Mohon tunggu...
Rifka Abadi
Rifka Abadi Mohon Tunggu... Bankir - Seorang

http://rifkadejavu.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pengklasifikasian Lembaga Keuangan

20 November 2014   22:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:17 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan lembaga keuangan saat ini memperlihatkan peningkatan yang cukup significant, jika dilihat dari kondisi regulasi sebelum beralih ke OJK, banyak lembaga keuangan yang lahir untuk ikut andil dalam menggerakkan perekonomian masyarakat, ada yang benar-benar memberikan manfaat dan ada juga yang mencekik masyarakat.

Sependek pengatahuan saya, dulu ada semacam pengklasifikasian lembaga keuangan dilihat dari jumlah kredit yang bisa dicairkannya, walaupun klasifikasi ini mungkin tidak diatur secara resmi akan tetapi sudah berlaku menjadi sebuah kebiasaan di kalangan pelaku bisnis.

Untuk pinjaman dibawah 500 ribu biasanya akan di handle oleh Koperasi atau lembaga dibawah koperasi, untuk pinjaman di bawah 10 jutaan akan di handle oleh BPR dan untuk pembiayaan diatas 10 Juta menjadi gawe nya Bank Umum.

Secara tidak langsung kondisi tersebut telah membagi segmentasi pasar lembaga keuangan sesuai dengan klasifikasi nasabah yang akan menjadi prospeknya. Sehingga dengan kondisi ini, secara operasional telah terpetakan kekuatan dan kesempatan berkompetisi dilapangan.

Seingat saya, dulu bank umum memang tidak begitu bernafsu bermain disektor mikro dikarenakan risiko yang akan dihadapi cukup tinggi, dan keterbatasan sumber daya manusia. Dan karena itulah resikonya di bagi ke BPR yang secara emosional memiliki karakteristik yang lebih dekat dengan usaha mikro. Lain lagi denganKoperasi yang bergerak dan beroperasi di komunitasnya sendiri, dan tersebar di beberapa pusat-pusat perekonomian seperti di pasar, pedesaan, dan beberapa tempat lainnya dengan semangat untuk mengembangkan perekonomian anggota, oleh karena permodalan minim maka mereka hanya memiliki ruang gerak di komunitasnya saja. Akan tetapi peran koperasi tidak bisa dipinggirkan dalam pembangunan ekonomi masyarakat, khususnya di beberapa pusat-pusat komunitas.

Kalau kita lihat hari ini, banyak lembaga keuangan yang bermain di ranah mikro, semuanya berlomba mendirikan dan mengembangkan sektor bisnis untuk bisa masuk ke pasar UMKM. Banyak bank yang membuka gerai atau semacam unit usaha tersendiri untuk menyentuh pasar UMKM tersebut, sebut saja Teras BRI, Danamon Simpna Pinjam, Swamitra, Mandiri Mitra Usaha dan banyak lagi yang lain. Selain itu, dengan kemunculan berbagai lembaga-lembaga keuangan non formal ataupun perorangan yang beraktifitas ditengah-tengah masyarakat, dengan kemudahan dan proses pelayanan yang cepat menjadikan lembaga/perorangan ini dilirik oleh masyarakat sebagai wadah mereka mendapatkan dana secara cepat tanpa harus memikirkan persyaratan yang rumit, seperti contoh ; Julo-julo Tembak, Rentenir, Ijon, Gadai BPKB, arisan dan lain-lain. UMKM menjadi sektor favorit untuk saat ini, karena setelah beberapa dekade banyak lembaga keuangan yang melihat keberhasilan lembaga keuangan lain yang telah merambah sektor ini, ini juga yang mengakibatkan Bank Umum banting stir dan mulai melakukan ekspansi di sektor ini.

Kalau dilihat dari tujuannya, maka saya sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa dengan banyaknya lembaga keuangan selevel bank umum membuka dan merambah sektor UMKM maka inilah ambang kehancuran dan habisnya kejayaan BPR sebagai salah satulembaga keuangan mikro di Indonesia.

Ditambah lagi kebijakan pemerintah yang memberikan jatah bagi Bank Umum untuk memyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada sektor UMKM di Seluruh Indonesia, hal ini tambah memperburuk performance BPR yang secara tidak langsung sudah terkena imbas dari ekspansi yang dilakukan oleh Bank Umum tadi.

Saya pernah berdiskusi dengan kawan-kawan yang bekerja di BPR dan beberapa KJKS/BMT, mereka sudah mulai mengeluh dan melihat tanda-tanda bahwa institusi mereka sudah mulai tidak sehat dan akan hancur jika tidak ada kebijakan pemerintah yang lebih pro terhadap kondisi tumpang tindih seperti saat ini. Buktinya, sudah banyak BPR yang gulung tikar, banyak BMT/KJKS yang mati suri, dan dimungkinkan data yang tercatat di BI dan OJK akan mulai meningkat tajam kedepannya.

Harus ada perubahan regulasi oleh stakeholder, OJK sebagai lembaga pengatur/pengawas arah lembaga keuangan harus mulai memikirikan bagaimana cara mengembalikan lembaga keuangan ini sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Koperasi dan lembaga keuangan mikro lainnya, BPR serta Bank Umum harus memiliki peran masing-masing dan kegiatannya jangan sampai tumpang tindih satu sama lainnya, kemudian lembaga-lembaga keuangan yang banyak beredar dimasyarakat sekaran harus diberikan wadah yang lebih formal agar mereka bisa beredar di masyarakat dengan lebih aman dan tertib agar tidak terjadi tindakan yang merugikan dimasyarakat.

Konkritnya, harus ada aturan OJK yang memberikan batasan plafond dan kewajiban pembinaan bagi nasabah pada lembaga keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun