"Tidurlah! Sudah malam!" Dia menutup pintu keras-keras. Sementara kami saling bersitatap. Kami harus secepatnya menggagalkan rencana mereka. Perlahan aku memperhatikan Dan dan Mar secara bergantian. "Aku seperti mendapat jawaban. Ini seperti puzzle yang berserak. Dan-Mar, Mar-Dan." Aku melihat wajahku di cermin, lalu berteriak sekuat tenaga. "Bukankan namaku "Syah"? Ya,ya, jadi korban selanjutnya itu adalah kami bertiga "Syah-Mar-Dan."
Secepatnya kami mengenakan ransel. Pintu kamar dipaksa buka dari luar. Kami menguncinya rapat-rapat. Kami bergegas turun dari jendela sebelum nyawa kami melayang. Teriakan marah pun membahana di seluruh losmen.
Kami secepatnya meninggalkan losmen. Tapi seketika kami melihat si boncel dan seorang perempuan gemuk, mencak-mencak di jendela. Perempuan gila itu berdiri di jendela. Dia melompat, melayang-layang mengejar kami.
"Lariii, Mar Dan." Kami hampir mencapai pinggir jalan. Fajar sudah turun. Perempuan yang mengejar kami sudah hilang. Kami juga sudah  kehilangan  kesadaran. Besok paginya kami beranikan diri ke rumah tersebut bersama seorang polisi. Ternyata tak kami temukan rumah di sana, selain reruntuhan bangunan. Kami saling bersitatap.
"Tapi teman saya menyarankan ke mari."
"Siapa nama temanmu."
"Sutar."
"Sutar? Oh, dia lelaki yang menghilang di perkebunan teh ini setahun lalu. Dan dia mati. Sekarang tinggal giliran kalian" Polisi itu menjelma perempuan gila itu.
"H-a-hantu! Aargh!" Aku tak ingat apa-apa  lagi.
---sekian---