Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Trip

Uniknya Rumah Betang dan Nenek Penganyam Tikar Berusia 100 tahun

10 November 2018   15:16 Diperbarui: 10 November 2018   15:22 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan tatapan aneh anak kecil, penulis berpose di depan Rumah Betang (Foto: Rifki Feriandi)

Ruangan dalam yang panjang juga tanpa sekat, membuat penghuni dan tamu merasa dekat | Foto: Rifki Feriandi
Ruangan dalam yang panjang juga tanpa sekat, membuat penghuni dan tamu merasa dekat | Foto: Rifki Feriandi
Keunikan tambah terlihat ketika kami memasuki ruangan dalam. Ruangan pertama yang kami jejaki ternyata panjang tanpa sekat, dari ujung ke ujung. Terlihat seperti lorong luas. Dengan ruangan luas itu, memungkinkan para penghuni untuk intens berkumpul sesama 'tetangga', bahkan saat cuaca tidak bagus di luar, misalnya hujan besar. Ruangan itu tidak berfunitur. Tapi terus terang, kesannya justru hangat dan akrab dengan duduk lesehan di lantai atau dialasi tikar.  

Serunya wisata ini adalah interaksi dengan warga lokal dengan membawa kebiasaan masing-masing. Indonesia memang kaya | Foto: Rifki Feriandi
Serunya wisata ini adalah interaksi dengan warga lokal dengan membawa kebiasaan masing-masing. Indonesia memang kaya | Foto: Rifki Feriandi
Di lantai papan itulah kami menghabiskan waktu mengobrol bersama dengan beberapa penghuni rumah, tua muda, tentang adat, budaya, kebiasaan dan segala hal yang menarik. Rileks banget. Dan terasa banget keramahan mereka. Apalagi obrolan itu mereka sambi dengan menenun, sementara yang lain menggoyang-goyang ayunan bayinya.

Acara melihat tikar buatan penghuni Rumah Betang, termasuk dicoba sebagai sejadah oleh teman yang terlihat bersujud. Hangat. Seru | Foto: Rifki Feriandi
Acara melihat tikar buatan penghuni Rumah Betang, termasuk dicoba sebagai sejadah oleh teman yang terlihat bersujud. Hangat. Seru | Foto: Rifki Feriandi
Rumah dalam rumah

Dari ruangan ini kita bisa melihat 'rumah' sebenarnya. 'Rumah' yang adalah ruangan keluarga dengan privasinya masing-masing. Dengan ornamen khas dan sangat menarik yang berbeda-beda, kita bisa sedikit menebak ini pintu-jendela penghuni satu dan lainnya. Sayangnya, pintu dan jendela banyak yang tertutup jadi tidak bisa melihat seperti apa bagian dalamnya. Bisa sih sedikit mengintip biar tidak penasaran.

Ornamen tradisional dari salah satu
Ornamen tradisional dari salah satu
Namun, tanpa diduga Jang Umpor justru mengajak kami melihat-lihat dalam rumahnya. Ya, salah satu 'rumah' itu adalah rumah staf Kehutanan yang menjadi pemandu kami itu. Saya dibuat kaget lagi. Ternyata ruangan di balik pintu masing-masing 'rumah' itu cukup besar dan panjang ke dalam. Ada ruangan tamu yang menyatu dengan kamar tidur, ada dapur dan kamar mandi dan toilet jongkok. Ketika melihat dengan kayu bakar, ingatan lalu melayang ke jaman dahulu. Beuh, nostalgia.

Salah satu sudut
Salah satu sudut
Jang Umpor banyak menjelaskan keunikan Rumah Betang ini. Termasuk cerita jaman dahulu ketika masyarakat belum mengenal toilet. Bagaimana masyarakat yang kebelet buang air besar harus ke turun ke bagian belakang rumahnya yang biasanya menjadi kandang babi. Jadi mereka menyelesaikan hajat itu di kandang babinya. Lucu ketika dia menceritakan kelucuan bagaimana tangan dia harus selalu menghalau babi-babi agar tidak mendekat.

Jang Umpor dan istri memperlihatkan lorong menuju beberapa ruangan | Foto: RifkI Feriandi
Jang Umpor dan istri memperlihatkan lorong menuju beberapa ruangan | Foto: RifkI Feriandi
Lalu kami diajak masuk ke beberapa 'rumah' saudaranya untuk melihat seberapa besar 'rumah' itu dalam bentuk rangka bangunan yang belum jadi. Besar loh ruangan itu. Tidak salah, kalau saya sebut Rumah Betang itu adalah rumah dalam rumah.

Kain tenun Dayak Embaloh buatan tangan sendiri

Suasana santai ketika salah satu rekan mencoba kain buatan penghuni Rumah Betang | Foto: Rifki Feriandi
Suasana santai ketika salah satu rekan mencoba kain buatan penghuni Rumah Betang | Foto: Rifki Feriandi
Secara spesial kami diajak masuk ke rumah tetangga Jang Umpor. Si Ibu paruh baya inu ingin memperlihatkan dalam rumahnya yang lega dan rapi. Namun dia juga ingin memperlihatkan hasil karyanya. Kain tenun khas Dayak Embaloh. Dikerjakan tangan sendiri. Ya sudah, jadilah kita berlama-lama di rumahnya. Soalnya beberapa teman ternyata penggila tenun etnis. Tenun-tenun itu dominan berwarna merah, khas dengan berbagai bentuk motif. Halus. Sayangnya, saya hanya menikmati obrolan dan transaksi saja. Saya tidak begitu ngefans, sebatas menyukai. Menyukai kan tidak harus memiliki. Eaaa...

Para perajin beserta seorang teman (kiri) | Foto: Rifki Feriandi
Para perajin beserta seorang teman (kiri) | Foto: Rifki Feriandi
Nenek penganyam tikar berusia 100 tahun

Penulis dan tikar yang dibeli bersama perajinnya, nenek 100 tahun | Foto: Rifki Feriandi
Penulis dan tikar yang dibeli bersama perajinnya, nenek 100 tahun | Foto: Rifki Feriandi
Ketika di sudut rumah terlihat gulungan tikar, iseng saya lihat-lihat. Eh, ternyata tikar-tikar bambu itu hasil buatan sendiri juga. Lalu, tikar itu dibawa keluar. Sederhana cenderung biasa sih motifnya. Gak aneh-aneh. Tapi menarik sekali. Ada satu yang salur-salurnya menarik banget. Melihat saya tertarik, si Ibu paruh baya tadi memanggil pembuat tikar itu. Seorang nenek tua yang sudah bongkok. Usianya di atas 90an, tidak ingat lagi saya. Saya sebut saja usia 100 tahun saking tuanya. Dan akhirnya, suasana menjadi lebih hangat karena saya jadi lebih tertarik dengan menggali lebih dalam cerita mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun