Mohon tunggu...
Rifdah Fadhillah
Rifdah Fadhillah Mohon Tunggu... Mahasiswa / Fakultas Ilmu Budaya / S1 Studi Kejepangan / Universitas Airlangga

Hi everyone! Salam kenal saya Rifdah Fadhillah, bisa dipanggil Rifdah. Saya mahasiswa semester 2 Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dari program studi S1 Studi Kejepangan, Universitas Airlangga. Selamat membaca artikel saya. I hope you like it~~

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Uang Membeli Kedudukan dalam Pemilu

9 Juni 2022   13:16 Diperbarui: 9 Juni 2022   13:30 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: iStockphoto.com

TAKUT. Takut suara terkecil. Kegiatan pemilu yang mencemaskan calon-calon pemimpin mengakibatkan mereka melakukan tindakan curang yaitu suap-menyuap kepada pemilih. Suap-menyuap, kata tersebut itu tidak asing lagi di telinga kita. Uang akan menjadi segalanya demi mendapatkan suatu kedudukan. 

Pada saat pemilu banyak orang-orang yang mencalonkan dirinya untuk mendapatkan posisi yang diinginkan. Banyaknya cara telah dilakukan agar dapat terwujud. Mulai dari diadakan kampanye di desa-desa terpencil, menyantuni masyarakat kecil, membagikan sembako, dan sebagainya. Cara-cara tersebut dilakukan karena ada maksud tertentu yang hanya ingin mereka dapatkan untuk kepuasan sendiri. Siapa saja yang memiliki uang yang banyak pasti akan melakukan apa pun itu, tetapi hasil terbaik akan didapat oleh orang yang baik.

Kegiatan pemilu adalah wujud nyata implementasi dari demokrasi. Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang memberikan hak, kebebasan kepada warganya untuk berpendapat, serta turut dalam pengambilan keputusan di pemerintahan. 

Kegiatan pemilu yang hanya dilaksanakan setiap 5 tahun sekali harus dimanfaatkan untuk menggunakan hak suaranya agar hak yang dimilikinya dapat berfungsi dengan benar. 

Oleh karena itu, adanya pemilu di negara Indonesia harus dapat menciptakan suatu perubahan untuk menentukan pemimpin di masa yang akan datang sehingga negara Indonesia menjadi negara yang berpegang teguh terhadap sistem demokrasi dan akan menjadi negara maju.

Kita semua tentu masih ingat pada tahun 2020 tentang kasus yang menjerat Wahyu Setiawan yang telah diinformasikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait penerimaan suap uang. 

Sosok Wahyu Setiawan sendiri adalah Komisioner KPU. Kasus ini diduga karena Wahyu Setiawan ingin membantu Harun Masiku sosok calon legislatif PDIP di Dapil Sumatera Selatan 1 untuk menjadi anggota DPR legislatif dari mekanisme Penggantian Antarwaktu (PAW). 

Harun Masiku telah memberikan uang sebesar 600 juta dari permintaan 900 juta kepada Wahyu Setiawan (Rozie, 2020:1). Ternyata KPU tidak hanya menetapkan Wahyu Setiawan saja sebagai tersangka, masih ada 3 orang lainnya termasuk calon legislatif yang memberikan suap uang. Dari 3 orang tersangka lainnya, yaitu Agustiani Tio Fridelina mantan anggota dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Harun Masiku sebagai seorang yang memberikan uang, dan Saeful Bahri sebagai seorang pegawai swasta.  

Melihat kasus tersebut, Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1. 

Dari pelanggaran tersebut mereka dijatuhkan hukuman pidana oleh Mahkamah Agung 7 tahun penjara. Selain itu, mendapat hukuman denda sebesar 200 juta subsider per 6 bulan penjara. Berbeda dengan Harun Masiku dan Saeful Bahri yang terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Akhirnya, Harun Masiku tidak berhasil menjadi anggota DPR karena mendapatkan suara yang lebih rendah. Pada saat itu ada salah satu calon DPR yang bernama Riezky Aprilia, dia mendapatkan suara paling banyak daripada Harun Masiku sehingga ditetapkannya Riezky Aprilia menjadi anggota DPR legislatif periode 2019-2024 untuk menggantikan kedudukan Nazarudin Kiemas karena meninggal dunia (Nugraheny, 2020:1). Selanjutnya, Harun serta rekan-rekannya yang telah terbukti bersalah akan ditangkap dan diberi hukuman sesuai pasal yang dilanggar.

Pada kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa seberapa banyak uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan kedudukan yang diinginkan tidak akan berhasil. Memiliki kedudukan memang penting bagi setiap orang agar dapat dipandang lebih karena dapat mendapatkan posisi yang semua orang tidak bisa mendapatkannya. 

Akan tetapi, dalam pemilu yang dibutuhkan bukan sekedar mendapat suap uang yang banyak dari orang yang mencalonkan, di dalam pemilu yang dibutuhkan adalah keyakinan dari masyarakat untuk menentukan pemimpin bagi masa depan negara Indonesia dengan hak yang dimilikinya. Oleh karena itu, di saat pemilu tetap menggunakan akal dan pikiran jangan menggunakan hasrat yang ingin mendapatkan uang saja.

Indonesia yang menjadi salah satu negara yang menjunjung tinggi sistem demokrasi sekaligus menjadi negara hukum harus dapat menyelaraskan antara pemerintah dan rakyatnya. Apalagi sebagai negara yang menganut sistem demokrasi seharusnya di dalamnya juga terdapat elemen-elemen yang mendukung. Apalagi kedaulatan Indonesia berada di tangan rakyat sehingga faktor yang menentukan kedaulatan Indonesia adalah rakyatnya sendiri.

Oleh karena itu, Bawaslu harus memiliki langkah yang strategis dalam pelaksanaan kegiatan pemilu. Pada saat pemilu Bawaslu dapat memperketat pengawasan kampanye yang dilakukan oleh para calon. Kampanye boleh dilaksanakan asalkan di saat berkampanye tidak ada seorang calo yang memberikan suap uang kepada masyarakat sekitar. Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menugaskan anggota Bawaslu untuk mengikuti kampanye yang diadakan oleh para calon. Dan sebagai anggota Bawaslu juga harus berani menegur jika ada seorang calo yang memberikan suap uang.

Selain itu, Bawaslu dan KPU harus lebih memperhatikan lagi para anggota-anggotanya baik anggota aktif maupun mantan anggota. Melihat dari kasus di atas bahwa anggota aktif maupun mantan anggota memiliki pengaruh kuat untuk menerima suap uang dari para calon karena orang-orang tersebut sudah mengetahui taktik dan strategi dalam pemilu. Untuk mencegah hal tersebut, perlu adanya pemilihan anggota secara ketat agar memperoleh anggota yang jujur dan bijak dalam pelaksanaan kegiatan pemilu.

Seberapa banyak uang yang kita miliki tidak akan bermanfaat jika digunakan untuk sesuatu yang haram. Begitu pun sebaliknya, seberapa banyak uang yang kita miliki akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk sesuatu yang halal. 

Uang dan kedudukan yang kita miliki tidak dapat mengukur seberapa bahagia kita dalam kehidupan karena keduanya bukanlah segalanya. Kedudukan akan sangat berarti jika kita mendapatkannya dengan cara yang baik, tidak dengan cara yang kotor atau haram. Maka, gunakan uang anda secara bijak jangan pernah gunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat dan merugikan diri sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun