautan ya Bang?

Co: ah ... Nggak koq. Cinta abang cuma seujung kuku.

Ce: Yaaaah .. Abang ... Koq gitu sih ... (Sambil bibirnya manyun 5 cm)

Co: Iya donk ... Biar tiap jumat dipotong, dia akan selalu tumbuh dan tumbuh ... (Prikitiw)

Ce: Aaah ... Abang .. Bise ajeeeeee.

Di sana gunung di sini gunung, begitulah tulisan ini dimulai.

Terkadang kita memang perlu mengingat satu petuah: "Cintailah pasanganmu secukupnya dan seutuhnya".Sebab, sumur cinta manusia pasti akan kering suatu saat kelak. Ia tak mungkin abadi, bahkan jika kau dokumentasikan cintamu semewah Taj Mahal sekalipun.





Pernikahan telah menyingkap tabir rahasia pasanganmu. Untuk suami, ternyata istri yang engkau nikahi tidaklah semulia Khadijah yang rela berkorban seluruh hartanya untuk dakwah suaminya. Tidak pula setaqwa Aisyah yang menutup malam dengan tahajud dan siang dengan infak dan sedekah. Tidak pula setabah Fatimah ketika Ali bin Abi Thalib, suaminya, membagikan persediaan makanannya untuk fakir, miskin, janda dan tawanan perang sampai Allah turunkan ayat sebagai pengabadian cinta mereka, "Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih "(QS Al-Insan 9)

Disebabkan oleh cinta, sadarlah engkau bahwa istrimu hanyalah wanita pada umumnya. Ia yang punya cita-cita dunia, ingin rumah, kendaraan, perhiasan dan berbagai gadget terbaru untuknya. Pernikahan telah mengajarkanmu kewajiban bersama. Istri menjadi tanah, kamu langit yang menaunginya. Istri ladang tanaman, kamu pemagarnya. Kala ia tengah teracuni, engkau harus menjadi penawar bisanya.

Maka, ketika cinta telah terpatri di buku nikah, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk mendoakan sepasang kekasih itu, "Semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu, keberkahan ke atasmu dan mempersatukan keberduaanmu dalam kebaikan. Satu dalam dua adalah ibadah; bercumbu ibadah, mencari rezeki ibadah, tersenyum ibadah, bahkan saling meremas jemari pun ibadah. "Meremas jari-jemari istri menggugurkan dosa-dosa kecilmu!"

Cinta dan kepribadian adalah dua kata yang sama-sama saling tumbuh dan berkembang. Seorang pecinta sejati tahu bahwa mencintai adalah pekerjaan jiwa dalam mengatur gagasan, emosi dan tindakan. Dia tahu mencintai adalah pekerjaan yang membutuhkan keputusan yang besar.Karena mencintai itu adalah bagaimana kita dapat memberi sesuatu kepada kekasih yang kita cintai.

Hakikat cinta hanya bagaimana kita memberi pada kekasih yang kita cintai. Memberikan dengan penuh ketulusan. Bagaimana kita dapat selalu memperhatikan dirinya dalam penumbuhan dirinya. Memberikan semangat pelayanan dalam penumbuhan kepribadian dirinya. Merawat dengan kebajikan di setiap aktivitas kehidupannya. Dan melindungi dengan keberanian agar kekasih yang kita cintai dapat selalu tenang dan tergantung dalam kebersamaan dengan diri kita.

Sayap cinta yang tak pernah patah. Hanya seorang pecinta sejati yang tak pernah mematahkan sayap cintanya. Karena kasih yang tak sampai tak pernah menyurutkan rasa mencintai dirinya kepada orang yang dikasihi.

Kecewa pada pasangan, dan bahkan mungkin pertengkaran hebat pada ketidaksepahaman dan perselisihan mungkin saja sering terjadi. Namun apakah dengan menyebabkan kita memiliki alasan untuk "memutarbalikkan-badan" dan memutuskan ikatan perjanjian yang telah kuat kita patrikan di atas sajadah meja ijab kabul dihadapan wali dan saksi majelis pernikahan yang didoakan para malaikat?

Memang pada akhirnya istilah jatuh cinta sebenarnya kuranglah tepat untuk orang-orang yang bercinta di taman-taman cinta dalam naungan cintaNya, melainkan kata "membangun" cintalah yang lebih tepat.

Membangun cinta adalah sebuah kata kerja. Dan mencintai memanglah kata kerja yang menuntut amal pembuktian. Betapa pun kurangnya pasangan kita, atau betapa judes dan ketusnya istri misalkan, toh Umar bin Khatab ternyata memilih beringsut diam tatkala sang istri "menyemprotnya". Padahal siapa yang tidak kenal ketegasan dan kewibawaan sang khalifah kedua ini. "Karena dari Rahin mereka-lah anak-anak kita dilahirkan" jawabnya menutup keheranan sahabat yang mengetahui kejadian tersebut. Begitulah ia mengajarkan tentang bagaimana kita seharusnya bisa tetap memuliakan perempuan pemantik sumbu cinta di rumah kita itu. Dan bukan karena Umar telah menjadi salah satu anggota suami-suami takut istri!

Jikalau ternyata perjalanan dan kebersamaan itu memang harus berakhir, maka hendaknya atas karena dan untuk Allah jua-lah jalan darurat itu ditempuh. Karena sesungguhnya atas izinNya lah kita bertemu dan berpisah sebagaimana fitur orang-orang yang kelak mendapatkan naungan di yaumil akhir.

Usah risau, pada kenyataan serupa itu, karena hal kita bukan untuk abadi dalam cinta antar manusia, tetapi cinta itu adalah pantulan cinta kita pada pemilik cinta sejati, Allah yang Maha Tinggi. Karena cinta bisa juga sebagai tes selain juga sebagai sebuah anugerah. Jika cinta datang karena-Nya, maka bersiaplah meninggalkannya karena-Nya

Cinta juga bukan juga menyempit maknanya pada kata "pilihan" dan juga kata "memiliki". Karena cinta memang tak selamanya harus memiliki.Sebab cinta adalah kata kerja untuk bisa memberikan kebahagiaan kepada orang yang kita cintai. Sehingga seharusnya kita pun bisa bercermin bagaimana Salman Al-farizi begitu berjiwa besar mendukung pernikahan sahabatnya Abu Darda dengan gadis yang semula hendak dilamar dan dinikahinya. Subhanallah ...

Maka, tolak ukurnya adalah, apakah kebersamaan itu akan selalu bisa menelurkan kebaikan-kabaikan diantara kedua pasangan itu atau justru sebaliknya? Kebersamaan yang harusnya mampu meningkatkan ketaatan, kesyukuran dan keinsyafan sebagai hamba. Dan bukan sebaliknya.

Jika tidak? Masih ada waktu untuk terus berbenah. ..

Wallahu'alam.

Ditulis kembali dari berbagai sumber.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun